36. Hai Janu, Sleep Call, maybe?

21 7 0
                                    

Tidur Anjani malah menjadi tidak nyenyak. Ia berguling kesana kemari untuk mencoba tidur. Matanya memang terpejam, tapi kepalanya terus berputar memikirkan kenapa dia tidak bisa kembali ke masa lalu? Apa karena ada Renjanu di sana? Atau memang dia sudah tidak bisa kembali? Jawabannya bisa dia dapat jika dirinya memiliki benda itu. Sayangnya, Renjanu tidak akan memberikan itu padanya.

Daripada dia tidak bisa tidur sendirian. Tangannya mengerayang ke atas meja mencari ponselnya. Anjani membuka perlahan matanya. Mencari nomor Renjanu dan menelepon lelaki itu.

"Halo," suara berat dan serak Renjanu terdengar lewat speaker ponsel Anjani. Suara Renjanu seperti orang yang baru bangun tidur. Telepon Anjani pasti membangunkannya di tengah malam ini.

"Janu," rengek Anjani. "Janu udah tidur ya?"

Suasana hening terasa berkepanjangan. Tidak ada jawaban dari pertanyaan Anjani, hanya keheningan malam yang terdengar. Mungkin Renjanu kembali terlelap dalam tidurnya?

Namun, tidak begitu lama kemudian, Renjanu akhirnya berdehem memberikan jawaban

"Jani ngga bisa tidur," keluhnya. Meskipun matanya sudah memejam, tidur sepertinya masih enggan menjemputnya hingga tengah malam.

"Kenapa? Jani overthinking ya?" tanya Renjanu dengan nada khawatir. Meskipun ia terdengar mengantuk, tetapi tetap menunjukkan perhatian pada Anjani.

Anjani merubah posisinya, terlentang di tempat tidur, dan menatap langit-langit kamarnya yang terasa gelap dalam keheningan malam. Kamar itu hanya diterangi oleh cahaya lembut dari satu lampu tidur kecil yang berada di atas meja sampingnya. Atmosfer dalam kamarnya begitu tenang, namun dalam hati Anjani ada ketidakpastian yang mengganggu.

"Kayanya ada yang salah deh," ujarnya dengan nada sedikit cemas. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang aneh, dan yang ia maksud adalah pita tape Renjanu yang seharusnya membawanya kembali ke masa lalu.

Sedangkan yang berada di pikiran Renjanu berbeda. Dia pikir ada yang salah dengan gadis itu. "Jani sakit? Mama ada di rumah kan?" suaranya terdengar panik. Sepertinya sekarang Renjanu sudah benar-benar terbangun.

Anjani segera menjawab untuk menenangkan Renjanu, "Bukan, Jani sehat kok. Tapi ini pita tape Janu, dan seharusnya kita bisa kembali ke sana saat kita dengarkan langsung," jelasnya, mencoba menjelaskan apa yang ada di pikirannya sejak tadi.

Anjani merasakan helaan napas panjang dari Renjanu. Ia mengerti bahwa lelaki itu mungkin merasa kesal karena Anjani terus membahas masalah ini. Bagi Renjanu, jika tidak bisa maka tidak perlu. Mengapa Anjani terus bersikukuh ingin kembali ke sana?

"Bisa Jani ngga bahas itu lagi?" Renjanu meminta dengan lembut tetapi tegas. Suaranya penuh dengan ketegasan, meminta Anjani untuk berhenti memikirkan masa lalu. "Kita udah di masa sekarang, Jani. Ngga perlu lihat ke belakang lagi," jelasnya dengan penuh keyakinan bahwa mereka harus fokus pada masa kini dan masa depan mereka bersama.

Anjani mencoba mempertahankan argumennya, tetapi Renjanu tetap berpegang pada pendiriannya. Ia ingin Anjani berhenti memikirkan masa lalu dan fokus pada masa sekarang.

"Tapi kalau itu bisa diubah, kenapa ngga, Janu?" Anjani bertahan, tak mau menyerah begitu saja. Ia masih ingin pergi ke masa lalu dan memperbaiki kesalahannya, terutama untuk Renjanu.

Renjanu menjawab dengan nada parau, "Berapa kali Jani pergi ke masa lalu?" Pertanyaan ini membuat Anjani terdiam sejenak, menghitung berapa kali ia pernah melakukannya.

"Tiga," jawabnya akhirnya dengan yakin.

"Abis dari sana, Jani tetap pengen balik ke sana lagi, kan?" tanya Renjanu dengan nada yang mengintimidasi. Anjani merenung tanpa menjawab, dan Renjanu melanjutkan, "Itu karena kita ngga bisa ubah sesuatu sesuai apa yang kita mau, Jani," jelasnya dengan tegas. Ia ingin Anjani memahami bahwa terkadang mereka harus menerima kenyataan yang ada dan fokus pada saat ini.

Anjani tetaplah Anjani yang tidak bisa dinasehati. Beribu kata pun tak akan pernah dihiraukan oleh gadis itu. "Apa Janu ngga pengen berubah?" Ia berbalik bertanya.

Renjanu dengan tegas menjawab, "Ngga, ngga ada yang perlu diubah," ujarnya ringan tanpa beban.

"Manusia itu berjalan ke depan, Jani," Suaranya masih sama, rendah, lembut, tetapi terdengar tegas. "Kita ngga perlu fokus sama apa yang terjadi di masa lalu." Ia berharap Anjani bisa merenungkan kata-katanya dan memahami pentingnya untuk melanjutkan kehidupan ke depan.

Tak ada yang salah dengan ucapan Renjanu. Gadis itu tak punya argumen lagi. Ia menghela napas panjang. Malam masih panjang dan dirinya sekarang kehilangan ketenangan.

"Besok pagi mau main?" Nada Renjanu berubah ceria. Anjani tau ini hanya sebuah bujukan kecil. Namun, tanpa sadar mulutnya telah mengiyakan.

"Janu punya tempat baru yang Jani ngga mungkin tau," ujarnya. Renjanu sudah mendengar cerita Anjani yang telah melakukan perjalanan waktu. Bahkan ia sempat menjadi pacar Anjani. Apakah sekarang Renjanu bisa disebut mantan? Entahlah, pikirkan itu nanti. Sekarang Renjanu harus mati-matian memikirkan tempat mana yang kira-kira belum ia kunjungi dengan Anjani.

"Pasti Jani udah tau." Gadis itu benar-benar teralihkan dengan tawaran Renjanu.

Dalam batin Renjanu bersorak senang sebab sejenak dia bisa membawa Anjani menjauh dari pikiran untuk kembali ke masa lalu.

Angin malam masuk ke dalam kamar Anjani melalui ventilasi. Bergulat dengan pengahat ruangan yang menetralkan suhu kamar Anjani. Ia merasa sebuah kenyamanan. Berpikir tempat baru yang akan ia kunjungi dengan Renjanu esok pagi membuatnya bersemangat untuk cepat menyambut esok hari.

"Ngga mungkin tau," jawab Renjanu. Meski sekarang dia sendiri tidka tau akan membawa Anjani pergi ke mana. Tempat baru yang ia bicarakan sebenarnya hanyalah pengalihan isu. Namun, besok biarlah dijawab oleh waktu.

"Jani udah ngantuk?" tanya Renjanu. Kantuk Renjanu telah hilang sejak beberapa saat yang lalu. Dia berharap bahwa Anjani kini telah mengantuk dan siap untuk tidur. Ia ingin membiarkan pikiran gadis itu tenang. Menghilangkan rasa bersalah yang ada di benak Anjani.

Gadis itu berdehem, mengubah posisi tidurnya menjadi miring ke samping. Memeluk erat guling, menarik selimutnya hingga ke batas leher. Anjani merasa hangat dan nyaman. Jika ia memejamkan mata sekarang sudah pasti ia akan tertidur.

"Janu udah ngantuk juga?" tanya Anjani. Suaranya serak, entahlah mengapa dirinya bisa mengantuk secepat ini. "Jani tidur dulu ya," pamitnya.

Dengan senang hati Renjanu menjawab iya. Renjanu masih belum memutus sambungan telepon. Ia masih ingin memastikan sekali lagi bahwa gadis itu sudah tertidur.

Hening, tak ada lagi suara. Hanya suara jam yang berdetik mengisi ruangan. "Jani." Renjanu memanggil nama gadis itu dengan berbisik. Tak ingin suaranya menganggu tidur nyenyak Anjani.

"Selamat malam," ucapnya sebelum benar-benar mematikan telepon. Ia kembali menyamankan posisi tidurnya. Memejamkan mata dan ikut Anjani pergi ke dunia mimpi. Tak perlu bermimpi indah, setidaknya gadis itu harus tidur dengan nyenyak.

Hai Janu || Enerwon ||Where stories live. Discover now