46 - Not Your Fault

26.8K 3.9K 5.2K
                                    

Vote dulu ya sebelum baca 💗 komen di setiap paragraf biar gemes 🌷💗 happy reading 🌹

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote dulu ya sebelum baca 💗 komen di setiap paragraf biar gemes 🌷💗 happy reading 🌹

❤︎❤︎❤︎

Sepanjang perjalanan, Caka sama sekali tidak bergeming. Lelaki itu gemetar sembari menahan air mata agar tidak luruh di kedua pipinya. Pikirannya masih tertinggal dengan apa yang terjadi tadi. Perasaan Caka kalut setelah Dhaziell menuduhnya hendak membunuh Alana, bahkan dia pasrah menerima pukulan Dhaziell dan tak melawan sama sekali karena shock. Caka tidak mungkin mau membunuh Alana.

Tapi di lain sisi Caka merasa seperti orang bodoh karena tidak tahu Alana alergi buah persik. Bagaimana mungkin dia tidak tahu sedangkan Alana mengetahui semua tentangnya.

Angin malam hari itu menusuk kulit Caka. Jaket miliknya dia pakaikan kepada Alana agar sang gadis tidak kedinginan. Pelukan dari Alana yang duduk di belakangnya cukup menenangkan Caka, meski kondisi otaknya sama seperti benang kusut.

Sesampainya motor Caka di depan gerbang Alana, ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan Caka lupa meminta kembali jaketnya jika Alana tidak mengingatkan.

"Kak?" panggil Alana.

Caka tetap membisu, tak menjawab dan hanya diam menunduk. Karena tak mendapat respon signifikan, Alana melangkah mendekat, dia membuka helm Caka dan terperanjat melihat wajah Caka kebas akan air mata. Caka tengah menangis dalam diam.

Tatapan Alana menjadi sendu, kesedihan yang terpampang nyata di wajah Caka menular padanya. Alana mengusap lembut air mata kekasihnya, kemudian semakin dekat untuk merengkuh Caka yang masih setia berada di atas motor.

"Aku nggak ada niat nyakitin kamu, mana mungkin aku lakuin itu," lirih Caka.

"Aku tahu," bisik Alana tenang. Ia mengusap punggung Caka. Tubuh pria itu lemas, seolah tidak memiliki tenaga sama sekali.

"Alana," panggil Caka.

"Hm?"

"Aku bodoh banget nggak tahu kalau kamu alergi buah persik. Aku bodoh banget."

"Enggak, Kak. Kan aku nggak pernah bilang, selama ini kita berdua juga nggak pernah makan buah itu. I'm okay." Alana mengurai pelukannya, gadis itu memberikan senyum paling hangatnya kepada Caka.

"Tapi kalau kamu minum minuman yang aku kasih, kamu—" Alana meletakkan telunjuknya di bibir Caka guna menghentikan Caka menyalahkan dirinya sendiri.

"Besok kamu ada pertandingan, kan? Aku mau ikut boleh? Udah lama nggak lihat kamu balapan di sirkuit."

Caka menjawab dengan suara sumbangnya, "Kita belum selesai bicaranya. Jangan mengalihkan pembicaraan, Lan."

"Soalnya kalau nggak dialihkan kamu bakal terus-terusan nyalahin diri sendiri. Hal ini bukan masalah besar, Kak. Lagian salah Kak Iell juga, ngapain ada minuman persik di lemari es dia? Udah ah! Bahas yang lain." Alana mendadak sebal. Masalah kecil tidak harus menjadi besar, terlebih melihat Caka yang tidak berhenti merasa bersalah. Hal itu membuat Alana tidak nyaman.

Strawberry Cloud [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang