Bab 46 makhluk tak kasat mata

155 29 4
                                    

_𝖘𝖊𝖑𝖆𝖒𝖆𝖙 𝖒𝖊𝖒𝖇𝖆𝖈𝖆_

Natya merenung dalam-dalam, menggumamkan doa-doa dalam hatinya sembari menunggu Adnan kembali dengan ramuan yang sangat dibutuhkan. Kegelisahan dan keraguannya terus mengganggu pikirannya, tetapi dia tahu bahwa mereka harus berjuang dan mencari cara untuk melawan makhluk tak terlihat yang semakin mengintai.

Sambil menunggu, Natya berusaha untuk tetap tenang dan fokus, mencari cara-cara yang mungkin dapat membantu mereka dalam situasi yang genting ini.

Dalam gusaran hatinya, tak lama Adnan tiba-tiba muncul dengan membawa tas selempang. Ia mendekatinya dan memegang tas tersebut. "Ka-kamu, membawanya?" Mata Natya seketika berbinar melihat tas selempang itu.

Adnan tifak mengatakan iya. "Aku tidak mungkin meninggalkan kereta kudaku, kereta itu sangat berharga bagiku."

Namun Natya tidak memperdulikan ucapan Adnan, dia lebih memilih mengambil tas selempangnya. "Syukurlah." Natya membuka tas selempang tersebut yang masih utuh memperlihatkan ramuan berwarna ungu di dalam botol kaca. Seketika pandangannya langsung beralih kepada Adnan dengan ekspresi wajah serius. "Bagaimana cara menggunakannya?"

Ditanya seperti itu Adnan hanya mengendikkan bahunya, ia juga tidak mengerti bagaimana harus menggunakan ramuan itu, dia sendiri tidak mengikuti petualangan mereka untuk membuat ramuan itu. Dan ternyata jawaban tersebut membuat Natya makin frustasi, percuma juga bahwa dia memiliki ramuan tapi tidak tahu menggunakannya.

Melihat wanita berambut putih di depannya berdiam diri, Adnan mencoba bertanya. "Apa yang dikatakan nenek penyihir itu setelah memberikan ramuan itu padamu?"

Namun pertanyaan Adnan membuat ingatan tentang ramuan itu muncul. "Ya benar! nenek penyihir itu sebelum pergi meminum ramuan ini dengan larutan batu merah, setelah itu dia menghilang begitu saja meninggalkan kami." Senyuman mendominasi bibirnya. "Mungkin cara menggunakan ramuan ini sama seperti yang digunakan nenek penyihir itu dengan cara diminum! Kamu mau mencobanya dulu Adnan?"

Adnan tersentak mendengar kalimat itu, dia melototkan matanya dengan jari telunjuk yang menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Kau menjadikanku kelinci percobaan?"

"Bukan begitu maksudku! Jika aku yang mencobanya pertama kali, dan ternyata aku melihat mereka dalam bentuk yang menyeramkan. Apakah kamu tega membuatku gila? Aku sih tidak mau gila. Maka dari itu biar dirimu saja yang mencobanya, kamu kan pemberani, hebat, lagi pula kamu juga memiliki kekuatan itu, apa itu namanya? yang bisa mengendalikan benda itu?"

"Matter Bender," jawab Adnan dengan ekspresi datar.

"Iya, itu maksudku! Jika kamu melihat makhluknya begitu menyeramkan, Kamu bisa menceritakan padaku, dan kamu juga bisa melindungi dirimu sendiri, "kan? Apa yang harus dikhawatirkan?"

Adnan mengangguk-ngangguk. "Oh kau menjadikan diriku mangsa."

Natya melambai-lambaikan kedua tangannya. "Tidak, bukan itu maksudku! Aku hanya takut, dan belum siap melihat betapa menyeramkannya makhluk itu! Tolong mengerti yaa.."

Adnan tersenyum tipis melihat wanita berambut putih di depannya berlagak lugu layaknya anak kecil yang mengharapkan sesuatu. "Baiklah, tapi aku tidak mau meminumnya."

Kalimat itu membuat Natya kesal, matanya menatap tajam lelaki serigala di depannya. "Ah sudahlah! Aku besok mau tinggal bersama pangeran Victor saja! Dia lebih pengertian, lebih penyayang dan tentunya dia tidak mau aku gila gara-gara ramuan itu." Natya melangkah pergi dari ruangan sembari mengibaskan rambutnya kearah adnan.

Cahaya Transmigrasi✓Where stories live. Discover now