12. Hai Janu, Jangan Pergi Ya

34 11 1
                                    

Langit tak mendung tetapi tidak bisa dibilang cerah. Entahlah, itu sangat sulit didefinisikan. Layaknya perasaan yang Anjani rasakan. Hatinya penuh dengan kegembiraan setelah kembali. Ia bisa bersama Renjanu lagi, hidup lebih lama dengan lelaki itu. Bahkan kini Anjani menjadi pacarnya.

Sayangnya banyak hal yang membuat Anjani masih mempertanyakan semuanya. Apa yang terjadi dengan Renjanu di masa lalu? Mengapa semua ingatannya hilang. Semuanya tidak seperti ini saat Anjani melakukannya.

"Jani," panggil Renjanu dengan suara lirih. "Lagi mikirin apa?" Renjanu mengamati diamnya gadis itu sejak tadi.

Dari eskrim yang masih utuh hingga meleleh membuat tangan Anjani menjadi lengket. Gadis itu saja tak menyadarinya.

Renjanu mengambil tisu dari dalam tas kecilnya. Mengelap tangan Anjani dengan telaten. "Lagi banyak masalah, ya? Mau cerita ke Janu?"

Kepala Anjani menggeleng kecil. Bukan hal mudah untuk Anjani menceritakan semua kejadian yang dia alami. Termasuk kembalinya Renjanu saat ini. Bagaimana jika lelaki itu tak percaya padanya?

"Okei, kalau Bubub udah siap langsung cerita aja." Tangannya menepuk pelan kepala Anjani. Ia tersenyum begitu lebar. Matanya menyipit serta lesung pipi yang nampak sangat manis. "Apapun itu jangan dipendam sendiri. I'll be there for you."

Semua kalimat Renjanu memang menenangkan hati Anjani. Jika Anjani sudah siap dan mampu menceritakan semuanya dengan baik, suatu saat pasti ia akan mengatakan semuanya pada Renjanu.

Gadis itu memberikan sebuah anggukan kecil bersamaan air mata yang mulai membasahi pipi bulatnya. "Janu nggak akan ninggalin Jani, kan?"

Renjanu memang sudah berada di hadapannya. Namun, rasa takut kehilangan lagi membuat Anjani tak yakin ingin melangkah lagi.

Pelukan hangat dapat Anjani rasakan kala Renjanu membawanya ke dalam dekapan. Bahu lebar Renjanu menjadi tempat pas untuk kepalanya bersandar. Anjani merasakan nyaman meluapkan tangis di sana.

"Janu ngga bisa janji selamanya ada di samping Jani, tapi sepanjang hidup Janu ngga akan pernah ada niat untuk meninggalkan Jani. I love you, now, tomorrow and in another life, Anjani," ucap Renjanu tepat di telinga Anjani. Mengusap lembut kepala gadis itu. Renjanu tau ada yang salah dengan gadis itu sejak pagi tadi.

Anjani seperti telah kehilangannya. Benar-benar kehilangan sosoknya. Apakah dalam mimpi Anjani, dirinya benar-benar meninggalkan gadis itu? Sampai membuat trauma besar padanya.

"Maaf, Janu ngga bisa jaga Jani di dalam mimpi." Suara Renjanu makin melembut. Elusan kepala yang Anjani rasakan semakin nyaman. Namun, tangis gadis itu malah semakin menjadi. Ketakutannya semakin membesar.

Bagaimana jika ia bangun esok pagi dan ternyata yang terjadi saat ini adalah mimpi? Anjani tak akan pernah ingin bangun dari mimpi ini. Rasanya terlalu tidak rela melepaskan nyaman dan hangatnya pelukan Renjanu.

"Kalau takdir Janu ngga bisa sama Jani lebih lama. Janu berharap Jani ketemu sama cowok ..." Belum sempat Renjanu menyelesaikan kalimatnya. Anjani mengeratkan rangkulannya membuat Renjanu tersentak kaget.

Gadis itu menggeleng kuat. "Nggak mau."

"Janu juga ngga ikhlas sebenernya," canda Renjanu di sela suasana sendu ini. Dia mencoba mengubahnya menjadi lebih baik. Sudah cukup ia melihat air mata Anjani karena menangisinya hari ini.

"Wherever you want to go right now, I will grant it, Bub." Renjanu melepaskan dekapan erat itu. Lalu berdiri sembari mengulurkan tangannya. "Which place do you want to go to right now?"

Anjani nampak tak berpikir panjang. Langsung menyahut uluran tangan Renjanu. Kini tangan kecilnya sudah berada di genggaman Renjanu. "Kemana pun Janu pergi, Jani ikut," jawabnya.

"Just night ridding, okay?"

Gadis itu langsung mengangguk penuh semangat. Dengan memeluk erat Renjanu. Motor itu melaju menyusuri jalanan kota.

Jalanan kota berubah menjadi dunia yang berbeda. Cahaya lampu jalan, neon, dan lampu lalu lintas membentuk jaringan gemerlap yang mengarah ke arah yang berbeda. Gedung-gedung pencakar langit bersinar seperti mercusuar modern, menjulang tinggi di antara langit yang gelap. Suara kendaraan menjadi lebih redup dan berirama, dengan klakson yang hanya sesekali terdengar.

Di tepian jalan selalu ada pedagang kaki lima yang berjajar menggoda Anjani dengan aromanya yang mampu menembus angin malam. Sedikit terasa sejuk sebab angin juga menerobos masuk melalui kardigan rajut warna ungunya.

Motor Renjanu berhenti saat lampu lalu lintas menyala merah. Lelaki itu melepaskan jaket kulit hitamnya. Memutar badannya sedikit agar bisa memakaikannya pada Anjani.

"Jangan sakit, ya, Bub." Selalu datang kupu-kupu di dalam perutnya, ramai bersama degupan jantung tak beraturan yang mengobrak-abrik dada Anjani.

Selalu saja kata Bub atau Bubub yang terlontar dari Renjanu membuatnya salah tingkah. "Makasih," masih dalam nada gugup Anjani berujar.

"My pleasure, princess," jawab Renjanu beserta senyum yang tek lepas menghiasi wajahnya.

Perjalanan mereka masih berlanjut. Tak ada tujuan yang akan mereka datangi. Hanya menikmati perjalanan malam ini dengan mendekat diri. Juga Anjani yang sangat berharap ini bukan hanya sebuah mimpi semu.

Angin malam tak lagi menembus beteng pertahan Anjani. Ia tenggelam pada balutan jaket Renjanu. Aroma wangi Renjanu makin masuk ke indera penciumannya. Mungkin saat ini wangi tubuh Anjani telah dikalahkan.

Motor Renjanu berhenti melaju. Tepat di sebuah sungai pinggiran kota. Memang sedikit jauh dari rumah mereka. Namun, pemandangan yang mereka dapat tak bisa tergantikan.

Suara gemerincing air yang mengalir menjadi musik latar yang menenangkan. Mereka duduk di atas rerumputan hijau. Melihat indahnya bintang yang tak nampak saat mereka berada di tengah kota.

"Kalau Janu bisa balik ke masa lalu apa yang mau Janu lakuin?" tanya Anjani mengalihkan pandangannya menjadi menatap penuh pada kekasihnya.

Tak perlu waktu lama Renjanu berpikir. "Ngabisin waktu lebih lama sama Jani."

Pipi Anjani memerah. Hawa dingin yang mulai menghilang tergantikan rasa panas yang entah datang dari mana. Anjani mencubit lengan lelaki itu. Merasa tak adil bahwa hanya dirinya yang dibuat berdegup tak karuan.

"Janu serius, Bub," ucap Renjanu diiringi ringisan sakit sebab cubitan Anjani.

Gadis itu nampak mencibir. Bukannya serius, ia hanya berusaha menyembunyikan rasa salah tingkahnya.

"Kalau Jani mau nahan Janu supaya ngga pergi, dan Jani berhasil," ucap Anjani dengan nada riangnya. Perasaannya masih setengah tak yakin. Namun, daripada terus bergulat dengan rasa bingung. Anjani ingin menikmati lebih banyak waktu dengan Renjanu.

Renjanu hanya menganggap ucapan Anjani seperti ucapan random biasa yang gadis itu lontarkan. Tanpa tau apa yang sebenarnya Anjani sembunyikan.

"Janu ngga akan pergi, Anjani Hening Kemala. Meski Janu ngga tau rencana Tuhan seperti apa. Yang Janu mau tetap bersama Jani sepanjang hidup yang Janu jalani." Renjanu menarik Anjani lebih dekat dengannya. Memberikan kecupan singkat pada bibir ranum gadisnya. "Jangan ragu sama Janu, ya, Bub?"

Hai Janu || Enerwon ||Where stories live. Discover now