Pengintai dari semak-semak

52 23 125
                                    

Suasana di desa mendadak seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Terlebih rumah Alexa lebih masuk ke sudut desa dimana semak belukar dan hutan masih lebat. Hanya terdapat beberapa rumah dengan jarak yang berjauhan.

Bahkan Doni harus menguras tabungan untuk memasukkan tiang listrik sampai ke rumah mereka.

"Kemana dia? Kok tiba-tiba lenyap." Alexa mencari Jekey ke sekeliling rumah.

Tapi bukan Jekey yang dia dapat malah seorang yang mencurigakan bersembunyi dibalik semak belukar. "Manusia apa setan ya?" Alexa langsung berlari menuju rumah Abi, tapi Abi dan Dirman tidak ada dirumah.

Dipun kembali ke rumah, "Ren...! Ren...!" teriak Alexa. Namun Jekey tak juga menjawab. Pria itu masih ada di dalam hutan. "Kemana sih dia?" Alexa berlari ke rumah tetangga terdekat, tapi si penghuni rumah juga tidak ada.

Matanya berkaca, terlebih si pengendap terus mengikutinya dari balik semak-semak. Seluruh tubuhnya tebalut kain serba hitam. Alexa tidak mengetahui persis apakah itu baju atau bulu. Rasa takutnya membuat dia lupa jati diri yang sebenarnya.

"Ren...!" panggilnya seraya berlari lagi kearah rumah. "Kemana sih dia...!" Matanya sudah penuh kabut, dengan tubuh yang sudah keringat dingin.

Sosok itu semakin cepat mengarah padanya dari balik semak. Membuat dia melupakan rasa sakit di seputaran tulang keringnya.

Dia berlari sekuat tenaga kearah rumah sambil berteriak, "Ren...!" Tangisnya menggelegar.

Jekey yang berjalan keluar dari hutan menuju rumah, Samar-samar mendengar teriakan Alexa, "Ren...!" teriakan itu bercampur suara tangisnya.

Dengan cepat Jekey berlari menembus semak berduri. "Jek, tunggu Bapak!" Dirman pontang panting mengejar laju Jekey yang secepat kilat.

"Alexa...!" Dia berteriak memberi tanda agar Alexa tau suaranya dari arah belakang rumah. Benar saja, Alexa mendengar suara Jekey kemudian berlari sekuat tenaga menghampiri sumber suara.

"Ren...!" Suaranya semakin memilukan.

Tak peduli lengannya sudah ceker beker akibat sabetan duri, Jekey terus melaju. Sampai ia melihat Alexa dengan wajah pucat pasi, berusaha menerobos semak mengarah ke Jekey.

Dengan sigap pemuda itu menyambar tubuh Alexa yang sudah gemetaran, "Sayang kamu kenapa?"

Alexa menangis histeris "Aku takut Ren...!" Jekey gelagapan berusaha menenangkan Alexa. "Gapapa Sayang, aku ada disini." Jekey memeluk erat tubuh Alexa yang sudah lemas.

Tak lama Dirman muncul dengan wajah yang tak kalah pucat dari Alexa. "Kenapa kamu lari Jek? Bapak hampir mati ketakutan!" seloroh nya dengan nafas tersengal.

"Alexa ketakutan Pak, kayaknya dia melihat sesuatu," tutur Jekey, kemudian menggendong Alexa menuju rumah. Gadis itu bersedekap dengan erat di dada Jekey. Badannya basah kuyup oleh keringat.

Dirman mengikuti langkah Jekey dengan kaki gemetar, dia teringat akan anak semata wayangnya yang masih ada di ladang.

"Sayang, kamu gapapa 'kan?" Jekey menurunkan Alexa di kursi makan.

Alexa hanya tertunduk dengan air mata berlinang dan wajah syok. Nafasnya memburu, ia masih memegang pinggang Jekey dengan erat. Seolah takut ditinggalkan oleh pemuda itu.

"Dia, dia ada di semak sana," Alexa menunjuk keluar jendela.

"Dia siapa San?" tanya Dirman ketakutan.

Jekey mengelap semua keringat dan air mata yang memenuhi wajahnya. "Aku ambilin kamu minum dulu," ujar Jekey. Tapi Alexa enggan melepas tautan lengannya di pinggang pemuda itu.

Akhirnya Dirman berinisiatif mengambilkan Alexa minum, "Minum dulu," Dirman menyodorkan segelas air putih.

Alexa mereguk air itu hingga kering, nafasnya masih memburu. Jekey semakin khawatir dengan keadaan gadis itu, Alexa yang dikenal tak memiliki rasa takut─ bisa pucat pasi seketika dengan tubuh gemetar.

"Gimana?" tanya Jekey.

"Mengerikan, tubuhnya hitam semua. Gue nggak tau itu apa?"

"Sandra yakin nggak salah lihat?" tanya Dirman.

"Dia mengejar kayak binatang gitu Pak, tapi gak keluar dari semak-semak."

Seketika Dirman bergidik, tanpa sadar dia ikut memepet tubuh Jekey.

"Berarti benar dugaan gue, ada sarangnya di hutan belakang sini. Hutan itu berada di tengah-tengah empat desa." Jekey menerawang dengan tatapan tajam. Kemudian dia melepas rangkulan Alexa, "Sayang aku periksa sebentar ya..."

"Ikut!" teriak Alexa.

"Kaki kamu sakit!" serunya.

"Kalau dia masuk kesini gimana?" teriak Alexa.

"Betul itu Jek!" dukung Dirman.

Akhirnya mereka berdua mengikuti langkah Jekey, pemuda itu susah payah berjalan karena dihimpit oleh Alexa dan Dirman. "Hadeh, Pak tua ini pun penakut nya minta ampun!" dengus Jekey dalam hati.

Mereka menghampiri tempat dimana penampakan tadi memantau Alexa. Benar saja bekas gerakannya telihat sedikit melebar, seolah tubuhnya seperti binatang yang berlari mengejar sesuatu.

Jekey tertegun melihat pemandangan itu, "Paling tidak kita tau dia berwujud seperti binatang, kalau manusia pasti bekasnya nggak selebar ini." Analisa Jekey tak ayal membuat keduanya semakin rapat bergelayut di tubuhnya.

Tak lama terdengar suara berisik rumput yang dilalui, dengan sigap Jekey menarik pistol dan mengarahkannya ke sumber suara.

"Ampun...!" seorang pemuda dengan penampilan lusuh seketika menunduk.

"Abi...! Kamu ngagetin aja sih!" teriak Dirman.

Abi mengangkat kepalanya dengan ekspresi syok, "Kamu punya pistol!" teriaknya histeris.

"Untung saja bukan Alexa yang pegang!" hardik Jekey, "Lain kali manggil dulu sebelum mendekat! Sudah tau keadaan genting begini!" omelnya panjang lebar.

"Ya, aku balik dari sawah, ngeliat kalian disini pasti langsung nyamperin lah!"

Jekey kembali memasukan pistol itu ke sarungnya. "Kalian semua harus ngungsi dari sini, mereka sudah mulai memasuki kawasan ini."

"Iya betul, tetangga sini juga pada tinggal di alun-alun. Wak Daeng malah sudah pulang ke kampung halamannya," tutur Dirman.

"Pantas rumahnya nggak ada orang," timpal Alexa.

"Kalian ikut gue aja pulang kerumah, disana banyak penjaga. Setidaknya kalian bisa sedikit aman."

"Apa seserius itu sih? Kok aku merasa biasa aja ya..." gumam Abi.

"Alexa bukan tipe orang yang bisa ketakutan setengah mati kayak gini, andai yang dihadapi bandit bukan demit!" ungkap Jekey dengan tekanan tinggi.

"Bandit lebih menyeramkan daripada Demit!" sanggah Abi.

"Kali ini gue nggak sependapat sama lo! Bandit ditembak bakal mati, kalau demit?" seloroh Alexa.

Dengan gaya memaksanya yang khas, Dirman menyeret Abi untuk ikut kerumah Jekey. Mereka bergegas mengemasi barang-barang untuk pindah kerumah Jekey.

"Ada barang berharga lainnya, Sayang?" tanya Jekey.

"Cuma itu aja," sahut Alexa.

"Sayang, maafkan aku."

Alexa melayangkan pandangan heran, "Untuk apa?"

"Kalau aja aku nggak ninggalin kamu masuk hutan, kamu nggak akan syok begini."

Alexa hanya tersenyum tipis, "Andai lo meminta maaf dengan cara seperti ini tentang masa lalumu," lirihnya dalam hati.

"Aku bakal menghubungi mereka supaya datang kesini," ujar Jekey.

"Mereka?"

"Paling Ryo dan Rian, karena Andika lagi diluar negeri ngelanjutin S2." kesah Jekey dengan suara berat.

"Oh!" sahut Alexa.

Setelah selesai berkemas, mereka mengunci semua pintu kemudian meninggalkan rumah itu menuju rumah Jekey.

Obsession Of Love Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt