Bab 40

3.3K 280 14
                                    


🌱🌱🌱🌱🌱😘😘😘😘

Malam semakin larut saat aku selesai menyuap pria berbadan besar di hadapanku. Tak kusangkan akan ada acara buka mulut berikutnya.

"Lain kali kamu harus liat situasi, tadi ada teman dari dari satuan, tidak enak kalau dia lihat tingkahmu yang seperti tadi."

Kulirik dia dengan wajah heran, bukannya dia terus yang mau di suap?

Setelah aku membantu Sidni memasuki mobil, ternyata tak ada lagi mobil Bang Sultan untuk kunaiki. Beberapa kerabat Jauh Bang Sultan berlomba menawariku untuk naik di mobilnya. Namun aku masih merasa tidak nyaman dengan cara mereka menatapku. Sampai hari ini aku masih menyimpan trauma jika terlalu dekat dengan pria yang tidak kukenal. Apalagi jika mereka tiba-tiba saja akrab padaku.

Namun beberapa menit kemudian sebuah mobil berhenti di depanku, Qodril turun dari kursi penumpang dan mempersilahkan aku masuk. Senyumku merekah. Ah... mengingat ternyata aku tidak ditinggalkan begitu saja merupakan kebahagiaan tersendiri. Aku paham mereka punya kesibukan tapi si kanebo? Kenapa bisa pria itu meninggalkan ku sendiri?

"Bapak ada panggilan ke Adisucipto Bu. Panglima tinggi bikin rapat dadakan malam ini,"Hanan menjelaskan padaku

"Besok pagi kita berangkat jam berapa ke Menado Nan?"

"Jam enam pagi kita udah harus ada di bandara Bu. Pesawat berangkat jam Sembilan. Jadi jam empat subuh kita udah harus ninggalin rumah paling cepat."

Aku menghembuskan napas pelan-pelan. Ternyata aku harus segera istirahat setelah sampai di rumah. Karena jika tidak aku pasti akan tertidur subuh nanti. Waktu menunjukkan pukul dua belas malam saat aku merebahkan diriku. Semua barangku telah selesai ku kepak, tinggal barang penting yang masih kugunakan besok. Aku menyisakan celana jeanz serta baju kaos dan jaket untuk perjalanan esok hari. Belum tampak wajah Bang Sultan masuk ke kamar. Sejauh ini tak ada hal penting yang bisa kumintai darinya sebagai istri karena aku sadar tidak ada masa depan dalam hubungan kami.

Samar-samar aku bisa mendengar derap Langkah dan suara-suara samar lemari. Apakah ini sudah pagi?

"Disaaa... bangun. Setengah jam lagi kita berangkat!"

Suara berat itu kembali terdengar. Namun mataku enggan untuk membuka. Seluruh tubuhku lelah. Seperti telah melakukan shooting berhari-hari dan baru merasakan tidur. Lalu kurasa jempol kakiku ditarik. Saat membuka mata kulihat Bang Sultan sedang mengatur pakaian dalam tasnya masih dengan handuk di pinggangnya. Ya Tuhan. Sepagi ini? Dia semalam datang jam berapa?

"Ini jam Berapa bang?"tanyaku dengan suara masih mengantuk

"Udah mau jam lima, aku udah mandi, udah Sholat, jam tujuh kita udah wajib sampai di bandara."jawabnya tenang.

Sekelebat ingatan saat malam tadi aku berdiskusi dengan Hanan juga Qodril membuatku tersentak. Segera aku mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Untung semalam aku sudah paking. Butuh waktu hampir empat puluh menit bagiku akhirnya berhasil masuk ke mobil dengan pelototan mata dari bang Sultan. Aku tahu dia marah apalagi saat tidak lagi melihat dua koper besarku di sebelah ranjang.

"Sudah pamit sama Ibu?"

Kembali aku tersentak lalu keluar lagi dari mobil dan menuju kamar Bu Sinan. Saat aku masuk ke dalam beliau Nampak duduk di kursi dengan mukena yang masih menggantung di kepalanya.

"Bu, maaf Disa hampir aja lupa pamit. Ini Disa mau pamit ikut Bang Sultan Bu."

Lalu mata itu menatapku penuh sayang. Kedua tangannya membingkai wajahku penuh kasih seolah ingin merekam berbagai dan memindai banyak hal.

"Ibu senang ada yang akhirnya mau mengurus Sultan. Kamu pasti tahu diantara semua anak Ibu, yang paling ibu khawatirkan adalah Sultan, kan Disa?."

Terjadi jeda selama beberapa detik. Aku tak tahu berapa waktu yang kumiliki sebelum bang Sultan memanggilku. Namun tiba-tiba saja hatiku entah kenapa terasa perih.

Jodoh Beda UsiaWhere stories live. Discover now