45 - Pindahan 2

26.6K 4.2K 5.2K
                                    

Vote dulu ya sebelum baca 💗 komen di setiap paragraf biar gemes 🌷💗 happy reading 🌹

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote dulu ya sebelum baca 💗 komen di setiap paragraf biar gemes 🌷💗 happy reading 🌹

❤︎❤︎❤︎

"Ini berat, biar aku aja." Caka menahan Alana yang berniat mengangkat sebuah laci kecil. Padahal Alana bisa mengangkatnya, namun sedari tadi dia dilarang ini dan itu. Entah oleh Caka, Alvarez, Dhaziell, bahkan Bilal.

"Gunanya aku terus apa kalau ini itu nggak boleh?" keluh Alana kesal.

"Lo susun bunga di vas aja. Angkat barang urusan laki-laki," sahut Alvarez.

Alana pun mengarah ke dapur, tepat berdiri di depan meja pantry. Terdapat beberapa vas dan berbagai macam bunga palsu yang belum dibuka bungkusnya. Dia mulai membuka satu per satu, memasukkannya ke dalam vas hingga tersusun dengan rapi.

Semua sibuk hingga tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Jangan tanya bagaimana lelahnya semua orang di sana. Alvarez merebahkan tubuhnya di sofa dengan satu kaki yang ia angkat naik ke atas. Bilal dan Dhaziell duduk satu sofa dengan posisi sama-sama menyandarkan punggung mereka. Sedangkan Caka duduk di samping Alana dengan menyandarkan kepalanya pada pundak gadis itu. Caka cukup kesal, untuk apa dia capek-capek membantu Dhaziell?

Dhaziell tidak henti-hentinya melirik tajam Caka yang seenaknya bersandar pada Alana. Dada Dhaziell bergemuruh menahan marah, dia sangat jengkel.

Alvarez yang asik termenung menatap langit-langit rumah Dhaziell berceletuk. "Gue nggak nyangka bakal kumpul formasi lengkap gini. ABC, ditambah Kak Ziell dan Alana. Kalau dipikir-pikir gue nggak punya teman selain kalian."

Fokus Dhaziell baru terbelah, dia tergelak mendengar ungkapan Alvarez. "Karena lo nggak mau buka celah buat orang lain masuk jadi teman lo."

"Bukan nggak mau buka celah, mereka aja yang nggak mau berteman sama gue," bantah Alvarez.

"Lebih ke takut, sih, menurut gue. Mulut lo pedasnya bisa ngalahin bon cabe level 50," sambung Bilal.

"Ngarang!" Alvarez tidak terima, meski kenyataannya ucapan Bilal akurat 100%. Tidak mau jelek sendirian, Alvarez menunjuk Alana. "Dia juga tuh nggak punya teman."

Mata Alana menyipit, "Gue diam ikut diseret-seret."

Dhaziell tertawa jenaka, Dia jadi bernostalgia. Dulu saat kecil mereka bertiga tidak terpisahkan. Sepulang sekolah selalu bermain bersama, entah itu di rumah Dhaziell, Alvarez, atau pun Alana. Dulu juga sering tidur bertiga bersama. Alana pasti di tengah, sedang Alvarez dan Dhaziell di pinggir ranjang. Dhaziell mengenang memori lama itu, "Kayaknya baru kemarin kita bertiga sering menginap dan tidur bareng."

Alvarez mengangguk setuju, "Setelah itu lo pindah ke luar negeri tinggalin gue dan Alana. Dulu Alana nangis terus."

"Emang iya?" tanya Dhaziell kepada Alana memastikan langsung.

Strawberry Cloud [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang