Pria berjubah

49 22 114
                                    

Keadaan semakin mencekam untuk penduduk pulau, Job perdukunan semakin melejit bagi orang-orang yang mereka anggap sakti.

Sejak dua orang menghilang secara misterius dari pulau itu semakin membuat keadaan tak bersahabat bagi operasi yang tengah mereka jalani.

"Kenapa semua bisa jadi kayak gini sih? Bukannya target yang terjebak malah bisnis dukun makin bersinar." Ryo menghempaskan tangannya berkali kali ke atas meja TV untuk melampiaskan kekesalannya.

"Mendingan lo pulangin semua pemain teater itu, gue khawatir malah jadi masalah nantinya..." usul Doni.

Jekey berfikir sejenak kemudian berkata, "Oke, kita gak punya pilihan lain."

Akhirnya semua pemain teater dipulangkan oleh Jekey. Namun beberapa sniper tetap siaga.
Hari ini mereka akan menyusuri kawasan yang dicurigai sebagai markas musuh.

"Kenapa harus bawa mereka lagi sih?" Untuk kesekian kalinya Rian mengeluh karena Jekey membawa Cakra dan Wahyu.

"Hah, entahlah Jekey sepertinya menyiapkan tumbal yang pas untuk dipersembahkan ke para Demit pulau ini." Doni merasakan hal sama dengan Rian.

"Jangan ngomongin soal tumbal!" dengus Alexa terus berjalan dengan wajah bersungut.

"Kalian jalan sajalah, mereka itu sudah pernah mendaki puncak ini, jadi biarlah mereka jadi gaet kita."

"Gaet sih Gaet, nggak bisa apa nyari orang yang lebih tangguh?" protes Doni dengan nafas tersengal.

Ryo yang sedari tadi diam, ikut bersuara. "Kenapa gak lo cari aja sendiri, dari pada protes aja..."

"Ya sudahlah!" sahut Doni pasrah karena memang tidak ada yang mau mempersembahkan nyawa kepada mahkluk menakutkan itu selain kedua pemuda yang mereka anggap konyol.

"Lo yakin kita bisa sampai di tempat itu dari sini?" tanya Jekey memastikan jalan yang mereka tempuh.

Cakra menjawab, "Kami sudah berapa kali mendaki tebing ini bersama pemuda kampung lainnya."

Kemudian Jekey kembali bertanya, "Siapa saja?"

Cakra kembali menjawab, "Aku sebutin satu-satu juga, Bos nggak bakalan tau orangnya."

"Setidaknya bukan cuma kalian berdua," sambung Jekey memancing sebuah pernyataan yang mungkin saja bisa menjadi informasi penting.

Gantian Wahyu yang menjawab, "Yang kalian kenal ya cuma Abi, yang lainnya pasti kalian nggak paham."

Mereka kompak saling memandang, fakta tentang Abi memang bertambah tapi tetap tak memuaskan dugaan atas dirinya.

Perjalanan panjang itu belum juga membuahkan hasil, bukit itu sangat luas dengan semak belukar dan hutan belantara yang pastinya sangat sulit mereka lalui.

"Kita kelilingi saja titik hutan ini, kalau nggak ketemu apa yang dicari, besok kita lanjutkan ke titik berikutnya..." Jekey memberi instruksi kepada mereka.

Benar saja sampai sore mereka melakukan penelursuran tapi tak menemukan apapun di sana. Mereka sedikit berpencar, tak lama Jekey melihat sekelebat orang berlari masuk kedalam semak yang ditutupi pohon-pohon besar.

Tanpa aba-aba dia mengejar sosok tersebut, tak ayal Alexa yang melihat pemuda itu berlari segera mengejar. Malangnya kebiasaan tersungkurnya belum juga teratasi, dia berguling-guling sampai di permukaan yang tidak rata.

"Aduh..." Dia meringis memegangi kakinya yang terluka. "Dimana gue?" Dadanya bergemuruh mendapati daerah itu sangat lembab dan menakutkan.

Jika saja dia tak ingat bahwa dia adalah seorang agen, mungkin dia akan menangis meraung seketika. Dengan sekuat tenaga ia berteriak memanggil semua temannya. Namun tak ada satupun dari mereka yang menjawab.

Obsession Of Love Where stories live. Discover now