21. Hai Janu, Main Sama Taraka

22 8 0
                                    

Kepala Anjani terasa berat dan pusing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kepala Anjani terasa berat dan pusing. Matanya mengerjap pelan, ia telah kembali ke masa depan. Kamarnya nampak berbeda dari terakhir kali ia di sini. Ia mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Mengingat terakhir kali hal yang ia lakukan saat kembali ke masa lalu.

Selalu saja setiap ia kembali ke masa depan, dirinya tidak dapat mengingat apapun. Ia hanya ingat kejadian terakhir sebelum kembali. Seingatnya ia menemukan Taraka di atap sekolah, dan entah selanjutnya. Semua terasa buram, kini dirinya sudah terbangun di tempat ini.

Kamarnya masih sama. Bernuansa lilac, tetapi tak ada satupun barang yang memperlihatkan dirinya dengan Renjanu. Itu memang aneh tapi Anjani tak merasakan apapun.

Kakinya melangkah ke luar kamar. Ia menemui ibunya yang tengah sibuk di dapur seperti biasanya. "Loh belum siap?" tanya Sang Ibu kala melihat Anjani masih berpenampilan seperti orang baru bangun tidur.

Anjani memiringkan kepalanya bingung. "Siap-siap kemana?" ia berbalik tanya.

Ibu Anjani menunjuk ruang tamu dengan dagunya. "Tuh udah ditunggu Taraka," ujarnya.

"Oh iya lupa." Gadis itu meringis, lalu meneruskan langkahnya menuju Taraka. Entahlah ia merasa moodnya sangat bagus hari ini.

Taraka tersenyum kala Anjani berada di depannya. Tangannya menepuk pelan kepala Anjani. "Pasti baru bangun," ujarnya. Bisa dibilang ini sudah siang untuk waktu orang bangun tidur.

Memang agak memalukan bangun terlambat apalagi membuat orang lain menunggu. Anjani menggaruk belakang lehernya. "Hehe, kesiangan," ia meringis sampai menampilkan deretan giginya.

"Kebiasaan itu mah." tangannya mengacak rambut Anjani.

Penampilan gadis itu memang terlihat berantakan. Tambah berantakan sebab Taraka mengacak rambutnya. "Siap-siap gih." Lelaki itu memutar tubuh Anjani. "Kalau kesiangan nanti panas," ujarnya.

Sebenarnya Anjani tak tau kemana tujuannya keluar hari ini. Namun, ia tetap bersiap. Rasanya seperti ia telah menunggu hari ini. Bahkan ia melakukan hal-hal yang sebenarnya asing baginya.

Persiapannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Ia keluar dari kamar dan disambut Taraka dengan semangat lagi. Lelaki itu seperti terbiasa menunggu Anjani selama ini.

Berbeda dengan seorang Garada Renjanu, lelaki itu mengajak Anjani jalan-jalan dengan mobilnya. Saat masuk ke dalam ada sedikit rasa terkejut dari Anjani.

Banyak barang milik perempuan di dalam sana. Seperti botol minum dengan corak lucu, beberapa jepit rambut. Anjani yakin jika itu miliknya. Sebab semuanya terasa tak asing.

Mobil Taraka melaju menjauh dari rumah Anjani. Pergi ke suatu tempat yang asing tapi lagi-lagi Anjani merasa terbiasa dengan hal itu.

Bukan taman kota, bukan pinggir danau atau sungai tempat yang sering ia kunjungi dengan Renjanu. Apalagi warung nasi goreng gila. Ini jauh dari tempat seperti itu.

Anjani berada di taman bermain. Tempat yang teramat sangat ramai. Ia tidak ke tempat seperti ini dengan Renjanu sebab suasananya terlalu berisik. Sedangkan sekarang dia berada di tempat ini dengan senang hati.

Taraka menggenggam erat tangannya. Jujur saja Anjani terkejut dengan tindakan Taraka. Namun, gadis itu tak memberikan respon apapun. Ia hanya memandangi tangannya dan Taraka bergantian.

Tidak mungkin kan ia kembali ke masa depan dan takdir berubah ia menjadi kekasih Taraka. Ini terlalu aneh jika benar terjadi. Namun, Anjani tak merasakan perasaan apapun. Tak ada debaran aneh atau jantungnya yang berdetak kencang. Dia tidak merasakan seperti saat bersama Renjanu.

Semuanya terasa aneh. Semakin aneh sebab ia tidak ada hasrat mencari keberadaan Renjanu. Ia bahkan tak ingin menghubungi lelaki itu. Apa saat ini ia sedang ada masalah dengan Renjanu? Anggap saja sekarang begitu. Anjani tak ingin terlalu memusingkan hal itu.

"Lagi mikirin apa?" tanya Taraka. Suara berat dan hangatnya masuk ke indera pendengaran Anjani.

Gadis itu menggeleng sebagai respon. Tidak mungkin dia menanyakan hal-hal yang tengah ia pikirkan pada Taraka. Lalu matanya kembali menatap tangannya.

Taraka menganggap diamnya Anjani sebab kaget akan tindakannya. "Biar ngga ilang," ujarnya sembari mengangkat tangan Anjani yang di genggamnya.

"Emang bakalan ilang?" tanya Anjani bingung. Ia terkekeh, mana mungkin orang seusianya akan hilang di tempat seperti ini.

"Lupa ya?" Taraka menatap lamat Anjani.

Tentu saja Anjani lupa dengan hal itu. Setelah kembali ia hanya mengingat kejadian terakhir sebelum terbangun. Bahkan ia merasakan pusing di kepalannya. Padahal sebelumnya hal itu tak terjadi.

"Waktu itu kan kamu pernah hilang terus nangis sambil pegang es krim di situ," jelas Taraka sembari menunjuk bangku panjang di tengah taman bermain. Lelaki itu tertawa kecil mengingat kejadian itu.

Seperti ada sebuah batu yang memukul kepala Anjani. Ingatan samar tentang momen itu terlintas di kepalanya. Tak hanya ingatan, hal itu juga dibarengi dengan denyutan kepala. Tubuhnya tiba-tiba melemas.

Taraka kaget dengan Anjani yang tiba-tiba berhenti. Genggaman tangan yang mengerat, hingga buku-buku jari gadis itu nampak jelas.

"Jani, Anjani, kamu kenapa?" tanyanya penuh rasa khawatir. Ia membopong tubuh Anjani. Membantunya duduk, jantungnya berdebar kencang sebab panik.

Anjani menggelengkan kepala pelan. Ia tidak ingin Taraka terlalu mengkhawatirkan dirinya. "Taraka, bisa tolong beliin minum?" pintanya. Wajahnya nampak pucat pasi.

Tanpa banyak bertanya, Taraka mengangguk lalu pergi. Makin lama makin menjauh hilang ditelan kerumunan orang-orang.

Anjani menarik napas dalam, menghembuskannya perlahan. Ia menyandarkan tubuhnya. Mencoba mendapatkan ketenangan di ramainya tempat ini.

Tak berselang lama Taraka datang. Tak hanya membawa minuman yang Anjani pinta. Lelaki itu membawa beberapa bungkus plastik yang Anjani sendiri tak tau apa isinya.

"Aku beliin roti, pasti ini gara-gara kamu ngga sarapan," ujarnya. Ia membuka kantong plastik yang berisi beberapa potong roti hangat.

Anjani terkekeh, bisa-bisanya Taraka sampai memikirkan hal seperti itu. Ia menerima dengan senang hati pemberian Taraka.

"Kita mau main apa?" tanya Anjani. Ia melihat sekeliling. Semua nampak asik untuk dimainkan.

"Harusnya hari ini naik rollercoaster, tapi kamu malah sakit," jawab Taraka.

Anjani menghembuskan napas kecewa. Seharunya ia bisa menaiki wahana itu. Namun, bukan Anjani jika ia menerima takdir begitu saja. Ia menggeleng dengan penuh semangat. "Anjani sehat kok." Ia berdiri seolah ingin memperlihatkan Taraka bahwa dirinya baik-baik saja.

Perlahan tangan Taraka menarik Anjani untuk duduk kembali. "Kita istirahat dulu, sepuluh menit aja."

"Kelamaan, Taraka," keluhnya. Sebenarnya sepuluh menit tak selama itu. Hanya saja ia terlalu bersemangat untuk naik itu.

Taraka tetap menolak permintaan Anjani. Ia tidak mau membuat gadis itu bertambah sakit. "Kalau kamu duduk di sini, nanti aku beliin es krim."

Sebuah tawaran yang menarik. Ia berpikir sejenak, apakah eskrim pantas ditukar dengan sepuluh menit menunggunya. "Oke, sama cimol ya?" tawarnya.

Lelaki itu sudah tidak mendebat Anjani. Hanya memberikan anggukan sebagai respon. "Oke," jawabnya sembari mengusak rambut Anjani.

Hai Janu || Enerwon ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang