38. Penyesalan Kadipta

438 43 4
                                    

Double Up!

Maaf klo ada typo

Maaf klo ada typo

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.







Sudah beberapa hari ini salah satu tetangga mencurigai gerak-gerik wanita yang mirip dengan Mama. Mereka menyapa namun tak pernah dibalas. Apalagi suami Mama yang tak pernah lagi menunjukkan keberadaannya.

Sampai pada malam tadi ia melihat Aliya berteriak meminta tolong namun warga belum berani bertindak dan memilih untuk menelpon polisi. Dan benar, semua warga terkejut ketika masuk dan mencium aroma busuk dari dalam. Ia juga mengamankan wanita gila itu. Wanita dengan nama Saras. Saudara kembar Sandra, Mama Aya dan Aliya.

Sekarang, Saras sudah diamankan ke kantor polisi. Polisi juga sudah mengevakuasi korban. Aya dan Dipta juga sudah datang dan tentu saja dengan Aya yang sangat terpukul dengan apa yang ia saksikan.

Di kantor polisi, Saras mengaku bahwa ia memang kabur dari rumah sakit jiwa. Ia ingin balas dendam karena Sandra dan suaminya telah membuat suami dan anak wanita itu tewas akibat kecelakaan.

Sementara Aya dan Aliya berada di rumah setelah jasad Mama dan Papa dikuburkan dengan layak. Garis polisi terpasang dan media berita berdatangan banyak sekali. Meminta Aya dan Aliya untuk berkata, namun mereka menolak dan memilih untuk masuk ke dalam kamar Aliya. Ayah dan Ibu Dipta juga datang untuk menemani menantunya.

Sementara Dipta berada di kantor polisi bersama Tama untuk mengurus Saras dan mengurus berkas tuntutan untuk wanita itu.

Aya meminta Aliya untuk makan. Tubuh adiknya terlihat kurus dengan mata panda jelas terlihat. Akan tetapi Aliya menolah. Ia tak nafsu makan sama sekali.

“Engga, Mbak. Nanti aja.”

“Kamu harus makan, Al. Mbak juga makan nih liat.” Aya menyuap nasi ke dalam mulutnya dengan menahan derai air matanya. Sia-sia saja. Pada akhirnya Aya meletakkan sepiring nasi dengan lauk ke atas meja. Ia hanya duduk berdiam dan melamun bersama dengan Aliya.

Rasanya masih tidak nyata. Kehilangan kedua orangtuanya sekaligus, padahal Aya belum mewujudkan mimpi Mama.

Kenapa Aya tidak sadar jika sejak di Villa itu bukan Mama, melainkan Saras. Seharusnya Aya sadar dan bercerita pada Dipta supaya semua ini tidak terjadi.

Aya kembali terisak. “Ini semua salah Mbak Aya. Tante Saras Dateng waktu Mbak Aya diculik ke Villa. Mbak Aya kira dia Mama, seharusnya Mbak Aya bilang dari awal. Ini semua salah Mbak Aya, Al.” Aliya masih bergeming dan tak mendengarkan ucapan Aya. Toh, percuma merasa penyesalan luar biasa jika Papa dan Mama sudah benar-benar meninggal.

“Yaudah, Mbak. Semuanya juga udah terjadi. Mau diperbaiki sedemikian hingga juga itu udah nggak mungkin,” tutur Aliya semakin membuat hati Aya sakit.

“Kamu boleh benci Mbak, Al.”

“Aku nggak akan benci siapa-siapa. Di sini aku akan benci diri aku sendiri. Seharusnya aku yang sadar dari awal. Aku yang ada di dekat mereka. Aku cuma cewek nggak berguna, nggak bisa jaga orangtua. Seharusnya dari awal aku yang telepon polisi. Mbak Aya juga nggak perlu nyalahin diri sendiri. Udah biar aku aja.” Aliya masih menatap kosong ke arah lantai.

Hingga Dipta dan Tama sudah kembali. Dipta menghampiri Aya dan Aliya. “Kenapa belum dimakan?” tanya Dipta ketika melihat piring dengan isi nasi dan lauk itu masih penuh.

Aya hanya melirik ketika Dipta memegang sebelah bahunya. “Aya.”

“Kamu enggak salah. Aliya juga,” kata Dipta sembari menatap keduanya.

“Semua udah diproses oleh kepolisian.”

“Percuma juga, Kak. Walaupun orang itu dapet hukuman, Mama sama Papa nggak akan pernah kembali.” Aliya menatap Dipta dengan tatapan sendu. “Seharusnya dia bunuh aku juga. Aku benci ngerasain kesedihan kayak gini.”

Aya mendorong bahu Aliya. “Kamu bilang apa? Dengan kamu mikir gitu semuanya bakal selesai? Kamu nggak mikir gimana nanti Mbak tambah hancur kalau kamu pergi, Al?” Aya menarik Aliya ke dalam pelukannya.

“Kamu masih punya Mbak di hidup kamu. Kamu bisa minta apapun, kapan pun, semau kamu. Mbak nggak mau kamu pergi juga, Al.”

Dipta mengelus punggung istrinya. Ia tak bisa menyuruh mereka untuk berhenti menangis. Tetapi Dipta selalu mengingatkan. “Jangan terlalu berlarut. Mereka sudah berada di sisi terbaik Allah.”

Dipta menghela napas panjang. Kemudian teleponnya berbunyi. Menunjukkan pesan dari seorang perempuan.

Anjani

Kamu harus tanggung jawab!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kamu harus tanggung jawab!

Remuk seketika hati Kadipta membaca pesan masuk dari Anjani. Pun dengan iringan isak tangis Aya yang semakin ingin mengutuk dirinya yang dipenuhi rasa penyesalan.

PLAK!

Sampai, tamparan Ibu mendarat panas pada pipi Kadipta, ketika tak sengaja melihat pesan pada ponsel putra bungsunya.











Sampai, tamparan Ibu mendarat panas pada pipi Kadipta, ketika tak sengaja melihat pesan pada ponsel putra bungsunya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

- Dayna

Jujur udh bingung sama jalan cerita ini, makin lama makin ngawur😭 but, aku akan tetap berusaha menyelesaikan kanagara. Terima kasih yang masih membaca cerita ini. Sehat selalu kalian❤️

Kanagara Ayadipta [Yerin - Younghoon] ✓Where stories live. Discover now