55. Hai Janu, Jani Datang Untuk Ke Sekian Kalinya

17 3 0
                                    

Rumah tidak lagi menjadi tujuan utamanya. Langkah gontai Anjani membawa gadis itu pergi ke taman. Ia ingat di tempat ini, dirinya pernah menyapa Taraka. Menganggap bahwa lelaki itu adalah orang yang baik.

Ingatannya terbesit kala Renjanu dikubur bersama tanah. Taraka datang menghampirinya dan menghiburnya. Ia bercerita seolah Renjanu memang tak pantas untuk mati apalagi sampai membunuh dirinya sendiri. Jika Anjani tidak melakukan perjalanan waktu, pasti dirinya akan tetap menganggap bahwa Taraka adalah sosok yang baik.

"Anjani, gue Taraka," ujarnya memperkenalkan diri. Tangannya terulur menepuk bahu Anjani.

Gadis itu masih menangis di depan gundukan tanah bertuan Renjanu. Hatinya masih tak rela membiarkan sahabatnya pergi begitu saja. Rasanya seperti tertancap-tancap oleh pisau tak kasat mata.

Tangan Taraka menepuk bahunya, dan Anjani merasa seolah-olah itu adalah sebuah gestur penyambutan yang ramah. "Biarin Janu istirahat dengan tenang," ujarnya membuat Anjani mengernyit bingunh.

Anjani tidak mengenal siapa lelaki di hadapannya ini. Dia bukan salah satu dari teman Renjanu. Atau hanya Anjaninyang tidak tau?

Gadis itu hanya menatap Taraka penuh tanda tanya. Hingga Taraka kembali mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri. "Gue Taraka, bukan teman Renjanu, jadi lo ngga mungkin kenal."

Kepala Anjani mengangguk kecil. Ia kembali ke dalam tangisannya. "Kenapa Janu bisa pergi," rintihnya sembari memeluk gundukan tanah. Hanya sebuah gundukan tanah yang memendam Renjanu di dalam sana.

"Hei." Taraka menepuk kembali pundak Anjani. "Janu pasti lebih bahagia di sana, kalau kamu di sini nangis nanti dia bakal sedih," ucapnya lembut.

Kalimat itu yang membuat Anjani yakin bahwa Taraka adalah orang yang baik. Tak sekalipun kepalanya terbesit bahwa pembunuh Renjanu adalah dia.

Anjani kembali menangis, bangku taman dan pohon-pohon di sana menjadi saksi tangisannya siang ini.

"Anjani?" Mata Anjani membulat sempurna kala melihat sosok yang tengah ia pikirkan muncul di hadapannya.

Tak ada wajah benci terpancar dari lelaki itu, hanya sebuah wajah yang penuh kebahagiaan. Apa Anjani mengulang semua progressnya? Anjani rasa iya. Dia kembali ke saat sebelum menggunakan pita tape Renjanu untuk kembali ke masa lalu.

"Lo nangis?" tanyanya penuh rasa khawatir "kangen Janu lagi, ya?" Taraka seperti Taraka yang pertama kali Anjani kenal.

Taraka yang memang ia temui setelah kematian Renjanu. Taraka yang tidak terang-terangan mengatakan bahwa dirinya membenci Renjanu. Pantassaja lelaki itu terus berjalan maju tanpa rasa bersalah.

Sedangkan Anjani terjebak di lautan masa lalu. Ia terus mencoba kembali, kembali dan kembali. Namun, sia-sia, semua yang telah ia lakukan tidak ada aritnya. Semua tetap kembali ke tempat semula.

Taraka duduk di sebelahnya. Lalu dengan lembut mengusap kepala Anjani. "Renjanu pasti sudah tenang di sana," ia menatap langit biru padahal matahari sangat terik siang itu.

Anjani menepis tangan Taraka. Baginya, Taraka tetaplah pembunuh. Membuat Renjanu pergi jauh darinya.

Taraka menarik tangannya perlahan. Ia menatap Anjani penuh rasa khawatir. "Lo ngga perlu semenyesal itu, Anjani. Semua di luar kendali lo," ujarnya.

Anjani tau, sangat tau bahwa ia tidak bisa mengendalikan semuanya. Ia tau bahwa dirinya tidak akan mengubah takdir. Namun, kenapa? Kenapa Renjanu harus pergi dengan tidak adil seperti ini.

Amarah Anjani semakin tersulut. Ia berdiri dari duduknya. Lalu menatap tajam Taraka. "Taraka ngga usah ngobrol sama Jani, Jani pengen sendiri," ujarnya.

Langkah kakinya membawa ia pergi menjauh dari Taraka. Lelaki itu memang masih memiliki rasa bingung. Bingung yang amat besar. Ia tidak pernah melihat Anjani menatapnya seperti itu.

Sedangkan Anjani tidak menggubris apa yang akan Taraka pikirkan selanjutnya. Ia tetap akan menyelamatkan Renjanu apapun caranya. Setidaknya ia masih punya satu kesempatan untuk kembali.

Ya, dia masih punya kesempatan terakhir dan tidak akan ia sia-siakan. Kepalanya terus berpikir sembari berjalan terus ke arah rumahnya. Panasnya matahari siang itu tak mengurangi semangat Anjani. Meski ia beberapa kali mengusap kasar pipinya sebab air mata yang tidak lagi bisa ia tahan.

Anjani menyusun rencana dengan sangat teliti. Jika tanggal dan waktu sampai di sana sama dengan waktu Renjanu mereka di pita tape maka Anjani hanya punya waktu satu jam.

Anjani menyusun rencana dengan sangat teliti. Dia tahu bahwa waktu terbatas, dan setiap detik sangat berharga. Anjani juga menyiapkan catatan tentang apa yang perlu dilakukan begitu dia tiba di masa lalu. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa tidak akan membiarkan kesempatan kedua ini terlewat begitu saja.

Ia menarik napas panjang. Sebelum jemarinya dengan perlahan memasukkan kaset pita ke alat puntarnya. "Janu, Jani datang," ujarnya lalu menekan tombol putar.

"Hai Jani, sekali lagi maafkan Janu. Ini hal terakhir yang akan Janu sampaikan pada Jani, kenapa terakhir? Karena Janu ingin membuat tujuh rekaman di tahun ini, lalu dimulai lagi tahun depan kalau Janu belum berani mengungkapkan perasaan pada Jani. Sebnarnya pesannya hanya singkat 'Janu mencintai Jani lebih dari yang Jani pikirkan'."

Gadis itu menghela napas panjang sesat setelah mendengar suara Renjanu. Ia kembali di titik dimana tidak pernah berpacaran dengan Renjanu. Padahal membangun hubungan dengan lelaki itu sangat sulit.

Matanya mulai berat, ia memejam lalu merebahkan kepalanya di atas meja. Semuanya makin terasa ringan. Anjani seolah dibawa pergi melayang. Hingga sayup sayup telinganya mendengar suara bising.

Anjani seolah dibawa dalam perjalanan kembali ke masa lalu. Rasanya seperti melayang dalam alam semesta waktu. Di tengah-tengah keheningan yang hampa, ia mendengar suara bising yang semakin dekat.

Ketika dia membuka mata, Anjani mendapati dirinya berada di sebuah kelas yang penuh dengan suara gaduh. Dia mengingat bahwa dia sekarang berada di masa lalu, di waktu ketika Renjanu masih ada.

Anjani langsung berdiri dari duduknya. Mencari keberadaan dimana Renjanu berada. Kakinya terus melangkah, menyusuri gelapnya sekolah malam itu. Ya, dia berada di sekolah dan ini hampir tengah malam.

Acara promnight beserta penghargaan bagi penerima beasiswa dilakukan bebarengan dengan perayaan tahun baru.

Anjani seperti kehabisan napas. Mencari dimana lelaki itu berada. Ya, dia di sini sekarang, dimana semua perubauan yang dia lakukan sebelumnya sia-sia. Ia kembali ke titik awal. Meski begitu, Taraka tetap membunuh Renjanu, tetapi tidak tau dengan cara seperti apa.

Kakinya terus berjalan, menyusuri koridor sekolah. "Bu Ayu," panggilnya dengan penuh rasa senang.

"Bu ayu, Jani mau minta tolong," panggilnya sembari berlari ke arah Bu Ayu. Tidak mungkin kan Bu Ayu akan menghukumnya saat ini? Ini bukan lagi jam pelajaran.

Bu Ayu menghentikan langkahnya. Lalu menatap Anjani penuh dengan rasa penasaran. "Ada apa Anjani Hening Kemala."

Hai Janu || Enerwon ||Where stories live. Discover now