Penelusuran pertama

53 21 51
                                    

Setelah tidur sampai lewat tengah hari, mereka melanjutkan Misi lainnya.

"Kenapa harus bawa gaet sih?" seloroh Hana ketika harus patroli di kawal oleh Wahyu.

"Hehe, saya hapal pulau ini..." cengirnya.

"Bakal nambahi beban ini, si Ren ada-ada aja deh!" keluh Hana.

"Sudahlah Sayang... Lagian dia lucu kok!" Ryo mengembangkan senyum ramah kepada Wahyu.

"Makasih, Mas..."

Ryo terpingkal, "Baru kali ini ada yang manggil gue Mas..."

"Saya orang Jawa soalnya, hehe..."

"Kamu asli sini?" tanya Hana.

Wahyu menjawab, "Iya, sekitar tahun 80an orang tua saya di oper kesini sama pak Dirman dan ketua RT."

"Jadi Pak Dirman itu memang asli sini, ah maksud gue dia sudah lama banget disini?"

"Jelas dong, karena memang datangnya bareng sama bapakku..."

"Jadi kalian memang lahir disini?"

"Iya, saya sama Abi itu kelahiran sini. Kalau Cakra sama Ningsih masih kelahiran tempat asal mereka. Tapi mereka dari SD sudah pindah kesini."

"Oh jadi gitu..." Hana mengangguk, "Kecil kemungkinan kalau Abi dalang dibalik semua ini, kalau memang dugaan Jekey tentang Adik Yongki itu benar." Hana berujar dalam hati.

"Kalian gak bosan tinggal di pulau kayak gini?" tanya Ryo menimpali obrolan mereka.

"Ya... Mau gimana lagi, saya bahkan cuma sekolah sampe SD."

"Kenapa kalian mau tinggal disini? Padahal di Jawa lebih enak bukan?" telisik Ryo.

"Kata Bapak, waktu diajak pindah ke sini bakal ada rumah dan sepetak sawah juga ada penyuluhan tentang cara mengembangkan pertanian dan ladang. Tapi bapak memang nggak bakat jadi petani. Kami selalu gagal panen, kalau pak Dirman dia menanggung biaya rumah sakit istrinya karena sakit parah waktu itu. Jadi sawahnya di jual..."

Hana mengangguk kemudian menjawab, "Oh gitu..."

"Aku sama Abi itu bekawan sudah lama, kami sering ikut nelayan ketengah laut. Cuma untuk bertahan hidup, kami terbilang pemuda paling payah di pulau ini. Sebab itu Abi nggak berani menyatakan cinta sama Ningsih. Karena Ningsih anak saudagar, mana mungkin dikasih restu."

Hana mengernyit heran, "Lo yakin Abi suka sama Ningsih?"

"Dari zaman sekolah pun! Abi 'kan sempat sekolah SMP..."

Hana dan Ryo saling berpandangan. Kemudian Hana kembali bertanya, "Tapi sejak Alexa datang, Abi jadi suka sama Alexa?"

"Itu dia yang saya jadi aneh, sebelum Ningsih ulang tahun Abi sempat bilang pengen kasih kado yang bagus tapi gak ada uang. Dia bilang mau menyatakan cinta kalau panen tahun ini berhasil menghasilkan banyak uang."

"Kapan Ningsih ulang tahun?" tanya Hana dengan cepat.

"Bulan dua kemarin..."

Tak ayal Hana tersentak, "Gak mungkin secepat itu dia malah berpindah hati ke Alexa 'kan?"

"Aku juga heran, kenapa Abi bisa berubah secepat itu..." ujar Wahyu.

Kondisi itu seketika menjadi masalah rumit atas dugaan Jekey tentang Abi, "Dia pasti bekerja untuk adiknya Yongki, gue rasa Ningsih tau sesuatu, sebab itu dia sering memantau Abi." Hana mendadak teringat akan ucapan Jekey kemarin. "Tapi masa iya, dalam waktu satu bulan dia udah bisa mengimbangi Ren..." telisik Hana dalam hati.

***

Dilain tempat, Rian berkelompok dengan Doni dan Cakra, "Anak ini lagi, kenapa sih harus banget ada lo?" sungut Rian.

"Disuruh Big Bos, hehe... Karena kalian nggak bakal nyesel kok ngajak aku."

"Huft...! Karena yang kita hadapi Demit, jadi di pikiran Ren itu nggak terlalu berbahaya..." sela Doni seraya rebahan di kasur tipis yang dia bawa dari rumah untuk berbaring di bak pickup.

"Kenapa sih lo, terobsesi banget pengen jadi Mafia?" tanya Rian.

"Karena mereka keren pas balapan, aku kalah terus hehe..."

"Mangkanya jangan sombong!" sahut Doni dengan suara malas.

"Aku cuma agak gak tau diri aja, nggak sombong kok! Derajatku sekarang setara sama Wahyu..."

"Anak ingusan itu, lo jadiin saingan. Pantas nggak maju-maju..." komentar Doni cuek.

"Sudah, tidur aja lo! Ribet amat..." sela Rian.

Penyelidikan mereka cukup banyak menemui kendala, dari medan yang sukar dijangkau dengan mobil, sampai sulitnya para warga dimintai keterangan. 

Akhirnya mereka bertemu di titik start saat berpisah. Yaitu titik pusat pulau itu yang mereka sebut dengan kota pusat.

"Seharusnya kita pergi naik motor..." sela Ryo seraya menyeruput kopinya.

"Besok kita lakukan pencarian pake motor," cetus Jekey.

Alexa menarik dalam hisapan rokoknya, "Sebaiknya kita nggak usah berpencar, kita teruskan dititik tadi."

Jekey mengerutkan dahi, "Apa yang kamu temukan Sayang?"

"Ehem..." sela Rian menginterupsi sebutan Jekey.

"Iya maaf... Gue kelepasan..."

"Kurang profesional kepala geng kita ini!" sela Ryo.

"Halah kalian ini, biarkan saja sih! Lagian ini bukan Misi resmi, ngapain ribet masalah panggilan..." sela Hana, menjadikan energi positif buat Alexa, "Lo memang paling pengertian," seloroh Alexa seraya mencubit pipi sahabatnya itu.

Hana mengaduh, "Jangan maen cubit juga, kali..."

Si pemilik warung kopi menimpali obrolan mereka, "Ibu dengar soal Misi tadi, apa kalian lagi menyelidiki yang lagi heboh di pulau ini?"

"Hem, ada apa Bu..." tanya Jekey.

Wanita paruh baya itu menjawab, "Ada warga yang hilang, apa kalian tau?"

Mereka kompak saling berpandangan, "Hilang? Anak-anak atau dewasa Bu?" tanya Rian.

Ibu itu menjawab dengan suara pelan, "Namanya Sanusi, dia hilang waktu lagi cari kayu bakar di bukit sana..." Wanita itu menunjuk arah yang disebut Alexa tadi.

"Bukit itu..." Jekey menelisik pada penemuannya di hutan bersama Dirman waktu itu. "Apa bukit disini bisa tembus ke segala penjuru Bu?" tanyanya kemudian.

"Kurang tau Dek, tapi desas desusnya sih iya..."

Alexa memberi kode pada Jekey, bahwa titik itu merupakan tempat yang paling dia curigai berdasarkan penuturan salah satu penduduk yang dianggapnya mencurigakan di dekat bukit tersebut.

"Terima kasih banyak untuk informasinya Bu..." ucap Jekey seraya menyeruput kopinya.

"Jadi malam ini kita lanjut?" tanya Rian.

"Lanjut..." sahut Jekey.

Ibu itu langsung mencegah, "Jangan malam-malam, daerah itu terkenal angker dari dulu. Sepertinya para penunggu pulau ini lagi meminta tumbal, biasanya memang ada saja yang jadi korban setiap tahunnya. Tapi tahun ini benar-benar parah!"

Tak ayal Alexa dan Rian saling memandang, mereka otomatis saling memberi isyarat untuk sesama golongan penakut. Sampai Alexa tanpa sadar menghisap rokoknya secara bertubi-tubi dengan bibir gemetar.

"Tenanglah Sayang, itu cuma kebetulan saja."

"Apanya yang kebetulan, jelas cerita ibu ini nggak ada hubungannya sama skenario kita..." jawab Alexa berbisik di telinga Jekey.

Kekhawatiran kembali menyergap Jekey, akal sehatnya menolak fakta sesuatu hal yang mistis. Dia terlalu realistis dalam menyingkapi suatu masalah. Selalu ada penjelasan logis untuk setiap kasus yang dia hadapi. Namun berbeda dengan Alexa, gadis itu tak bisa memikirkan sesuatu dengan sudut pandang yang masuk akal, bila sudah berhubungan dengan hal berbau mistis.

Obsession Of Love Where stories live. Discover now