30. Hai Janu, Mau Percaya Jani?

19 8 2
                                    

Anjani mengikuti langkah Renjanu, membawanya ke sebuah rumah sempit yang terletak di sebuah gang kumuh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Anjani mengikuti langkah Renjanu, membawanya ke sebuah rumah sempit yang terletak di sebuah gang kumuh. Ini jauh berbeda dengan rumah mewah Renjanu yang beberapa waktu lalu pernah ia kunjungi. Anjani mulai mencerna betapa perubahan drastis ini bisa terjadi dalam hidup Renjanu sejak kejadian itu.

"Kak Ana, Bunda, sama Ayah ngga tinggal di sini," ujar Renjanu memberi penjelasan tanpa diminta. "Janu memilih tinggal di sini biar ..." Renjanu menggantung kalimatnya, tidak ingin membuka alasan sebenarnya kepada Anjani.

Ia memilih untuk tidak mengungkapkan bahwa dia sengaja tinggal di tempat ini agar Anjani tidak bisa menemukannya, menjauhkan dirinya sejauh mungkin dari Anjani. Namun, di tempat ini, ia masih bisa pergi ke danau, mengenang semua momen indah yang pernah dia bagikan dengan gadis itu.

Pintu terbuka, dan Anjani bisa melihat isi dalam rumah Renjanu. Meskipun berada di lingkungan yang kumuh, rumah Renjanu memiliki tampilan yang begitu berbeda. Semua tersusun dengan rapi dan terlihat sederhana namun cantik, berkat sentuhan tangan Renjanu.

Anjani duduk di sebuah kursi kayu yang memiliki ukiran berbentuk jam. Gadis itu terus mengamati segala isi rumah Renjanu dengan penuh rasa ingin tahu, hingga akhirnya lelaki itu datang membawakan handuk untuknya. Rambut Anjani basah, membuatnya terlihat seperti anak ayam yang baru saja tersiram air.

Renjanu membantu Anjani mengeringkan rambutnya. Dia dengan lembut memegang handuk itu dan mulai mengusap-usap lembut rambut Anjani yang basah, dengan gerakan yang hati-hati. Renjanu bekerja dengan telaten, memastikan setiap helai rambut terdapat sentuhan yang lembut dan penuh perhatian. Matanya sesekali melirik Anjani, memastikan gadis itu merasa nyaman. Jangan pikirkan baju gadis itu. Semuanya telah kering saat perjalanan kemari. Renjanu langsung membawa gadis itu ke tempat ini setelah mendengar pertanyaannya.

Pita tape yang bahkan Renjanu sendiri belum pernah bercerita tentang itu pada Anjani. Membuatnya heran mengapa gadis itu tau bahwa ia memilikinya. "Jani bisa tau ini darimana?" tanya Renjanu sembari meletakkan kardus berisi pita tape dan alat pemutarnya.

Tentu pertanyaan itu membuat Anjani kebingungan sendiri menjawabnya. Apakah Renjanu akan percaya dengan semua ceritanya jika ia mengatakan hal itu? Namun, jika Anjani memilih tak mengatakannya bukankah terlihat makin aneh?

"Janu bakal percaya sama Jani?" tanya Anjani dengan suara penuh keraguan. Ada rasa tak yakin yang bercampur dengan keinginannya untuk berbagi cerita pada Renjanu. Gadis itu merasa terombang-ambing dalam pikirannya sendiri, mencari cara untuk mengungkapkan apa yang telah dia jalani selama ini.

Renjanu mengernyitkan keningnya. Apa yang akan Anjani katakan sehingga membuatnya meragukan segalanya? Ia merasa seperti ada sesuatu yang sangat aneh dalam situasi ini. Apakah Anjani tiba-tiba datang dari masa depan? Atau apakah ada hal lain yang tidak masuk akal yang akan diungkapkan Anjani?

Kemudian, mata Renjanu langsung terbelalak ketika Anjani mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya. Ia memiringkan kepalanya, menatap gadis itu penuh rasa tak percaya. Apakah ada orang yang benar-benar bisa melakukan perjalanan waktu? Semua ini terasa seperti kisah fiksi yang tak masuk akal.

Anjani menghela napas kecewa saat melihat reaksi yang diberikan oleh Renjanu. Ia tahu bahwa meminta Renjanu untuk percaya pada ceritanya yang sangat aneh adalah tugas yang sulit. "Harusnya Janu sekarang jadi mahasiswa kedokteran dan Jani mahasiswi ekonomi. Kita kuliah di kampus yang sama," ujarnya penuh dengan kekecewaan. Ingatannya membawanya kembali ke momen-momen bahagia bersama Renjanu, momen-momen yang harusnya mereka alami bersama jika tidak ada peristiwa yang merubah jalannya.

Anjani memang berhasil menyelamatkan nyawa Taraka dan Renjanu dalam masa lalu, tetapi itu datang dengan pengorbanan yang besar, yaitu kehilangan hubungannya dengan Renjanu. Penyesalan? Tentu, rasa penyesalan yang besar mengganjal hati Anjani. Ia tahu bahwa tindakannya telah mengubah takdir mereka berdua, dan saat ini, ia berharap ada cara untuk memperbaikinya.

"Tapi di situ ngga ada Taraka," ujar Anjani dengan raut wajah yang berubah menjadi sedih, seolah-olah ia baru saja kehilangan semangatnya. "Jani bahagia karena jadi pacar Janu. Tapi Jani serakah, Jani mencari Taraka waktu itu," katanya dengan suara penuh penyesalan. Ekspresi ceria Anjani yang sebelumnya telah menghilang, digantikan oleh tangisnya yang tak terbendung, dan air mata kembali mengalir.

"Sebelum itu, kenyataan lebih menyakitkan lagi," sambung Anjani, mengingat alasan pertamanya memilih kembali ke masa lalu. Ia mengingat kematian Renjanu yang tiba-tiba dan mendalam tekadnya untuk menyelamatkannya. "Janu yang jatuh dari atap sekolah waktu itu. Sebelum perjalanan pertama Jani, dan Jani kembali menggunakan itu." Anjani menunjuk kardus berisi pita tape dan alat pemutarnya dengan dagunya. Ia memberi isyarat bahwa semua perubahan itu bermula dari sana.

Renjanu mencoba mencerna setiap kata yang Anjani ucapkan, tetapi semua itu benar-benar sulit untuk dipahami. Apa mungkin pemutar tape itu seperti mesin waktu? Pikirannya berputar dalam mencoba mengerti, tetapi ia tak pernah mengalami kejadian seperti yang Anjani ceritakan dalam hidupnya.

Tetapi yang paling mengganggu Renjanu adalah pertanyaan mengapa Anjani harus menanggung semuanya sendirian jika cerita ini benar. Jika ia adalah Anjani, mungkin dirinya tidak akan sekuat itu. Menyaksikan orang-orang yang disayangi pergi secara bergantian dan mencoba mengubah semuanya mungkin akan membuatnya hancur. Dengan perasaan yang mendalam, Renjanu segera menarik Anjani ke dalam pelukannya. Ia ingin memberikan kehangatan dan ketenangan kepada gadis itu, meskipun ia sendiri belum sepenuhnya memahami segalanya. Dalam pelukan itu, mereka berdua merasakan bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi semua perubahan dan kebingungan ini.

"Jani," Renjanu dengan lembut memanggil nama gadis itu. "Makasih, makasih udah nolong Janu." Senyuman tulus terukir di bibir Renjanu. Matanya memejam, menikmati setiap momen yang bisa ia rasakan sekarang.

"Tau kalau Jani pernah jadi pacar Janu, itu udah cukup buat Janu bahagia," ucapnya dengan tulus.

"Janu percaya?" Anjani mendongak, menatap wajah Renjanu dengan tajam. Meski kepala lelaki itu mengangguk, Anjani bisa merasakan bahwa Renjanu mungkin masih memiliki keraguan. "Jani kelihatan bohong ya?" tanyanya, mencoba mencari kepastian.

Kepala Renjanu menggeleng pelan. "Ngga, Janu percaya Jani ngga bohong," ujarnya dengan tulus. Meskipun masih ada keraguan yang tersisa, Renjanu berusaha memberikan Anjani kepercayaan yang ia butuhkan saat ini.

Anjani mendengus kesal, ia yakin bahwa Renjanu masih ragu padanya. "Jani punya bukti, biar Janu percaya," ujarnya dengan penuh keyakinan.

Renjanu memiringkan kepalanya, menunggu dengan rasa penasaran tentang apa yang akan Anjani lakukan selanjutnya.

"Jani tau isi pita tape pertama yang Janu rekam," ujarnya tiba-tiba, membuat pipi Renjanu berubah menjadi memerah. Jantungnya berdegup kencang. Itu adalah sebuah hal yang memalukan jika Anjani tahu apa yang ada dalam rekaman tersebut. Renjanu merasa seperti ia sedang dalam situasi yang tidak nyaman, tetapi juga merasa penasaran tentang apa yang akan diungkapkan Anjani.

"Hai Jani ..."

Hai Janu || Enerwon ||Where stories live. Discover now