Bab 7

4K 367 7
                                    

Bagian 7

Aku mengemas barang-barangku dibantu Sidni. Tak banyak barang milikku. Ada ketergesaan dan semangat yang datang namun tidak bisa kutepis rasa sakit di hatiku lebih mendominasi.

"Disa kamu mau tinggal dimana? Kamu gak punya siapa-siapa di sini, atau kamu kuungsikan di rumah temenku aja, gimana?"

Aku menggeleng. Senyum masih bisa kuukir untuk Sidni. Wajahnya kelihatan dengan sangat jelas jika terluka. Dia yang kuanggap sebagai kakakku selama di rumah ini, membuatku sangat nyaman bersamanya.

"Aku uda hubungin Sunan juga Sasran, mereka pasti punya solusi, di rumah ini, hanya pendapat Sunan sama Sasran yang bisa didengar Bang Sultan. DIsaaaaa, maafin Sastri ya?"

Aku bisa mendengar Sidni terisak. Aku Kembali menggeleng. Ini bukan salah Sastri. Bukan. Aku yang selalu berdoa agar bisa dengan mudah keluar dari rumah ini. Masalah sejak siang tadi hanya perantara. Tuhan menjawab doaku, namun kenapa rasa sakit membelitku?

Aku bukan pencuri. Bukan. Tapi, jika itu yang membuatku bisa keluar dari rumah ini, aku bersedia.

"Ibu pasti stress, Dis. Kamu tahu bagaimana sayangnya Ibu ke kamu," tambahnya lagi.

"Disa memang udah seharusnya pergi, Kak. Di sini Disa hanya akan merepotkan, kalau Disa bisa keluar dari rumah ini dan hidup mandiri, Disa pasti bisa bertahan melewati semuanya, selama ini Ibu dan semua anggota keluarga di rumah ini sudah menganggap Disa selayaknya anggota keluarga."

"Iya tapi kamu mau kemana? Kamu tahu kalau di kartu keluarga, kamu masih satu KK sama Bik Mira kan?  Daftar kuliah dan segala pengurusan lain-lainnya kamu pasti masih membutuhkan Bik Mira. Kamu masih harus terus menghubungi dan datang ke rumah ini sesekali ya, Dis?"

Aku tersenyum. Namun tidak. Aku tidak akan mungkin datang ke rumah ini setelah semua yang terjadi. Butuh waktu bagiku melupakan semua kejadian yang buruk. Jika aku harus berhubungan dengan Bi Mira maka akan kupilih bertemu di luar rumah dan membereskan masalahku sendiri.

Saat memasukkan semua barang, dan menyadari ternyata barang-barang bawaanku ternyata lebih banyak dari yang aku perkirakan.

"Udah, Dis, kamu bawa yang penting aja. Aku yang datang anterin sisanya ke alamat kamu. Kamu SMS aku tempat tinggalmu, ya? Setidaknya kamu ingat kalau aku selalu mendukungmu, dan juga kamu harus datang saat pesta nikahanku nanti, ya Dis?"

Aku tersenyum dalam tangis. Membayangkan wanita secantik dia menikah pasti luar biasa. Namun semoga bukan dalam waktu dekat. Aku mungkin tidak akan bisa jika bertemu dengan seluruh anggota keluarga ini dua atau tiga tahun lagi. Entah jika itu lima atau enam tahun lagi.

"Baik kak, kalaupun Disa ganti nomor, kak Sidni tahu akun sosial media milkku. Disa pasti membukanya sesekali."

Percakapan kami berakhir saat aku membawa barang milikku yang bisa kubawa. Saat tiba di ruang tamu, aku melhat bang Sunan juga bang Sasran telah berada di sana. Tatapan mata bang Sunan tak bisa kubaca, namun bang Sasran jelas sedang marah.

"Apa-apaan ini? Kita semua jelas tahu jika Disa tidak mungkin mencuri, selain Sastri, di rumah ini tak ada yang pernah berani mencuri,"teriakan Sasran membuatku menutup mata. "Kenapa harus Disa yang keluar dari rumah?"tambahnya lagi.

"Jaga ucapan kamu, Sasran, anak-anakku ada dalam kamar!"erang Sastri dengan teriakan sama kerasnya. Aku sejak awal menyadari jika suara semua anggota di keluarga ini cenderung keras jika sedang marah. Berbeda dengan Bu Sinan dan Sidni. Selama ini aku tidak pernah mendengar mereka berteriak karena marah.

"Loh? Emang bener kan? Kamu selalu bikin masalah di rumah ini, hanya saja kami masih bertahan kalau yang kamu usilin itu kami, namun aku marah kalau yang kamu usilin adalah Disa. Bohong kalau Bang Sultan, ibu sama bapak berpikir Disa nyuri."

Jodoh Beda UsiaWhere stories live. Discover now