31. Hai Janu, Kecurigaan Taraka

17 6 0
                                    

Renjanu mendengarkan dengan mulut terbelalak ketika Anjani memutar pita tape dan kata-kata yang keluar dari mulut Anjani adalah persis seperti yang terdapat dalam rekaman tersebut. Ini benar-benar mengguncangnya.

"Terus Jani bisa balik ke masa lalu setelah denger itu?" Renjanu bertanya dengan penuh penasaran.

Anjani menganggukkan kepala dengan mantap lalu memulai ceritanya. Semuanya berawal dari Anjani yang tak henti-hentinya menangis.

Tiga tahun kepergian Renjanu masih tak cukup untuknya melupakan lelaki itu. Sebuah keberanian menarik Anjani membuka kotak peninggalan Renjanu.

Pita tape yang memiliki note kecil di atasnya. Anjani tersenyum kecil memandanginya. Ia menarik napas panjang. Mempersiapkan diri untuk mendengar suara Renjanu yang akan muncul dari alat pemutar.

"Hai Jani, hmm ... Aduh, Janu bingung mau ngomong apa. Ini rekaman tape Janu yang pertama. Janu ingin mengabadikan kesan-kesan Janu pada Jani di dalam rekaman ini. Harusnya Janu mulai ini dari lama. Tapi baru kepikiran sekarang, hehe." Suara Renjanu terdengar sangat bahagia.

Anjani meletakkan kepalanya di atas meja. Air matanya menetes membuat genangan kecil di mejanya. Kapalanya makin berat dan ia mulai kehilangan kesadarannya.

Saat membuka mata Anjani berada di tempat yang nampak tak asing. Ia berputar mencoba mengenali tempat ini. Sekolahnya, Anjani langsung tersentak kaget. Matanya menangkap sosok Renjanu yang tengah berjalan.

Jantungnya berdegup dengan kencang. Apa ini sebuah mimpi? Atau apapun itu, Anjani akan menemui Renjanu. Ia mempercepat langkahnya.

"Janu!" teriaknya sekencang mungkin agar Renjanu dapat mendengarnya. Teriakan Anjani melengking di depan gerbang sekolah yang hampir di tutup.

Renjanu menoleh, kemudian melepas sepasang earphones yang bertengger di telinganya. Anjani langsung menarik lengkungan senyum kala mendapati sosok yang ada di hadapannya benar-benar Renjanu.

Anjani mulai menceritakan cerita panjangnya pada Renjanu, menjelaskan semua kejadian yang ia alami setelah merubah masa lalu. Mereka berbicara hingga matahari mulai tenggelam dan langit berubah warna menjadi jingga. Anjani menyadari bahwa waktu telah berlalu begitu cepat, dan ia tahu bahwa ibunya pasti khawatir dengannya saat ini.

"Janu masih punya banyak pertanyaan," kata Renjanu, seolah-olah ia ingin meminta Anjani untuk tetap tinggal.

Anjani memberikan senyuman kecil. "Besok Jani ke sini lagi," ucapnya sambil menunjuk ke rumah Renjanu. Ia memberikan salam perpisahan pada Renjanu, merasa bahwa rindunya sudah sedikit terobati setelah bertemu dengan lelaki itu. Anjani merasa bahwa ia bisa menjalani hidupnya sekarang, tetapi ia juga tahu bahwa ada banyak hal yang perlu ia lakukan dan sejumlah pertanyaan yang harus dijawab. Dengan itu, Anjani berangkat menuju rumah dengan perasaan yang lebih lega daripada sebelumnya, karena ia telah mendekati Renjanu dan menceritakan semuanya.

Anjani duduk dalam bus yang kembali membawanya dalam perjalanan panjang, kali ini menuju rumahnya. Namun, perasaannya berbeda kali ini. Ia merasa lebih tenang dan puas dengan apa yang telah terjadi hari ini.

Membuka sedikit jendela bus memberikan celah udara masuk, dan Anjani membiarkan angin segar menyapu wajahnya. Ia menikmati indahnya matahari yang mulai terbenam, menghiasi langit dengan warna jingga yang memukau. Untungnya, langit tidak mendung sehingga Anjani bisa dengan puas menatap matahari hingga benar-benar tenggelam di horizon. Itu adalah momen yang penuh kedamaian dan keindahan setelah semua peristiwa yang baru saja terjadi.

Hari telah menjadi malam saat ia tiba di rumah. Ibunya menyambutnya dengan raut khawatir, menunjukkan kelegaan karena anaknya sudah kembali dengan selamat. Tak sendiri, Taraka juga berada di sana menyambutnya. Perasaan Anjani campur aduk, ingin sekali meminta penjelasan dari Taraka. Ia ingin tahu mana yang benar di antara semua yang telah dia dengar.

Sayangnya, tenaganya tak sebesar itu. Tubuh Anjani semakin lemah, dan ia kehilangan kesadarannya lagi. Semua peristiwa yang intens dan perjalanan panjang sepertinya telah membuatnya benar-benar kelelahan.

🅷🅰🅸 🅹🅰🅽🆄

Tubuh Anjani menggigil. Ternyata hujan siang tadi mampu membuatnya ambruk seperti ini. Suhu tubuhnya naik begitu drastir.

"Jani, dari mana aja tadi?" tanya ibunya dengan khawatir, sambil dengan telaten mengompres Anjani untuk menurunkan demamnya.

Taraka, yang juga hadir di sana, menunggu jawaban dengan wajah yang penuh kekhawatiran. Ia ingin tahu apa yang telah terjadi dengan Anjani sejak pagi tadi. Kenapa gadis itu pulang dan langsung ambruk seperti ini? Pertanyaan-pertanyaan itu bergantung di udara, dan raut wajah Taraka mengungkapkan kekhawatiran.

Apa yang akan terjadi jika Anjani mengatakan dirinya menemui Renjanu? Apa mamanya akan melarangnya? Atau Taraka akan kembali marah seperti waktu itu. Anjani tak mau kedua hal itu terjadi sekarang.

Maka, Anjani memilih untuk memberikan jawaban yang lebih sederhana, sambil berharap itu akan mengurangi kekhawatiran ibunya. "Main hujan," ujarnya dengan senyum lebar, seolah-olah itu adalah alasan yang cukup bagi sakitnya.

Ibu Anjani terdiam sejenak, penuh dengan rasa heran. Dia tahu bahwa anaknya yang sudah berkepala dua ini masih suka bermain hujan, tetapi tidak tahu bahwa Anjani akan melakukannya hingga jatuh sakit. "Lain kali kalau main hujan, jangan terlalu lama," ujarnya akhirnya, dengan nada yang lebih pengertian. Ibu Anjani tahu bahwa sebagian Anjani akan tetap melakukannya.

Setelah ibu Anjani pergi untuk membawa wadah kompres, Taraka mendekati Anjani dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada campuran rasa penasaran dan kesal dalam tatapannya, dan Anjani merasa ada ketegangan di udara.

Lelaki itu akhirnya duduk di tepi ranjang Anjani dan dengan lembut merasakan suhu tubuh gadis itu dengan tangannya. "Lo gapapa?" tanyanya dengan nada dingin, tetapi masih terlihat rasa khawatir dalam matanya.

Kepala Anjani mengangguk dengan penuh keyakinan. Ia mencoba memberikan senyum paling lebar yang bisa ia perlihatkan pada Taraka. Ia ingin meyakinkan lelaki itu bahwa semuanya baik-baik saja, meskipun ada sejumlah pertanyaan yang belum terjawab.

"Anjani." Tatapan Taraka makin intens. Ada sebuah getaran aneh, Taraka yakin ada sesuatu yang Anjani tutupi darinya. Tidak mungkin gadis itu bermain hujan. "Lo ngga main hujan, kan?" tanyanya mengintimidasi.

Anjani langsung mengernyit tak mengerti. Ia bingung ke arah mana Taraka akan membawa obrolan ini. Lelaki itu nampak tak senang sekarang. "Main hujan kok," ujarnya mencoba meyakinkan.

Sayangnya, Taraka tak percaya semudah itu. Dimana gadis itu bermain hujan sampai tidak dapat ia temukan di sekitar sini? Sejauh mana gadis itu pergi hingga tak dapat ia temukan?

"Mau bohong sampai kapan, Anjani?" suara Taraka terdengar rendah, dan kamar Anjani menjadi penuh dengan nuansa tegang.

Anjani tidak mampu menatap Taraka, merasa ketakutan oleh tatapannya yang semakin tajam. Ia merasa bahwa ia tidak dapat menyembunyikan kebenaran lebih lama.

Taraka menghembuskan napas dengan ekspresi yang kesal, lalu berdiri dengan perlahan. "Lo ketemu Renjanu, kan?"

Hai Janu || Enerwon ||Where stories live. Discover now