39. Not The Last

350 45 10
                                    

Wahhh pusing bestie😭🤣

Katanya, orang yang berbuat baik itu pasti akan mendapat banyak hal-hal baik juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Katanya, orang yang berbuat baik itu pasti akan mendapat banyak hal-hal baik juga. Pantas saja itu tak terjadi pada kehidupan Aya. Ia menyadari bahwa ia tidak sebaik itu sampai-sampai banyak sekali sesuatu yang menguji kehidupannya.

Tak sempat berucap apapun. Ia hanya bisa diam mendengar Mama Anjani meminta pertanggungjawaban kepada Dipta lewat telepon tadi. Ayah dan Ibu juga sama kecewanya. Sementara Aya memilih berdiam di kamar Aliya.

Ia masih berduka dan dukanya semakin ditikam sampai rasanya nyawa Aya berada di awang-awang. Ketika matanya mengarah pada jendela, bintik air hujan perlahan menempel pada kaca.

Aliya tertidur dengan paha Aya sebagai bantalan. Tangannya mengelus kepala adiknya sembari mendengar kemarahan Ibu dan Ayah untuk Dipta di luar kamar.

“Ibu itu kurang apa mendidik kamu?! Sekarang gimana? Kamu maunya gimana?!” Kecewa, sangat kecewa. Apalagi Dipta sudah menikah.

Di luar, Tama terduduk dan ikut menunduk mendengar kemarahan Om dan Tantenya. Ia juga sedikit gemas dengan Dipta yang tidak berkata apapun seakan semua yang terjadi adalah benar. Jika memang seperti itu, maka Tama akan sangat membenci Dipta.

Tak tahan lagi, Tama berdiri dan menarik kedua kerah kemeja lelaki itu. Satu bogeman Dipta dapatkan membuat Ibu berteriak dan Ayah mencoba menarik Tama.

“Lo tau? Gue sayang sama Anjani! Dan gara-gara dia masih cinta sama lo! Gue ngalah!” gertak Tama membuat Dipta menatap dengan tatapan tak menyangka.

“Semenjak gue SMA dan pertama kali gue kenalin lo sama Anjani. Itu sebenernya gue mau minta pendapat lo! Sebaiknya gue tembak Anjani jadi pacar gue atau enggak! Tapi lo malah pacaran sama Anjani! Bertahun-tahun gue tahan semuanya! Tapi sekarang nggak lagi! Lo brengsek, lo bajingan!”

“Kenapa cuma gue yang lo salahin! Coba lo tanya ke Anjani apa yang sebenarnya terjadi! Jangan jadi bodoh kayak gini! Gue udah nggak ada rasa lagi sama Anjani! Perempuan yang gue cintai cuma Aya! Bahkan dari SMA gue cuma suka sama Aya. Ini semua juga akal-akalan dia aja!”

Ibu kembali menampar Dipta. “Cukup! Kamu salah di sini! Tapi kamu malah mengelak semuanya! Udah cukup! Apa kamu nggak mikir perasaan Aya, Dipta?” air mata Ibu semakin bercucuran. Tangannya mencengkram kedua lengan putranya.

“Ayah sampai malu mendengar semuanya! Apa ini yang kami ajarkan padamu?!” kini Ayah mulai menyahut.

“Selama ini Ayah dan Ibu selalu mengajari kamu untuk menjadi lelaki yang bertanggung jawab dan tidak semena-mena! Tapi apa yang kamu lakukan?! Menghamili perempuan lain sementara kamu sendiri sudah beristri?! Di mana otak kamu? Di mana akal dan pikiran kamu Dipta?! Kamu bukan hewan! Kamu manusia yang masih bisa berpikir. Jika kamu tidak serius dengan Aya, dari awal lebih baik kalian tidak usah menikah!” Ayah menarik kedua lengan Ibu yang menangis.

Aya berdiri di depan pintu kamar Aliya. Ibu yang melihat langsung menghampiri menantunya dan menyatukan kedua tangan di hadapan Aya.

“Nak, maafkan Ibu. Ibu minta maaf atas semuanya.”

Aya menelan ludah dengan susah payah. Ia memegang kedua tangan ibu yang menyatu. Entahlah, Aya rasanya sudah tak bisa menangis lagi. Hatinya memang sakit, sampai ia hanya ingin pasrah setelah ini.

“Nggak perlu ada yang minta maaf. Mas, kamu harus tanggung jawab ke Anjani,” suruh Aya.

“Aku....., Nggak masalah kalau kamu nikah lagi sama Anjani. Aku yang mundur di sini.” Keputusan Aya membuat Ibu menggeleng.

“Tidak, nak. Wanita itu yang seharusnya mengalah. Bukan kamu.”

“Anjani sedang mengandung anak dari suamiku. Dan itu juga merupakan cucu kalian. Ibu, aku tidak akan ikhlas semudah itu. Aku bahkan benci dengan keadaan yang sudah terjadi. Rasanya sakit, sakit sampai sampai aku sudah tidak bisa barang sedikit mengeluarkan air mata. Kepergian Mama dan Papa adalah duka paling mendalam. Dan berita ini sudah membaur bersama duka yang aku rasakan. Jadi lebih baik di selesaikan saja secara bersamaan.”

Aya berjalan mendekat ke arah Dipta. “Mas, kamu boleh tanggung jawab. Aku enggak bakal ngelarang kamu. Tapi, setelah itu. Kita udah nggak bisa lagi sama-sama. Selama ini aku pikir ucapan kamu yang selalu bilang bahwa aku satu-satunya yang kamu cintai itu benar. Tapi nyatanya masa lalu tetap masa lalu. Walau kamu bilang aku cinta pertama, tapi tidak menutup kemungkinan ada cinta lain yang lebih membekas. Jika itu Anjani, maka aku yang akan mundur,” jelas Aya. Tatapannya sangat kosong. Seperti bukan Aya yang biasanya.

Ia sudah tidak memiliki daya dan kekuatan lagi untuk marah-marah. Semuanya sudah membuatnya hancur. Mulai dari masalah Dikta sampai masalah saat ini. Rintangan pernikahan, keluarga, membuatnya semakin tersadar, tak ada kehidupan yang baik-baik saja dan semulus jalan tol.

Aya pikir jika ia menikah dengan Dipta, ia bisa membalaskan dendam dan bahagia. Tapi malah hal itu merenggut nyawa Dikta dan Sonia. Pun dengan nyawa kedua orangtuanya.

Jika Tuhan mengizinkan. Aya ingin menukar nyawanya dengan mereka berempat. Ia selalu beranggapan bahwa kematian mereka adalah kesalahan yang telah ia perbuat. Ayah dan Ibu mertua kehilangan putra mereka. Mamanya Sonia kehilangan putri semata wayangnya dan teman di dalam hidupnya. Kemudian Aliya, adiknya kehilangan dunia yang paling ia cinta.

Sementara jika Aya merasakan kebahagiaan tanpa menoleh ke belakang. Mengingat apa yang telah terjadi, itu tidaklah adil. Mungkin hal ini adalah balasan Tuhan untuk dirinya. Dirinya yang jahat dan tidak memikirkan perasaan orang lain.

Jika sedari awal Aya tidak ada niatan balas dendam. Pasti ia tidak akan masuk ke dalam lingkaran kehidupan berantakan ini. Namun, andai tetaplah andai. Mungkin tetaplah mungkin.

“Aku mau kita hidup masing-masing setelah ini,” ucap Aya final berhasil meruntuhkan pertahanan Dipta. Mau sampai kapan pun, Dipta tidak ingin berpisah dengan Aya.

“Apa yang kamu bilang, Aya? Aku nggak mau pisah sama kamu. Percaya sama aku, sekali ini aja,” minta Dipta yang mencoba meraih tangan Aya.

“Aku hanya ingin percaya dengan diriku sendiri untuk sekarang ini. Jadi kamu nggak perlu menyuruh aku untuk membangun kepercayaan selain pada diriku sendiri dan Tuhan. Semakin aku percaya dengan orang lain, semakin sakit yang aku dapatkan. Kamu harus bertanggung jawab. Jika kamu melakukannya, maka aku tidak akan malu dan aku tidak akan kehilangan harga diriku.”

Aya memejamkan kedua matanya. “Setelah ini. Aku akan tetap di sini untuk sementara waktu, menjaga Aliya. Aku juga akan kembali ke Semarang untuk mengurus surat perceraian kita.”

Aya kembali berjalan masuk ke dalam kamar Aliya. Ia menutup pintu rapat-rapat. Tubuhnya bersandar di balik pintu dan lama kelamaan meluruh ke lantai. Semua ini mungkin adalah akhir, namun bukan yang terakhir.

 Semua ini mungkin adalah akhir, namun bukan yang terakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ayadipta End klo ga di chapter 45, berarti di chapter 50.


- Dayna

Kanagara Ayadipta [Yerin - Younghoon] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang