53. Hai Janu, After Our Efforts

16 3 0
                                    

Setelah perjuangan Anjani. Hari ujian akhirnya tiba. Ternyata belajarnya membuahkan hasil. Ia rasa mengerjakan soal-soal tadi tak sesulit biasanya.

Anjani merasa lega ketika mengerjakan soal-soal ujian. Semua usaha kerasnya belajar bersama Renjanu telah membuahkan hasil. Meskipun tantangan besar masih menantinya, setidaknya dia merasa percaya diri dalam menghadapinya.

Setelah ujian, Anjani dan Renjanu kembali ke tempat mereka biasa, perpustakaan. Renjanu tersenyum lebar. "Jani, kita udah melakukan semuanya. Sekarang kita cuma harus fokus pada rencana kita."

Anjani mengangguk dan tersenyum. "Iya, Janu. Kita akan mencari bukti yang kita butuhkan dan menggagalkan rencana Taraka." Kepercayaan mereka satu sama lain semakin kuat, dan mereka siap menghadapi apa pun yang akan datang.

Mereka memulai perburuan bukti dengan semangat tinggi. Anjani dan Renjanu menyusuri jejak kejadian-kejadian di masa lalu, mencoba untuk menggali petunjuk-petunjuk yang mungkin mengarah pada rencana Taraka.

Mereka berdua merasa yakin bahwa ada sesuatu yang harus diungkapkan dan bahwa ini adalah waktu yang kritis untuk mengungkap kebenaran. Meskipun banyak rintangan dan tantangan yang mereka hadapi, Anjani dan Renjanu bersama-sama dengan tekad untuk melindungi masa depan mereka.

"Tapi Janu," ujarnya lirih. Entahlah, tiba-tiba Anjani merasakan keraguan. "Kalau Jani ngga jadi nomor 1 gimana?" tanyanya.

Renjanu terkekeh, lalu tangannya mengusak pelan rambut Anjani. "Janu tau," ujarnya. "Nanti Janu yang dapat rangking 1," jawabnya ringan.

Anjani mencebikkan bibirnya kesal. Ucapan Renjanu terdengar menyebalkan. Apalagi melihat wajah lelaki itu yang sekarang nampak sombong. Tangannya terulur, mencubit kencang lengan Renjanu. "Ngeremehin banget sih," kesalnya.

Renjanu terkikik melihat reaksi Anjani. Dia mencubit pipi Anjani lembut sembari tersenyum manis. "Maaf ya, Janu cuma bercanda. Janu tahu Jani bisa," ujarnya dengan penuh keyakinan.

Anjani menggeleng sambil tersenyum. Meskipun Renjanu kadang-kadang bisa sedikit menyebalkan, Anjani tahu bahwa dia memiliki dukungan penuh dari lelaki itu. Mereka berdua adalah tim yang tak terkalahkan, dan bersama-sama mereka akan menghadapi segala rintangan.

"Ngga mungkin sih," ucapnya. Ya, dia memang kesal mendengar Renjanu yang mengatakan dia tidak mungkin mendapat rangking satu. Namun, semua itu adalah fakta. Dan Anjani tak mungkin menyangkal hal itu. "Belajar aja yang masuk cuma setenganya," ia menghela napas panjang.

Renjanu meraih tangan Anjani lembut dan menatapnya dengan penuh keyakinan. "Jani, Jani lebih hebat dari yang Jani kira. Ini cuma soal waktu. Yang terpenting adalah usaha dan tekad. Kita udah coba bareng-bareng, kan? " Dia mencoba memberikan semangat kepada Anjani.

Senja tiba dengan lembut, melukis langit dengan perpaduan warna oranye, merah muda, dan ungu yang membentang di cakrawala. Matahari perlahan tenggelam di balik horison, menyisakan jejak cahaya senja yang memancar di antara awan. Udara sejuk senja memberikan nuansa tenang, sementara bayangan pepohonan dan bangunan bertambah panjang. Suasana senja membawa kedamaian dan keindahan yang mendalam.

Mereka berdua keluar dari perpustakaan kota. Sebenarnya tujuan mereka hanya mengembalikan buku yang mereka pinjam di sana. Sebab masa ujian juga telah usai.

Langit senja memberikan sentuhan hangat pada saat mereka keluar dari perpustakaan. Di bawah cahaya senja yang bergradasi, Anjani dan Renjanu berjalan santai menuju rumah sambil membicarakan berbagai hal ringan.

Anjani merasa lega bahwa ujian telah selesai, meskipun dengan keraguan yang menghantuinya. Sementara Renjanu terus mencoba menghibur dan meyakinkan Anjani bahwa segala kemungkinan tetap terbuka.

🅷🅰🅸 🅹🅰🅽🆄

Senin sering kali menjadi hari yang tidak menyenangkan. Seperti Senin kali ini, Anjani telah berdiri hampir satu jam dengan semua agenda upacara lalu dilanjut pidato dari kepala sekolah yang tidak ada habisnya.

Anjani berdiri di antara teman-temannya, mendengarkan pidato panjang dari kepala sekolah. Waktu tampaknya berjalan sangat lambat, dan suasana kantuk mulai merayapi.

Anjani mencoba untuk tetap fokus, meskipun rasa bosan terasa begitu kuat. Dia tahu bahwa setelah upacara ini, harinya akan terus berjalan dengan jadwal yang padat di sekolah. Senin memang selalu menjadi ujian kesabaran, tetapi Anjani berusaha menghadapinya dengan sabar.

"Masa ujian telah usai, tapi kalian harus tetap semangat. Ini semua demi masa depan kalian," ujar kepala sekolah sebelum mengakhiri upacara.

Matahari kian terik dan Anjani merasakan tubuhnya melemas. Pandangannya semakin kabur. Kepalanya terasa berputar. Dalam batinnya ia berujar, "Please lah ini jangan balik dulu,"

Apapun yang terjadi sekarang, Anjani sudah ambruk tak sadarkan diri. Beberapa orang di sekitarnya berteriak panik. Hingga Renjanu dengan sigap datang dan menolong gadis itu.

Renjanu panik, menggendong Anjani di tengah-tengah upacara menuju UKS. Padahal mereka belum sempat mendengarkan pengumuman siapa yang menjadi juara satu di semester ini.

Renjanu menatap khawatir Anjani yang terbaring lemas di atas kasur UKS. Bibir gadis itu nampak begitu pucat. Renjanu memegang tangan Anjani dengan lembut, mencoba memberikan dukungan. Ia tahu betapa kerasnya Anjani berusaha menghadapi semua tekanan akademis dan rencana yang mereka susun bersama. Namun, ia juga sadar bahwa Anjani kadang-kadang terlalu keras pada dirinya sendiri.

Petugas medis yang hadir segera memeriksa Anjani dengan seksama. Mereka memberikan beberapa pertanyaan dan melakukan pemeriksaan fisik. Setelah beberapa saat, mereka memberikan diagnosis.

"Sudah sepertinya ini adalah akibat kelelahan dan stres," kata petugas medis. "Anjani perlu istirahat yang cukup dan lebih menjaga kesehatan fisik dan mentalnya."

Renjanu mengangguk mengerti, masih khawatir melihat Anjani yang belum sepenuhnya sadar. "Terima kasih," ucapnya kepada petugas medis.

Petugas medis meninggalkan UKS setelah memberikan beberapa petunjuk untuk merawat Anjani. Renjanu tetap duduk di sisi kasur Anjani, menatap wajah gadis itu dengan penuh kekhawatiran.

Lelaki itu terus menunggu Anjani. Bahkan sampai semua siswa meninggalkan lapangan upacara. Persetan dengan jam pelajaran selanjutnya. Renjanu sangat mengkhawatirkan Anjani.

Pintu UKS terbuka kencang. Taraka, berdiri di sana sebelum berlari menghampiri Anjani. Dia menatap tajam ke arah Renjanu. "Lo apain Anjani?" ujarnya tak terima.

Sebenarnya pertanyaan Taraka sangat ambigu. Anjani pingsan saat upacara dan dia menanyakan hal seperti itu pada Renjanu. "Lo ga tau apa-apa," jawab Renjanu. Emosinya sedikit terpancing, padahal biasanya dia adalah sosok yang tenang.

Taraka menatap tajam Renjanu. Bahkan manik matanya tak berpaling sedikit pun. "Lo ga becus jaga Anjani!" maki Taraka.

Renjanu berdiri dari duduknya. Membuat suara decitan keras dari gesekan kaki kursi dengan lantai. "Lo ga tau apa-apa," ujar Renjanu makin terpancing. Sebenarnya dia bisa saja seperti biasanya, tenang, tetapi mengetahui bahwa beberapa saat lagi Taraka akan membunuhnya. Renjanu tidak bisa lagi baik dengan orang ini.

"Kalian kenapa ribut?" suara lirih Anjani. Gadis itu sudah sadar tetapi malah mendapati Taraka dan Renjanu yang tengah beradu argumen. Kepala Anjani masih berat dan pusing. Hingga suara dengingan di telinganya menariknya menjauh. "Janu, hati-hati," ucapnya sebelum semuanya kembali menggelap.

Hai Janu || Enerwon ||Where stories live. Discover now