Bab 41

3.1K 276 9
                                    


🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱

Bagian 41

Perjalanan menuju Manado berlangsung lancar. Aku terpaksa meminta sepatu pantopel hitam milik Kak Sidni. Saat memakai baju berwarna hijau ini dalam acara resmi untuk yang pertama kali aku merasakan dejavu luar biasa. Hatiku berdebar luar biasa. Apalagi banyak pasang mata menatap kami dengan pandangan memuja. Beberapa ajudan para petinggi dari satuan lain melirikku. Aku meladeni beberapa ucapan selamat para ibu-ibu dengan pelukan juga senyuman.

Aku sama sekali tidak repot-repot menjelaskan diriku. Karena aku tahu mereka mengetahui sepak terjangku dari media meski aku bukan artis yang sering masuk infotainmn. Tapi pasangan colabku kebanyakan arti yang memiliki banyak sensasi. Apalagi kontenku bersama Yuda tinggardi mendapat puluhan juta view. Aku yakin mereka banyak bertanya-tanya tentang itu, dan bagaimana Bang Sultan menjelaskan pada atasannya saat kami menghadap satuan minggu lalu juga aku tidak tahu.

"Bang ternyata banyak yang menyukaiku, bisikku tepat ditelinganya," kali ini aku tidak segan mendekat padanya saat Pimpinan Angkatan darat telah selesai memberikan kata sambutan.

"Hhmmm."

"Bang kalau ada yang ajakin aku nyanyi, bisa? Tadi ada yang minta aku ingisi acara, gimana?"

"Gak usah."

"Istri Panglima Bang yang minta, masa aku tolak?"Protesku kesal, entah kenapa menjelang hari pernikahan sampai detik ini, keberanianku bertambah. Mungkin karena aku sadar kalau kedekatan kami tidak dibangun maka sulit bagiku meminta bantuannya nanti.

"Ya udah, tapi tidak perlu lama-lama. Satu atau dua lagu cukup,"jawabya tanpa melihatku.

"Kalau ibu-ibu minta aku nyanyi lagi, kujawab apa bang?"

"Bilang aja aku yang larang."

Ah sungguh tidak asik Abang satu ini. Kalau aku bertahan dingin dan cuek, maka kami akan serupa dua kutub, saling menjauh. Harus ada yang gencar. Rencanaku pasti tidak akan berhasil jika kalah sama sikapnya. Bukannya batu keras seperti karang sekalipun juga berlubang setelah dijatuhi air beribu kali? Bukan tidak mungkin palu beton kayak dia meluber setelah lama kelamaan kudekati.

Acara peresmian pesawat udara milik TNI AD berlangsung hingga sore hari. Seperti ini rasanya mendampingi suami dan memiliki rekan tim ibu-ibu yang hebat. Kami bermalam di hotel tengah kota Manado dengan view pantai. Aku sungguh sangat menyukai apa yang terpampang di depan mataku. Sehingga sulit bagiku berpindah dan memilih merebahkan diri di sofa balkon. Lampu-lampu berjajar mengelilingi tepian pantai. Ada suara musik yang juga sampai ke telingaku. Bunyi ombak saling sahut menyahut sampai di pesisir membuatku teringat akan rumah sewaku yang baru empat bulan kutempati namun harus kutinggalkan karena posisiku yang tak lagi sama.

Tidak ada yang mudah jika itu berkaitan dengan perubahan hidup. Berhubung besok kembali kami harus berangkat pagi sekali maka aku harus istirahat. Senin besok aku masuk jaga sore hingga dini hari. Bang Sultan mengatakan jika posisiku sebagai dokter internship membuatku mendapatkan keistimewaan untuk bisa tidak aktif sementara di kegiatan satuan hingga masa Instershipku berakhir tujuh bulan lagi, kecuali untuk acara penting yang sifatnya tidak bisa diwakili. Kondisi ini dimaksud karena aku terlebih dahulu terikat kontrak dengan pemerintah sebelum menjadi anggota keluarga TNI.

"Disa... masuk tidur di dalam,"Suara Bang Sultan terdengar saat aku memainkan ponselku. Ada beberapa info penting yang harus kusampaikan padanya terkait beberapa kontrak yang sudah kutanda tangani jauh hari. Namun yang mendesak adalah podcast yang akan kulakukan minggu depan sebelum resepsi pernikahan di Luwuk.

"Disa......"

Aku memilih diam. Semoga dia bergerak melihatku di balkon . Karena jika iya maka dia harus siap kusuguhi pemandangan aku hanya memakai pakaian tidur super tipis. Sengaja ujung kain kubiarkan terjatuh hingga pangkal paha. Penasaran ingin melihat reraksinya. Meski memang agak dingin, namun tidak sedingin kalau aku masuk ke kamar. Btw pesanan baju tidurku baru akan datang beberapa hari lagi di Luwuk. Aku sudah memilih sepuluh model. Tinggal kupakai bergantian tiap malam. Membayangkan hari-hari aku lalu lalang di depannya serta membuatnya tersiksa membuatku tertawa Bahagia dalam hati.

Jodoh Beda UsiaWhere stories live. Discover now