Bab 30

3.3K 252 2
                                    

Bagian 30

Aku sedang menelpon manajerku saat sebuah ketukan pada pintuku terdengar. Aku membahas jenis pekerjaan yang ke depannya tidak akan bisa kuambil lagi setelah masa insternshipku berakhir, dan kemudian karena beberapa minggu lagi aku akan segera menikah. Manajerku kaget dan berkata turut senang untukku.

Aku masih punya tiga pekerjaan yang harus kuselesaikan tahun ini. Dua berupa iklan dan satu masih seputar podcast dengan pemain badminton, Yuda tinggardi. Nah, Yuda sendiri nantinya bakalan datangin aku secara khusus buat menyelesaikan kerjasama kami sekalian akan memberikan klarifikasi atas spekulasi hubungan kami. Yuda menyepakati tanggalnya di minggu awal  September. Itu artinya delapan hari lagi. Masih dua minggu lebih  sebelum aku berangkat menghadiri pernikahan Kak Sidni sekaligus pernikahanku sendiri.
Saat membuka pintu aku seperti mengenal wajah ini. Wajah yang kerap datang saat aku masih  kerja di rumah Bu Sinan. Entah apakah dia mengingatku ataukah tidak. Aku tidak tahu. Namun aku yakin jika dia pasti punya alasan. Aku melihat Hanan juga Qodril melambai padaku. Kupersilahkan wanita cantik itu masuk dan duduk di ruang tamu mini milikku, namun tidak dengan Hanan juga Qodril yang memilih menunggu di luar.

"Sepertinya kita pernah bertemu, tapi itu sudah lama sekali. Kamu masih ingat aku? aku Arma. Kakaknya Irma,"ucapnya. Aku tidak pernah berinteraksi langsung dengannya. Tapi aku tidak lupa namanya. Sangat mudah diingat.

"Iya Mbak. Saya ingat."jawabku

"Saya datang atas permintaan Sastri."

Aku sudah bisa mencium gelagat ini. Gelagat jika ini bukanlah hal yang baik. Akan lebih baik jika aku diam.

"Sastri menitip pesan jika kamu tidak boleh mengganguu  sodaranya, Sunan dan juga Sasran."

"Saya nggak pernah mengganggu siapapun, Mbak,"selaku cepat

"Dengar aja dulu. Jadi dia tidak mau kamu berhubungan lagi dengan keluarganya, tinggalkan apapun tentang keluarganya, dan meski tante Sinan yang manggil kamu jangan pernah untuk datang!"

"Tapi itu tidak mungkin Mbak, Ibu Sinan udah seperti keluarga bagiku, akan sangat tidak bijak jika karena urusan remeh seperti ini aku sampai durhaka pada orangtua. Mohon beritahu pada Mbak  Sastri jika aku tidak akan pernah merugikan siapapun."

"Dis, harusnya kamu bersyukur keluarga itu mau nampung kamu selama beberapa tahun, masa Cuma permintaan kecil gini kamu masih juga bebal sih?"

"Saya lebih dari bersyukur kok Mbak. Saya gak pernah nyangkal itu."

"Keluarga mana coba yang mau nampung terus biayain kuliah kamu sampai selesai? Mana kamu jadi artis pula, kalau bukan karena keluarga Sastri mana bisa kamu kayak begini?"

Aku ingin sekali berteriak jika aku membiayai kuliahku sendiri dan bekerja di rumah itu. Jadi tidak ada yang kudapatkan secara gratis. Saat kutinggalkan rumah itu aku bekerja serabutan dan membayar kosku sendiri.

"Iya Mbak, maafkan saya,"kataku pelan karena tidak mau memperpanjang masalah.

"Jadi, yang diminta Sastri bisa kamu lakukan kan?"
"Maaf saya tidak bisa berjanji kalau itu demi Bu Sinan, Mbak, dia udah seperti orang tua bagi saya."

"Astaga kamu benar-benar ngeselin ya. masih munafik gak ngaku goda anak majikan, ini masih ngebet pengen ambil hati majikan, gak ada malu ya kamu. Gak cukup tuh mangsa kamu badimnto terkenal si Yuda? Siapa lagi tuh pengusaha yang kamu gaet, bahkan banyak temenku yang kesel sampe spam kebencian di akun kamu."

Ah yang itu aku tidak heran. Tidak terhitung jumlahnya orang-orang yang membenciku dan bertidak seolah mereka mengetahuiku luar dalam. Sudah lama aku tidak lagi mengurusi komentar di Instagram. Aku membiarkan mereka mengetik beragam komentar kejam tanpa mengubrisnya.

"itu bukan urusan Disa Mbak, DIsa gak bisa meminta orang-orang yang gak disa kenal untuk menyukai Disa. Itu hanya akan buang-buang waktu."

"Astaga benar kata Sastri kamu memang sok pintar, sok segalanya, padahal hidup juga numpang. Pantes Sultan membencimu dan menyesal sudah membawamu masuk ke rumahnya."

"jadi saya harus gimana Mbak? Menjelaskan apapun pada orang yang gak suka sama saya, hanya akan dianggap sebagai alasan, sama kayak yang Mbak lakukan sekarang."

"Intinya pesan Sastri udah kamu dengar, akibatnya akan kamu tanggung sendiri nantinya. Sastri pasti akan mengamuk jika mengetahui kamu akan menjalin hubungan sama salah satu adiknya."

Lalu apa kata Mbak Sastri jika dia tahu aku telah mengurus pernikahanku dengan Bang Sultan? Bagaimana Reaksi Mbak Arma?

"Ingat Ya, saya bilang begini karena saya calon istrinya Sultan. Saya nggak mau pikiran dia bertambah hanya buat ngingat jika adik-adikknya kena pengaruh buruk dari kamu."

"Astaga Mbak,  adik adik Bang Sultan bahkan lebih dewasa dari saya, ngapain saya ngasih pengaruh buruk? Yang ada mereka yang datangin saya. Tapi Disa bilang ya Mbak, kalau Disa nggak pernah mau niat Goda siapapun. Bilang juga kalau Mbak Sastri boleh senang juga karena saya tidak bakalan mau pacaran apalagi nikah sama bang Sunan maupun Bang Sasran."

"Hadeh susah ngomong sama orang bebal macam kamu, ngeselin tahu nggak. Udah deh saya pulang, intinya pesan dari Sastri udah saya sampaikan. Sekarang saya mau bali ke Mas Sultan dulu. Ah.. sepertinya hanya Mas Sultan yang waras karena sadar jika kamu ini wanita berbahaya, tidak akan cocok masuk bergabung dengan keluarga kami."

Jujur membayangkannya saja aku tidak sanggup, mulutku sudah gatal ingin mengatakan jika sebentar lagi dia mungkin saja makin membenciku karena Bang Sultan akan menikahiku. Ya Tuhan sepertinya hidupku tidak akan mudah.

"Iya Mbak."

"Ingat jangan datang ke nikahan Sidni. Pokoknya apapun alasan kamu."

"Maaf Mbak saya tidak bisa."

"Apa katamu? Kamu masih budge juga ya? apa kurang jelas kata saya? Kamu. Jangan. Datang. Di acaranya Sidni. Ngerti kamu?"

Kurasa aku juga mulai hilang kesabaran jika seperti ini. harusnya aku tidak perlu menghabiskan waktu menjawab semua pertanyaanya.

"Mbak boleh pulang sekarang. Ini sudah jam Sembilan malam. Saya harus istirahat, besok masih ada jadwal jaga pagi,"kataku beralasan.

"Kamu gak ngusir saya juga pasti saya pergi kok. Udah intinya kamu jangan datang ya, titik."

Kurasa wanita ini menjengkelkan.

"Saya gak mau bohong Mbak. Karena saya pasti datang ke acara Mbak Sidni, saya udah janji sama Mbak Sidni sama Ibu juga. Jadi..."

Sebuah tamparan mendarat di pipiku. Kurasakan pipiku berdenyut. Rasanya perih.

"Dasar wanita hina. Gak tahu diri. jangan harap kamu selamat kalau nanti kamu datang ke acara Sidni. Jangan panggil aku Arma kalau aku gak bikin kamu babak belur."

Kutatap nanar kepergian Mbak Arma yang penuh dengan kemarahan. Astaga. Ini belum seberapa dibanding apa yang akan kami lakukan sebelum pernikaha kak Sidni. Apa yang sedang kulakukan sebenrnya Tuhan? Semoga aku punya banyak kekuatan nantinya.
========

Bagi kalian pembaca baru bisa baca murah ke KBM aplikasi tinggal cari namaku : emeraldthahir. Udah tamat tinggal extra part. Di sini paling seminggu satu bab maximal sampai bab 40 aja.

Selamat jatuh cinta dan bergabung dengan ribuan followersku yang lain di KBM aplikasi ya pastikan gak ada Bab yang kalian skip. 😘

Selamat lebaran.

Jodoh Beda UsiaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora