13

37.1K 2.1K 124
                                    

Vote dulu sebelum baca!

Kalau ada yang nanya, Kenapa sih up-nya lama banget? Itu karena aku nulis dadakan, dan aku nulis kalau otak aku juga mendukung, jadinya lama.

Kalau aku paksain buat nulis padahal lagi nggak ada ide, itu pasti bakalan jelek, dan mungkin kalian akan sulit mengerti tentang apa yang aku tulis atau sampaikan.

Jadi mohon sabar ya kalau aku up-nya lama, buat yang nggak sabar mending pergi aja.

Tandai typo.

Enjoy!

HAPPY READING

*****

Galen menggenggam tangan Zea, ia kemudian mencium lembut punggung tangan milik gadis itu. Zea baru saja diperiksa, namun dokter berkata jika keadaan Zea baik-baik saja. Lalu kenapa Zea bisa mimisan dan tidak sadarkan diri sampai saat ini?

Ia bahkan hampir menghajar dokter yang memeriksa Zea karena berpikir jika yang dikatakan oleh sang dokter adalah omong kosong.

Mana mungkin seseorang bisa dikatakan baik-baik saja jika ia baru saja mimisan dan sekarang sedang tidak sadarkan diri?

Untung saja Galen masih ingat tempatnya berada saat ini, jika tidak, dokter yang memeriksa Zea tadi pasti sudah babak belur.

Galen sudah memberitahu keluarga Zea jika sekarang ini Zea tengah dirawat di rumah sakit. Ia juga sudah memberitahu keluarganya sendiri tentang keadaan Zea, mungkin besok mereka akan menjenguk gadis itu.

Sedangkan Shaka dan Arista yang mendengar jika Zea tengah dirawat di rumah sakit sontak langsung meninggalkan pekerjaan mereka yang mungkin belum selesai dikerjakan.

Jarum jam menunjukkan pukul 20:38 WIB. Mungkin sebentar lagi calon ayah dan ibu mertuanya akan segera sampai, pikir Galen.

Beberapa menit kemudian, ruang rawat Zea dibuka, menampilkan sepasang suami istri yang menatap cemas kearah tempat Zea berbaring.

"Galen, Zea kenapa bisa kayak gini?" Tanya Shaka kepada Galen.

"Galen juga nggak tau om, Zea tiba-tiba mimisan terus pingsan waktu dibawa ke rumah sakit."

*****

Sudah terhitung tiga hari Zea tidak sadarkan diri, dan selama itu juga Galen selalu menjaganya sepulang sekolah.

Galen menjadi uring-uringan karena merindukan suara gadis itu. Setiap hari, ia selalu mengajak Zea berbicara walaupun sama sekali tidak ada jawaban.

Evelyn juga sempat menanyakan keadaan Zea kepada Galen. Gadis itu belum bisa menjenguk Zea karena harus pergi ke rumah neneknya yang sedang sakit keras.

Ngomong-ngomong, Evelyn sudah tau tentang hubungan Galen dengan Zea, jika ditanya dari mana ia mengetahui hal tersebut? tentu saja Evelyn mengetahuinya dari mulut ember Aiden.

Sekarang ini Galen tengah memandang wajah pucat Zea, ia menyentuh pipi gadis itu kemudian mengusapnya pelan dengan penuh kelembutan.

Galen menghela nafas panjang, "Kamu nggak capek tidur terus?"

"Emang lagi mimpi apa sih? Kayaknya seru banget sampai nggak mau bangun."

Galen kembali menghela nafas, ia kemudian berdiri lalu mengecup singkat kening Zea.

"Aku ke toilet dulu, ya." Galen melangkahkan kakinya menuju toilet yang berada di ruang rawat Zea.

Sedangkan disisi lain...

Zea membuka matanya dengan perlahan, ia kemudian terbelak ketika menyadari tempatnya berpijak saat ini.

Sebuah tempat yang hanya berwarna putih, tidak ada tanah maupun langit ditempat ini, semuanya berwarna putih. Hanya ada dirinya disini, sendirian.

Zea melangkahkan kakinya ke depan, ia bingung harus pergi ke mana. Zea tidak tau arah, ini membingungkan baginya.

Terus berjalan tanpa tujuan, Zea merasa jika ia hanya sedang berputar-putar ditempat ini. Zea Takut, Ia merasa frustasi, hampir mengeluarkan air mata.

Tiba-tiba, suara seorang perempuan menyapa indra pendengarannya, "Tolong aku, Zea."

"Tolong.."

"Tangkap dia yang sudah membunuhku."

"Tolong.."

Zea menengok ke segala arah, berniat mencari asal suara tersebut. Namun nihil, tidak ada apapun disini. Ia menjadi was-was, sebenarnya ini tempat apa!? Apakah ia sudah mati?

"Jangan mempercayai siapapun, Zea."

"Percayalah pada dirimu sendiri."

"Aku akan memberikan semua ingatanku padamu."

"Hukumlah dia yang bersalah."

Zea memegangi kepalanya yang terasa sakit, gadis itu berjongkok lalu menjambak rambutnya sendiri berharap jika rasa sakit di kepalanya akan segera menghilang.

"Kembalilah, Zea."

"Waktumu disini sudah habis."

Suara perempuan itu membuat kepala Zea menjadi semakin sakit. Ia menutup mata dan telinganya erat-erat lalu berteriak dengan kencang.

"ARGHH!!!"

Zea membuka matanya dengan nafas memburu, dahinya basah oleh keringat dingin, dadanya naik turun. Ia kemudian melihat sekeliling.

Krieet...

"Zea, kamu bangun!"

Pintu toilet dibuka dengan kasar oleh Galen, ia tadi sempat mendengar teriakan Zea dari dalam. Karena itu ia dengan cepat menyelesaikan urusan buang airnya.

Saat melihat Zea duduk dengan mata yang melihat kearahnya membuat Galen begitu senang. Namun rasa senangnya berubah menjadi cemas ketika melihat Zea yang memegang kepalanya sendiri dengan ekspresi kesakitan diwajahnya.

Ia dengan cepat menghampiri Zea, "Sayang, kenapa? Kepalanya sakit? Se-sebentar, aku panggil dokter dulu."

Galen panik, ia memencet tombol yang berada di atas brankar Zea dengan tergesa.

"Sakit, hiks."

Zea merasa jika kepalanya akan meledak saat ini, ingatan seseorang memenuhi kepalanya seperti sebuah kaset rusak.

Zea tau, ini ingatan yang Zeanna berikan kepadanya. Namun apakah rasa sakit di kepalanya tidak bisa dihilangkan saja? Ia merasa jika kepalanya akan segera meledak sekarang.

Demi apapun, ini sangat sakit! Zea ingin kembali pingsan saja jika begini.

*****

Aku laper, pengen makan Indomie pake telor.

Next? 70 comment.
Pendek banget yaa? Cuma 820 kata loh.

16, Juni 2023.
See you.

Tunangan Antagonis Novel Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora