58. Hai Janu, Jani Berhasil?

24 4 0
                                    

"Pergi!" Suara Taraka akhirnya menyahut teriakan Anjani. Suara lantang dan penuh amarah yang menembus pintu rooftop malam itu.

Gadis itu masih bersama dengan tangisannya. Mencoba dengan sekuat tenaga mendobrak pintu itu. "Taraka, Jani minta tolong," ujarnya lirih dengan sisa tenaga yang dia punya.

Anjani mendengar langkah kaki yang makin menjauh dari pintu. "Pergi, Anjani!" sentaknya. Taraka semakin jauh darinya. Lelaki itu ingin mendorong Anjani pergi dari tempat ini.

Mana mungkin Anjani pergi dan membiarkan dua orang itu berada di dalam sana. Terlebih, Anjani tidak tau seperti apa keadaan Renjanu sekarang. Apakah lelaki itu baik-baik saja? Kemungkinan besar tidak. Pikiran buruk sudah mengisi keseluruhan pikirannya.

Anjani merasa ia hampir kehabisan suaranya. Meneriaki nama Taraka, memohon pada lelaki itu untuk tidak melakukan hal yang berbahaya. Anjani berharap Taraka akan mendengarkannya.

Anjani terus berusaha dengan sekuat tenaga, tetapi pintu rooftop tetap tidak memberikan respon. Ketidakpastian tentang keadaan Renjanu membuatnya semakin cemas. Taraka dan Renjanu berada di atas sana, dan ia merasa tak berdaya. Tubuhnya makin lemas, yang tersisa hanya air matanya.

Namun, teriakan Anjani semakin lama semakin lirih karena kehabisan tenaga. Dia tetap berusaha untuk mendobrak pintu atau mendapatkan perhatian siapa pun yang berada di atas sana. Kepedihan dan ketakutan terpampang jelas di wajahnya, namun dia tidak akan pergi dan membiarkan keduanya sendirian di atas sana.

Tangan Anjani menggedor pintu itu. Membuat suara di sana makin bising. "Taraka! Tolong!" ujarnya dengan suara yang makin lirih.

"Jani!" Bukan, itu bukan Renjanu. Melainkan Harsa yang tiba di belakangnya. Lelaki itu menatap Anjani penuh tanda tanya.

"Harsa." Tubuh Anjani melemas, ia luruh hingga jatuh ke lantai. "Janu ... Janu ada di sana," ujarnya sembari menunjuk ke arah rooftop.

Harsa sendiri masih dalam keadaan bingung. Namun, ia buru-buru mendekatkan diri ke arah pintu. Ia pun menendang pintu itu dengan sekuat tenaga. Awalnya nihil, hingga di tendangan kedua Harsa mampu meatahkan engsel pintu hingga mereka bisa melihat apa yang terjadi di rooftop malam itu.

Pintu rooftop terbuka dengan keras, dan Harsa serta Anjani dapat melihat situasi di atas sana. Saat cahaya dari koridor membanjiri rooftop yang sebelumnya gelap, mereka melihat Taraka berdiri di tepi atap dengan Renjanu yang tergeletak tak jauh darinya. Renjanu tampak tidak sadar.

Anjani terisak melihat keadaan Renjanu dan berteriak, "Janu!" namun tidak ada jawaban. Taraka terlihat tenang di tepi atap, menghadap ke bawah, seperti mengancam Harsa dan Anjani yang ada di sana di depannya.

Taraka menarik Renjanu lebih dekat dengan tepi atap. Satu dorongan kecil sudah pasti membuat Renjanu jatuh.

Mata Anjani telah mebengkak, tetapi tangis gadis itu masih belum berhenti. "Taraka," panggilnya lirih. Ia masih berharap bahwa Taraka akan merubah pikirannya. "Jani tau kalau Taraka orang baik."

Taraka memandang Anjani dengan dingin, dan ia bisa melihat kebingungan dan ketakutan di mata Anjani. Namun, niatnya tidak berubah. Ia terus berusaha mendorong Renjanu lebih dekat ke tepi atap, memperlihatkan bahwa ia benar-benar serius.

Harsa berada di sana dan berusaha meyakinkan Taraka untuk tidak melukai Renjanu. "Taraka, lo cuma bakal memperkeruh semuanya," ujar Harsa dengan suara lembut, mencoba meredakan ketegangan.

Namun, Taraka tetap teguh dengan niatnya, dan keadaan semakin memanas di rooftop tersebut. "Kalian semua ngga ngerti!" sentaknya.

"Dengan kalian bujuk gue buat ga ngelakuin ini malah bikin gue yakin buat bunuh dia!" Taraka menatap tajam Renjanu yang masih tak sadarkan diri. "Semua orang cuma peduli sama dia, ngga ada seorang pun yang peduli sama gue!"

Anjani merasa detak jantungnya semakin cepat ketika Taraka semakin berapi-api. Taraka menceritakan perasaannya yang begitu dalam, rasa cemburu dan ketidakadilan yang mungkin telah memenuhi hatinya selama ini. Gadis itu merasa sedih mendengar bahwa Taraka merasa terabaikan.

Harsa mencoba untuk tetap tenang dan mencari kata-kata yang tepat untuk berbicara. "Taraka, kita tau gimana perasaan lo, tapi kekerasan ngga akan memecahkan masalah ini. Janu juga teman lo, dan kami peduli padamu. Mari kita cari solusi yang lebih baik."

Anjani berharap kata-kata Harsa bisa mengubah pandangan Taraka. Namun, semuanya tidak ada artinya bagi Taraka. Lelaki itu bertambah yakin bahwa pilihannya sudah tepat.

"Ga usah sok peduli," ujarnya sebelum ia ikut menjatuhkan diri bersama tubuh Renjanu.

Anjani menjerit kencang, lalu berlari ke tepi atap tempat Renjanu dan Taraka jatuh. Harsa sendiri masih terdiam kaku. Ia kaget melihat apa yang ia saksikan.

Anjani berlari mendekati tepi atap dengan hati yang berdebar kencang. Kecaman dan keterkejutan terbaca di matanya ketika ia melihat Renjanu dan Taraka jatuh. Entah apa yang ada di pikiran Taraka, tapi tindakan itu tampak sangat putus asa dan berbahaya.

Harsa, meskipun kaget, mulai bergerak setelah sekejap. Ia melihat Anjani berlari ke tepi atap dan segera mengikuti, mencoba meraihnya sebelum Anjani melakukan sesuatu yang ceroboh.

Jantung Anjani terasa berhenti berdetak sebelum ia menghela napas lega. Semua yang telah ia siapkan di bawah sana berhasil. Bu Ayu melambaikan tangan pada Anjani.

Anjani juga tau pasti Bu Ayu juga terkejut di bawah sana. Untungnya Anjani bisa menyelamatkan keduanya.
Anjani merasa begitu lega ketika ia melihat Bu Ayu dan Harsa selamat. Ia merasa berhasil dengan rencananya yang sangat tidak masuk akal ini. Namun, rasa kelegaannya masih dibayangi oleh situasi Taraka yang masih belum teratasi.

Ia berharap Renjanu akan baik-baik saja setelah kejadian ini, dan bahwa Taraka akan mendapatkan bantuan yang ia butuhkan. Anjani tahu bahwa mereka semua masih memiliki banyak masalah yang harus dihadapi, tetapi setidaknya ia telah menyelamatkan dua nyawa yang sangat berarti baginya.

Harsa ikut menghela napas lega melihat kedua orang itu jatuh di atas matras tebal. Bahkan kini di bawah sana sudah datang kerumunan siswa dan beberapa guru. Mungkin sebentar lagi polisi juga akan datang menyelidiki keadaan itu.

Anjani memutar balikkan badannya. Ia ingin turun dari sini dan memastikan keadaan di bawah sana baik-baik saja. Namun, sebelum kakinya keluar dari tempat itu Anjani merasakan pusing di kepalanya. Ia sadar waktu yang ia punya telah habis. Tidak bisakah Anjani memastikan Renjanu baik-baik saja terlebih dahulu?

Semakin ia melangkah, semuanya semakin terasa berat. Anjani seolah ditarik makin menjauh dari tempat itu. Dunia seakan semakin berputar. Anjani menitipkan air mata sebelum semuanya semakin gelap.

"Semoga Janu baik-baik saja," ujarnya lirih sebelum semakin gelap. Anjani tertarik menjauh dari tempat itu. Kembali menuju tempat asalnya.

Hai Janu || Enerwon ||Where stories live. Discover now