Bab 26 saudara Kiara

219 44 0
                                    

_𝖘𝖊𝖑𝖆𝖒𝖆𝖙 𝖒𝖊𝖒𝖇𝖆𝖈𝖆_

Natya dan Adnan semalam terlelap disofa suatu rumah di desa Linblim, dimana lagi jika bukan rumah cucu nenek penyihir. Natya yang terbangun lebih awal tidak terkejut jika dirinya sudah berada dirumah bocah itu. Natya segera membangunkan Adnan yang belum sadarkan diri.

"Adnan bangun!!" Tangannya menggoyang-goyangkan tubuh lelaki itu agar terbangun.

"Adnan!!" Tangannya masih saja menggoyang-goyangkannya.

Tak lama lelaki itu membuka kelopak matanya pelan. "Iya-iya!" Namun saat sadar bahwa dirinya berada ditempat berbeda, membuatnya langsung melotot tak percaya. "Kita dimana?"

"Nona dan tuan sudah bangun ya." Menampakkan makluk ras rubah merah berumur 10 tahun berdiri mengejutkan mereka. Melihat ekspresi terkejut dari Natya dan Adnan membuat anak itu tersenyum. "Maaf jika aku mengagetkan kalian."

"Ini dimana?" Adnan tak henti-hentinya keheranan.

"Ini rumahku tuan. Nenekku yang membawa kalian kemari semalam, aku juga tidk menyangka kalian tidur selama itu."

Adnan membelalakkan matanya. "Kau- kau cucu nenek itu?" Anak kecil itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Kereta kudaku?!" Adnan mengingatnya.

Anak kecil yang masih mengembangkan senyum pun menjawab. "Kereta kudanya sudah ada didepan. Bagaimana jika tuan dan nona sarapan disini sebelum pergi?"

"Tidak perlu!" Adnan tak mau lagi tertipu makanan yang bisa saja membahayakan dirinya.

Natya pikir perkataan Adnan terlalu kasar pada anak sekecil itu. "Maaf, tapi kami harus melanjutkan perjalanan, terimakasih atas tawarannya." Natya tersenyum kearah anak tersebut membuat anak itu mengangguk paham. "Ayo kita pergi!"

Mereka berdua bangkit dari sofa menuju luar rumah. Adnan merasa bersyukur bahwa kereta kudanya ikut bersamanya, walaupun bukan dia yang mengendarai. Kereta kuda yang terlihat sangat sederhana itu memiliki kenangan membekas dihatinya, sehingga dia tak akan menggantikan kereta kudanya dengan kereta kuda yang lain, jika memiliki uang lebih dia akan terus memperbaiki kereta kuda penuh kenangan itu.

Adnan tanpa pamitan langsung bergegas menaiki tempat duduk kusir. "Ayo!"

Natya menoleh pada anak kecil yang masih berdiri dipintu. "Terimakasi, ucapkan juga terimakasih pada nenekmu. Aku tidak sempat mengatakannya. Kami pulang dulu."

"Akan aku sampaikan pada nenekku, hati-hati diperjalanan nona."

Natya mengangguk dengan senyuman, memasuki ruangan kotak tersebut. Sebelum Natya menutup pintunya, dia menyempatkan diri melambaikan tangan pada anak kecil tersebut.

Adnan dengan segera memerintahkan kudanya untuk jalan dengan hentakan tali yang ia pegang. Kereta tersebut kini berjalan menjauhi perkarangan rumah cucu penyihir.

Setelah 5 menit perjalanan, Adnan menghentikan kereta kudanya mendadak didepan kedai yang masih berlokasi di desa Linblim. Sedangkan Natya yang didalam langsung terjungkal, tidak tahu jika Adnan menghentikan keretanya, pasalnya jarak desa Linblim dengan istananya cukup jauh dan tidak memungkinkan Adnan berhenti secepat ini.

"Aduh!" Natya memegangi jidatnya yang terbentur alas kereta. Hal itu bertepatan dengan Adnan yang membuka pintu belakang kereta kuda.

Cahaya Transmigrasi✓Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora