39. Hai Janu, Riana Tau Semua

15 6 0
                                    

"Jani gapapa kan Janu tinggal?" tanya Renjanu setelah mereka berhenti di depan kelas Riana.

Anjani mengangguk pelan. Renjanu tidak meninggalkannya sejauh itu. Hanya rapat di ruang OSIS yang jaraknya hanya beberapa meter dari sana.

"Kak Ana  ngga ikut rapat?" Dirinya baru teringat bahwa Riana juga pengurus OSIS. Mana mungkin perempuan itu tidak ikut dalam rapat.

"Kata Kak Ana mau ijin," jawab Renjanu singkat. Kepalanya menoleh ke sana kemari mencari keberadaan Riana di dalam kelas. Sampai ia menemukan sosok kakaknya yang tengah mengemasi beberapa buku.

Renjanu melambaikan tangannya sembari memanggil nama Riana. "Nitip Jani, ya?" pinta Renjanu.

"Hah?" Mulut Riana menganga lebar tak paham maksud Renjanu. Dirinya saja buru-buru ingin rapat malah diminta menjaga Anjani. "Kita kan..." Sebelum Riana menyelesaikan kalimatnya, dengan gesit Renjanu menutup mulutnya.

"Kak Ana kan ijin rapat hari ini," ujar Renjanu dengan nada lembut. Tidak biasanya lelaki itu menggunakan nada seperti itu pada kakaknya. Mereka berdua tipe saudara yang seperti kucing dan tikus.

Riana makin mengernyit bingung. Tak paham akan maksud Renjanu. Sebelum matanya menangkap sosok Anjani yang diam seperti orang linglung.

"Oh, iya," pekik Riana saat dia sudah menemukan jawaban dari pertanyaan yang ada di kepalanya. Pasti Anjani akan menemui Taraka dan saat itu adalah tugas Riana menemani mereka.

Tangan Riana langsung menggandeng erat Anjani. Membawa gadis itu menjadi dari Renjanu. Ia membawa Anjani begitu saja tanpa sempat gadis itu berpamitan dengan Renjanu.

"Kita mau ke rooftop, kan?" tanya Riana atau mungkin bisa disebut tebakan Riana.

Anjani mengangguk kecil. Otaknya masih memproses apa yang terjadi. "Kak Ana bener ijin rapat?"

"Bener, Jani," jawab Riana penuh menyakinkan keraguan Anjani. "Kalau ngga ijin mah bisa dimaharin pak komandan," lanjutnya dengan tawa kecil.

Mereka berjalan pelan, menaiki setiap anak tangga. Terasa atap sekolah sangat jauh dari jangkauan mereka. Riana sendiri heran mengapa ada manusia seperti Taraka yang setiap hari datang ke tempat itu. Selain itu dia lebih heran dengan Anjani yang meluangkan waktu untuk menaiki tangga ini demi lelaki itu.

"Jani suka ya sama Taraka?" Kuis dadak Riana hampir membuat Anjani terjatuh sebab tersandung anak tangga.

"Mana mungkin," sangkalnya. Di dalam hatinya hanya ada sosok Renjanu. Sedangkan pada Taraka, dia hanya ingin menolong lelaki itu. Tidak lebih dan tidak kurang.

"Jadi Jani sukanya siapa? Janu?" Pertanyaan ini sukses membuat Anjani benar-benar terjatuh. Lututnya membentur garis tangga hingga menimbulkan rasa getir yang menjalar.

Riana menjadi panik melihat keadaan Anjani. Masih ada satu lantai lagi yang harus mereka lewati sebelum sampai ke rooftop. Sedangkan untuk turun dan ke UKS mereka perlu turun dua lantai. Riana langsung membantu Anjani duduk di tepi tangga. "Jani tunggu sini, Kak Ana panggil Taraka dulu."

Riana mempercepat langkahnya. Meski sekarang napasnya terasa hampir habis. Ia sampai di rooftop dan menemukan Taraka yang sedang tidur di atas sana.

"DORRR!" Riana membuat suara bising hingga Taraka terlonjak kaget dari tidurnya. "Itu dong minta tolong," ucap Riana sembari mengatur napasnya.

Taraka dengan nyawa yang belum terkumpul mencoba mencerna ucapan Riana. Menolong apa yang gadis itu maksud? Kepalanya jadi berdenyut karena hal itu.

"Jani mau ke sini tapi ke sandung  di lantai 3," jelas Riana yang membuat wajah Taraka langsung nampak panik. "Gue mau minta tolong jagain dulu, gue mau ambil obat ke UKS."

Langkah Taraka mendahuluk Riana. Hingga gadis itu tertinggal beberapa meter darinya. Sepertinya lelaki itu sangat khawatir dengan keadaan Anjani.

"Lo suka Jani, kan?" Ini bukan kuis tiba-tiba melainkan tebakan Riana yang ia sendiri tau jawabannya ia.

Taraka berhenti, ia tidak menoleh Riana. Lelaki itu fokus menatap punggung Anjani. Mengamati gadis itu dari jarak beberapa meter. Nampak Anjani yang tengah duduk sembari menyandarkan kepalanya di pembatas tangga.

"Lo ngga perlu tau," ujar Taraka lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Wajah Riana nampak mencibir. Jika tadi ia menemukan jawaban tidak di wajah Anjani. Sekarang ia menemukan jawaban iya yang tengah Taraka sembunyikan.

Sepertinya ini akan menjadi kisah cinta segitiga yang rumit. Riana bukan hanya pengamat yang diam. Dirinya adalah sosok yang serba tau. Taraka Menyukai Anjani, Anjani menyukai Renjanu, dan terakhir Renjanu menyukai Anjani.

Meski tau semuanya, Riana tidak akan ikut campur ke dalamnya. Ia hanyalah seorang pengamatan yang serba tau. Seperti itulah dia mengecap dirinya.

"Apapun itu, tolong jagain Anjani dulu," ucap Riana lalu melanjutkan langkahnya menuruni tangga.

"Kok lo di sini?" Itu Renjanu yang heran melihat Riana berada di UKS. Sepertinya ini bukan kisah cinta segitiga melainkan segiempat. Masih ada sosok Paramita yang menyukai Gardana Renjanu.

Riana menarik napas panjang. Lalu tanpa banyak berkata ia berjalan melewati Renjanu. "Jani jatuh di tangga," ucap Riana singkat.

Kalau tadi ia melihat wajah panik Taraka. Kini raut Renjanu nampak jauh lebih panik. Bahkan lelaki itu langsung berlari keluar tanpa mengatakan apapun.

Kepala Riana menggeleng heran. Sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu. Ia memberikan plaster dan obat merah pada Paramita. "Tetep ngga mungkin buat lo sama Renjanu," ujarnya yang terdengar menyakitkan tapi itu semua fakta.

Paramita menatap nyalang Riana. "Siapa bilang?" Gadis itu nampak jauh berbeda dengan image yang terkenal selama ini.

Riana terkekeh pelan, ia menoleh menatap Paramita remeh. "Gue, lo ngga denger tadi?" Tak ada basa-basi lagi. Riana memilih pergi. Mengobati Anjani jadi prioritasnya sekarang. Mana mungkin dia bisa mengandalkan dua laki-laki yang tengah kasmaran itu.

Hawa peperangan masuk ke indera perasa Riana. Tatapan sengit Taraka yang menatap tak suka Renjanu. Sedangkan lelaki itu tak peduli dan terus menatap Anjani penuh kekhawatiran.

Riana mendorong mereka berdua menjauh dari Anjani. "Sana-sana, gue mau obatin Jani," ujarnya sembari menepis kedua orang itu.

Perlahan tangan Riana menyapu obat ke lutut Anjani. Sesekali ia mendengar desisan kesakitan, bukan hanya dari Anjani melainkan dari kedua lelaki yang terus menatap Anjani.

"Jani," panggil Riana dengan berbisik. Anjani sedikit mencondongkan tubuhnya supaya bisa mendengar Riana dengan jelas. "Lo harus milih," ujar Riana lalu melanjutkan mengobati Anjani.

Gadis itu terdiam, memilih? Memilih seperti apa yang Riana maksud? Apa ini tentang Renjanu dan Taraka? Bolehkan Anjani egois dan tetap membuat mereka hidup di dekatnya.

"Milih dua itu serakah, Jani," lanjut Riana seolah tau apa yang berada di kepala Anjani.

Mata Anjani membulat kaget, apa Riana bisa membaca pikiran. "Kak Ana bisa baca pikiran ya?" tanyanya.

Riana tersenyum tipis. "Muka Jani jelas ngasi tau Kak Ana semuanya," ujar Riana sembari mengemasi kotak obat lalu pergi meninggalkan mereka bertiga.

Hai Janu || Enerwon ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang