Dalang yang tak terduga

43 22 67
                                    

Tak lama Abi mendekatinya dengan gaya seperti ular meliuk-liuk agar tidak ketahuan. "Sandra..." panggilnya setengah berbisik. Alexa tak menggubris panggilan Abi, dia kembali mendongak namun sudah tidak ada siapapun disana.

Penasaran dengan penglihatannya, Alexa bergegas beranjak dari sana. Namun Abi menahannya, "Mau kemana? Jangan bertindak sendirian siapa tau mereka berbahaya."

Mendengar pernyataan Abi, dia menyadari pemuda itu tidak tau tentang Jekey tadi. "Berarti dia nggak tau Bos itu adalah Ren."

Alexa memilih untuk pergi dari sana, menerobos pekatnya malam bersama Abi di hutan tersebut. Sepanjang jalan dia terus memikirkan ucapan Jekey tadi. "Bagaimana bisa dalang dibalik ini semua adalah dia? Jadi untuk apa dia melakukan penjebakan? Tunggu! Apa ini alasan mereka tidak muncul? Bukan karena salah satunya tertembak, tapi dia tidak mau kedoknya terbongkar..."

Tiba-tiba Abi membuyarkan pikirannya, "San, lihat!" Ternyata mereka sudah berhasil keluar dari hutan. Terdengar riuh suara memanggil namanya, Abi segera menarik Alexa untuk menuju arah suara.

Setelah mereka bertemu, Jekey dan yang lainnya berhamburan menghampirinya. "Kamu gapapa? Kamu darimana sih, Sayang? Kok bisa sama dia?"

Mulutnya seakan terkunci, batinnya masih syok mendapati si kekasih yang baru saja dimaafkan melakukan hal memalukan seperti ini. "Kenapa kau tega melakukannya, Ren?" rintihnya dalam hati.

Berbagai pertanyaan dari Jekey dan yang lainnya seakan tenggelam. Bahkan ketika Jekey berseteru dengan Abi, dia masih larut dalam tekanan batinnya.

"Alexa...!" Hana Menjentikkan jarinya.

Alexa baru tersadar lalu menjawab dengan tatapan kosong, "Hem..." Raut wajah sedihnya terpantul dari cahaya rembulan yang seakan tengah larut dalam atmosfir hatinya yang sendu.

"Kenapa lo melamun, Jekey sama Abi lagi adu jotos..."

"Gue cape," Alexa mengayunkan langkah kearah jalan menuju desa.

Hana mengejar tanpa memperdulikan teriakan Ryo, entah kenapa Hana melihat raut wajah yang tak pernah dia lihat sebelumnya dari Alexa. "Ada apa dengan dia?"

Abi terus berteriak kepada Jekey, "Seharusnya kamu berterimakasih sama aku, karena sudah menolong Alexa...!"

"Lo pikir gue bakal percaya begitu saja?"

"Tanya langsung sama orangnya!" Abi menoleh kearah Alexa berdiri namun gadis itu sudah mendahului mereka. "Loh, kemana dia?" Abi mendadak kebingungan.

Jekey tak menggubris Abi lagi, dia berlari menyusul Alexa. "Sayang, apa bener kamu ditolong sama dia?" tanya Jekey setelah berhasil mengimbangi langkah Alexa.

"Hem..." Hanya gumamam pelan yang keluar dari mulutnya.

Jekey merasa heran dengan tingkahnya, kemudian bertanya, "Kenapa kamu jadi aneh begini? Kamu diapain sama dia?"

Alexa menjawab dengan suara yang tak kalah pelan dari tadi, "Aku cape, kakiku sakit..."

Jekey baru menyadari gadis itu berjalan dengan kaki pincang, "Sini aku gendong..."

Alexa mendesah, "Nggak usah!"

"Sayang... Yuk aku gendong!" Jekey sudah berjongkok di hadapannya. Mau tak mau dia menuruti kemauan Jekey.

"Gimana cara kita pulang?" tanya Wahyu.

"Kenapa?" Rian balik bertanya.

Cakra menjawab, "Terlalu jauh dari tempat kita masuk tadi."

"Lah gimana ceritanya?" timpal Doni menanggapi jawaban Cakra.

"Kita 'kan masuk terlalu dalam ke hutan, karena mencari mereka tadi..." Kali ini Wahyu yang memberi pengertian.

"Hadeh...!" desah Rian.

Alexa tak menggubris setiap keluhan mereka, dia bersandar di pundak Jekey dengan perasaan hancur lebur. "Hangatnya..." desahnya dalam hati, "Kenapa kau melakukan ini Ren? Aku harus gimana sekarang? Apa tujuanmu sebenarnya? Kenapa kau tega meneror dan merugikan penduduk pulau ini? Apa ada hubungannya sama bisnis yang mau kau rintis? Tapi alangkah hina cara kamu membasmi saingan..." 

Bukan cuma badannya yang terasa remuk redam, tapi juga hatinya. Dia merasa hilang arah dan tujuan. Hatinya berkecamuk dengan luka yang berbeda kali ini. Namun dia tak punya daya untuk meraung dan menodongkan pistol kepada pemuda yang tengah menggendongnya sekarang ini. Dia merasakan kesunyian yang dalam pada dinding hatinya yang baru saja terukir nama Jekey dengan indah.

***

Untung saja penduduk desa tempat mereka menemui jalan keluar ada yang memiliki mobil pickup. Jadi mereka bisa pulang kerumah tanpa kesulitan.

Jam dinding terpatri diangka sebelas, Alexa hanya merenung dan merenung tanpa henti. Bahkan dia tidak terlalu menghiraukan apa yang dia makan dirumah warga yang mengantar mereka tadi.

"Sayang, bersihkan badan dulu. Habis tuh langsung tidur. Kamu kelihatan cape banget..."

Alexa beranjak seraya menatap wajah Jekey dengan tatapan sendu. Tak pelak dia menjadi salah tingkah, "Kamu gak berniat ngajak aku bercinta malam ini 'kan?" tanyanya dengan nada ragu.

Alexa masih memandang dalam ke mata Jekey, kemudian dia bertanya dengan intonasi lemah "Kamu kemana tadi?"

Jekey terhenyak, "Kok, jadi nanya aku kemana? Seharusnya aku yang nanya, kok kamu bisa tersesat?"

"Aku ngejar kamu pas kamu berlari mengejar sesuatu..."

"Jadi kamu tadi ngejar aku?"

"Hem..."

Jekey ingin memeluk Alexa namun gadis itu menahannya. Dia tak melepas tatapan lekatnya kepada Jekey. "Kamu ngejar siapa?"

"Aku liat sekelebat orang kayak lari karena kepergok tapi aku kehilangan dia. Terus aku balik lagi meskipun sempat kesulitan karena gak hapal medan."

Alexa mengernyitkan dahi kemudian berbalik menuju kamar mandi tanpa berkata apapun. Jekey merasa bingung dengan sikap Alexa. Namun dia memilih membiarkan dulu sampai Alexa mau berbicara.

Malam itu rasa sedih dan lelah membaur jadi satu dalam hatinya. Alexa tertidur pulas meskipun Jekey mengobati luka di kakinya. Paginya Alexa menatap sendu pada perban yang pastinya dipasang oleh Jekey pada lukanya.

"Aku sedih Ren... Aku nggak tau harus bersikap seperti apa padamu." Air matanya menetes memberi rasa sakit itu semakin perih.

Tak seperti biasanya bila mendapatkan fakta penting, meskipun  yang tengah dihadapinya adalah Jekey. Dia tidak akan segan melepaskan tembakannya seperti yang dia lakukan saat tengah dirasuki api cemburu.

Kali ini Alexa merasa hatinya pilu. Alih-alih perasaan marah, dia lebih merasakan ratapan kesepian dan perasaan sedih yang dalam.

Tak lama Jekey masuk seraya membawa secangkir kopi panas dan roti bakar. "Kamu sudah bangun, Sayang."

Alexa buru-buru menetralkan hatinya sebelum menjawab, "Iya, baru aja."

Melihat Alexa sudah mulai cerah kembali, Jekey tersenyum lebar. "Maaf untuk yang kemarin, aku gak tau kalau kamu ikut ngejar."

Alexa tersenyum tipis, "Gapapa, aku cuma syok kemarin, untung ada Abi. Kalau tidak aku nggak tau mau ngapain."

"Jadi dia beneran nolong kamu?"

"Iya, kami sempat menemukan pondok. Tapi nggak ada siapapun disana."

Jekey mengernyitkan dahi, "Pondok?"

Alexa mengangguk, "Hem... Sepertinya ada yang mencurigakan. Tapi itu cuma pondok biasa..."

"Dimana letaknya?"

"Kayaknya nggak jauh dari tempat kita terakhir berdiri. Cuma agak menurun kebawah," jawab Alexa seraya menyeruput kopi dengan  tenang.

Jekey berseru dengan semangat, "Ayo kita kesan!"

Tak pelak Alexa tersedak dan menyemburkan kopinya.

"Pelan-pelan dong Sayang, panas itu..."

Alexa mendadak gelagapan, "Ah iya..." Lidahnya memang terasa melepuh tapi bukan itu yang membuat dia tersedak. "Apa rencanamu kali ini, Ren?" gumamnya dalam hati.

Obsession Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang