Penyergapan terakhir

68 18 54
                                    

Alexa melayangkan tendangan ke tangan Charlie, praktisi pistolnya terlepas. Secepat kilat dia meraih pistol itu dan menodongkannya kepada Charlie dari jarak satu meter. Bukan tanpa Alasan dia menjaga Jarak, karena dia tak semahir kembarannya dalam membekuk musuh.

Ya, dialah Alisa. Satu-satunya orang yang bisa meniru Alexa dengan sempurna. Puluhan bandit tidak dapat berkutik ketika bos mereka ditodong seperti itu. Terlebih Mafia yang sebenarnya telah muncul dengan melepas tembakan ke kaki para anak buah Charlie.

"Good job, My Sister!" seru Alexa dengan senyum penuh kebanggan.

Tak ayal mereka semua kecuali Alisa tercekat melihat kedatangan Alexa bersama Jekey, Kendi dan Demian. Tangis haru mewarnai pertemuan dramatis itu.

"Kalian...!!!" seru Charlie dengan mata terbuka lebar.

"Apa kau pikir bisa mengelabuhi kekasihku?" Pertanyaan Jekey telak membuat Charlie gemetar. Selama ini dia hanya mengandalkan otak terkutuknya untuk menyusun taktik. Tapi dia tidak memiliki kemampuan istimewa untuk menyerang lawannya.

"Jadi..." Charlie tertegun, dia merasa gemetar karena pastinya ajalnya sudah dekat.

Alexa mengayunkan langkahnya mendekati Charlie, "Aku mengenal Abi lebih dari yang kau tau. Abi tidak akan sanggup menyakiti orang lain bahkan untuk membunuh semut sekalipun. Kau salah perhitungan, Bung!"

"Bagaimana bisa..." Charlie telah kehilangan kata-kata untuk membalas ungkapan Alexa.

"Satu lagi, tentang Ren yang gue bunuh! Sekilas gue sangat yakin kalau itu Ren! Tapi kalian salah perhitungan ketika muncul secara terang-terangan dan menembak kaki gue! Ren tidak pernah mau menyakiti wanita sekalipun itu musuhnya. Begitulah yang dia lakukan terhadap Seina."

"Ta- tapi..." Charlie terbata-bata.

"Alih-alih marah dengan cara hina kalian, gue lebih marah karena kalian sudah berani meremehkan Iblis kayangan...!" Alexa mengayunkan tendangannya langsung ke kepala Charlie hingga tersungkur. Jekey mengawal kemarahan Alexa untuk berjaga jika terjadi sesuatu di luar perhitungannya.

Sementara Alisa telah bebas bergerak menghampiri Doni- sang suami dan melepas ikatannya. "Maafin aku..." tangis Alisa pecah menyambar tubuh Doni yang sudah lunglai.

Para bandit yang tersisa segenap jiwa mencoba lolos dari ancaman maut Duo Mafia senior. Terlebih kedua kakak beradik titisan Agen handal Rhein kamuranessi telah berhasil terlepas berkat kesigapan Alisa.

"Lumpuhkan saja mereka, jangan ambil resiko lebih banyak dengan menghabisi nyawa mereka semua." Kendi memberi perintah kepada keduanya.

Sementara Hana dan Alisa menepikan tubuh Doni yang tidak mungkin bisa bertarung lagi.

Dalam kondisi yang sudah kacau balau, Charlie masih berusaha memperjuangkan ambisinya terhadap Alexa. "Aku mencintaimu Alexa...!" ungkap Charlie dengan wajah memelas.

"Diam...!" jerit Alexa dengan tendangan keras di wajah Charlie, "Itu balasan karena kau sudah menyiksa sahabatku!"

"Stop Honey..." Demian menahan gerak Alexa, "Biarkan dia membayar segala perbuatannya dengan jalur yang semestinya."

"Dia pantas mati, Pi!" seru Alexa.

"Ampuni aku, Alexa...." mohon Charlie.

"Serahkan dia ke pihak kepolisian, biar dia diteruskan kepada pihak sana. Banyak kasus yang akan memberatkannya. Hukuman mati atau seumur hidup akan membuat dia membayar semua perbuatannya dengan setimpal. Kau adalah anak Papi, mohon jangan membunuh di hadapan ayahmu ini, Nak!"

Alexa memejamkan mata lekat, betapa ingin dia melepaskan tembakan tepat di kepala Charlie seperti yang kerap dia lakukan. Tapi dia tidak ingin membuat Demian kecewa. Jekey menyeret tubuh Charlie dan mengikatnya.

Sementara kendi, Ryo dan Rian masih berjibaku membekuk para kawanan.

"Selamatkan para tawanan, biar Papi yang urus mereka disini!" perintah Demian kepada Alexa dan Jekey.

Mereka berlari menyusuri lorong gelap dan lembab. "Sudah mulai terang, kita harus bergegas!" seru Jekey.

Sesampainya disana mereka dihadang oleh beberapa penjaga tawanan. "Ah, paling malas meladeni bandit kelas teri!" seringai Jekey dengan santai membalas serangan para penjaga itu hingga mereka keok dalam waktu singkat.

Alexa mengambil kunci dari kepala penjaga yang sudah terkapar dibantai oleh Jekey. Kemudian bergegas membuka terali besi yang mengurung para sandera.

Bukan main bahagianya mereka begitu melihat Alexa baik-baik saja. Terlebih dia datang bersama Jekey.

"Jeki...! Kamu masih hidup...!!!" seru Abi berhamburan memeluknya.

"Ini baru Abi yang asli..." desah Jekey ketika mendengar lagi namanya disebut Jeki.

"Terimakasih Jek!" ucap Dirman sambil menangis haru.

Sementara Ningsih menangis tersedu-sedu dalam pelukan Alexa. "Kalian baik-baik saja?" pertanyaan Alexa membuat mereka bingung. Seolah gadis itu baru bertemu dengan mereka.

Barulah mereka menyadari baju yang dikenakan Alexa berbeda dari sebelumnya. Jekey terkekeh melihat ekspresi wajah mereka semua.

"Ah, ternyata yang sama kita dari tadi tuh Alisa..." Suara tawa Ningsih berbaur dengan tangisnya.

Para sandera akhirnya bebas, Alexa dan Jekey menggiring mereka keluar untuk berkumpul dengan yang lainnya.

Abi tercekat melihat kembaran palsunya itu sudah terikat tak berdaya. "Kok ada ya orang yang mirip banget? Apa ibu dulu melahirkan anak kembar, Pak?" Pertanyaan Abi sontak membuat mereka tertawa disela lelahnya membekuk puluhan bandit.

"Operasi plastik Abi..." jawab Alexa sambil tertawa.

"Wah, hebat!" serunya lagi-lagi membuat mereka terpingkal.

Setelah satu jam menunggu Cakra datang bersama puluhan polisi. Sebelumnya dia diajak Alexa untuk mengetahui lokasi markas itu dan menyuruhnya membawa polisi tiga jam setelah dia sampai di kota. Agar tidak ada kericuhan yang akan membuat operasi Kendi gagal total.

"Dasar adik durhaka!" umpat Ronald yang tiba-tiba muncul bersama para polisi tersebut.

"Kenapa kau bisa ada disini?" tanya Kendi dengan wajah tidak senang.

"Aku dihubungi pihak kepolisian untuk mencari para sandera, malah kau menyabotase pekerjaanku!"

Demian mendekati Ronald, "Bang, kami ngaku salah! Sebagai gantinya ayo kita cari lahan disini untuk investasi. Anggap aja itu permintaan maaf adikmu!"

Wajah Ronald langsung berbinar, "Ah, gak usah begitu. Aku jadi tidak enak, hahaha!"

Mata kendi menyipit, "Dasar matre!"

Alexa hanya menggeleng geli melihat tiga orang paruh baya itu yang selalu terlibat percekcokan mulut.

Para penjahat itu sudah berhasil digiring keluar dari markas terkutuk itu. Tiga sniper Jekey yang di kurung di tempat terpisah sudah berhasil bebas.

"Padahal aku sudah sampai di semak berduri ini, tapi gak berhasil masuk!" desah Alexa.

Jekey tersenyum lirih merangkul tubuh kekasihnya itu. "Terima kasih, Sayang. Aku gak nyangka kamu bisa mengurus ini sendiri..."

Alexa tersipu malu, "Jangan bilang Terima kasih Ren, itu akan membuat rasa bersalah ku semakin terasa."

"Kau sudah melakukan yang terbaik, terlepas dari tindakan gegabah kamu itu. Tapi aku merasa sedikit terhina karena kau telah mencurigaiku."

Alexa terkekeh, "Maaf-maaf! Aku cuma kehilangan akal sehat untuk berfikir jernih waktu itu. Yang ada dalam pikiranku hanya ingin membuktikan segalanya.  Sampai terkahir aku berhadapan dengan bedebah itu aku masih berfikir itu kamu."

Jekey menarik nafas panjang, "Ya, memang dia pemain teater yang handal menirukan orang lain bahkan dia pandai menirukan suara. Tapi aku baru tau kalau dia itu suami Seina."

"Jangan sebut lagi namanya, aku jijik!"

Jekey terpingkal, "Iya Sayang... Maaf ya..." Jekey merangkul tubuh Alexa sepanjang jalan menuruni bukit itu.

Obsession Of Love Where stories live. Discover now