Bab 43 rahasia Adnan

189 27 22
                                    

"kamu memang bisa merubah apapun sesuai keinginanmu, tapi kamu tidak akan bisa memaksakan hati untuk mencintaimu."

~Natya Bia Alexian~

_𝖘𝖊𝖑𝖆𝖒𝖆𝖙 𝖒𝖊𝖒𝖇𝖆𝖈𝖆_

Natya merasa khawatir saat melihat semua rakyatnya berkumpul di tempat pengungsian, namun ia merasa ada yang kurang. Di mana para selir yang berada diruangan lain dalam istana? Dan mengapa para putri lainnya tidak ada ditempat pengungsian?

Ia memutuskan untuk bertanya kepada Raja Snothy, yang terlihat tegang dan tidak sabar. "Ayah, apa yang telah terjadi dengan para selir dan para putri lainnya. Mengapa aku tidak melihat mereka disini?"

Raja menoleh dengan ekspresi serius. "Kamu tahu, Rubliena, batu merah itu sangat berharga dan berkuasa. Dan Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan."

Awalnya Natya tidak paham, namun Natya merasa semakin marah dan kecewa ketika Raja Snothy tampak lebih memprioritaskan batu merah daripada keselamatan para selir dan putri lainnya. Rasa frustasinya pun semakin bertambah. "Maksudnya, ayah meninggalkan mereka semua diistana?"

Raja dengan dinginnya menjawab. "Aku pikir kamu sudah tahu, Rubliena. Batu merah itu segalanya bagi kerajaan kita. Aku hanya berpikir seperti ini karnamu, kau sendiri yang tidak memberikan batu itu padaku. Untuk apa aku membawa mereka kemari? Selir dan putri yang lain bisa mengurus diri mereka sendiri."

Raja melangkah meninggalkan putrinya yang masih terdiam. Natya merasa tidak percaya dengan kata-kata Raja Snothy. Rasa marahnya semakin memuncak karena Raja tampaknya mengutamakan batu merah di atas nyawa dan keselamatan seluruh penduduk kerajaan, termasuk selir dan putri lainnya. Ia merasa kecewa dan kesal karena sikap egois Raja.

Jangan percaya siapapun termasuk ayah!

Kalimat tersebut kembali terngiang di dalam benaknya. "Tunggu, kalimat itu bukan ditulis Putri Rubliena. Berarti Adnan tahu apa yang sebenarnya terjadi." Natya menghela nafasnya sejenak dan mencari keberadaan Adnan di dalam pengungsian.

Namun ternyata, di tengah keadaan yang penuh kekacauan, Natya mendapati Adnan sedang berbincang serius dengan para pengawal lain, memberikan arahan dan petunjuk dengan tegas kepada mereka untuk mengkoordinir penduduk yang mengungsi ke tempat tersebut.

Natya merasa lega melihat Adnan begitu berdedikasi dalam melindungi rakyat dan mengatur keamanan mereka. Ia mendekati Adnan yang sedang sibuk tersebut dan memanggilnya dengan suara keras. "Adnan!"

Para pengawal dan rakyat yang berada di sekitar Adnan segera menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada putri yang baru datang.

Adnan pun juga ikut menundukkan kepalanya. "Ada apa, Putri?" Ucapnya dengan penuh hormat, tetapi tetap menjaga kewaspadaannya terhadap situasi sekitarnya.

"Bisakah kamu ikut denganku sebentar saja?"

Adnan mengangguk setuju. Natya segera memimpinnya ke suatu tempat, memastikan bahwa perbincangan mereka tidak akan terdengar oleh siapapun. Adnan hanya mengikuti Natya tanpa banyak pertanyaan, hingga akhirnya Natya menghentikan langkahnya di sebuah ruangan kosong yang sepenuhnya sepi, tidak ada makhluk lain kecuali mereka berdua. Natya berpaling padanya dengan serius.

Adnan langsung memotong wanita itu yang hampir mengeluarkan suara. "Kau akan berbicara tentang sesuatu yang sangat rahasia, bukan? Lebih baik kita tidak berbicara di sini, tempat ini bergema dan tidak aman."
Adnan melanjutkan langkahnya menuju rooftop, dan Natya mengikutinya dengan cermat. Rooftop tersebut cukup luas, karena sebagian ruangan di dalamnya digunakan untuk tempat pengungsian para rakyat. Adnan membuka pintu menuju rooftop, dan Natya melihat pemandangan salju yang tebal menutupi permukaannya.

Cahaya Transmigrasi✓Where stories live. Discover now