Chapter 49

242 15 0
                                    

Di sebuah kawasan di luar kota Jakarta, gedung terbengkalai yang berada di tepian hutan pinus, dekat kawasan dengan hamparan kebun teh di sepanjang mata memandang, di sebuah tempat yang tidak terlalu terpencil namun tidak terlalu ramai juga di lalui orang-orang.

Sebuah gedung yang masih belum selesai, atau tepatnya masih setengah jadi, sebuah gedung yang akan di jadikan sebuah villa mewah, namun beberapa tahun terakhir pengerjaan nya mangkrak dan membuat gedung sedikit di penuhi oleh ilalang tinggi.

Gedung itu sangat cocok untuk di jadikan tempat persembunyian, tempat dimana para mercenery berada, mereka menyamarkan diri sebagai turis yang sedang berwisata kesana, jadi orang-orang sekitar tidak curiga sama sekali.

Di dalam sana, terdapat sekelompok pasukan yang sedang beristirahat, itu adalah kelompok yang menyerang kediaman Wijaya, setelah berhasil menculik Cassandra, mereka langsung kabur ke daerah ini, daerah yang awalnya memang di jadikan markas oleh mereka semua.

Dari total empat pleton pasukan, kini tersisa dua pleton saja, dua pleton sudah habis di bantai oleh Zain dan orang-orangnya, raut wajah kekesalan terlihat di wajah mereka, pasalnya mereka tidak pernah menyangka kalau mereka akan di bantai oleh targetnya, walau misi berhasi tapi kerugian dari kehilangan pasukan sangatlah besar.

Mereka tau kalau pekerjaan mereka ini sangat beresiko, harga yang harus di bayar adalah nyawa mereka masing-masing, tapi siapa yang sangka kalau korban dari pihak mereka akan sebanyak ini, itu sangat jauh dari perhitungan mereka.

Di dalam gedung, Cassandra di ikat di sebuah kursi, kedua tangan dan kakinya di ikat ke bagian kursi agar tidak bisa kabur sama sekali, walau dalam kondisi pingsan, tapi mulut Cassandra masih tetap di lakban dengan kedua mata di tutup.

Di hadapannya tengah duduk beberapa orang yang menjadi dalang dari penculikan Cassandra, dua orang pelaku utama dan juga komandan dari semua tentara bayaran, mereka tengah duduk sambil menikmati keberhasilan mereka.

"Hahaha... Kerja bagus Jonson! Kami puas dengan kerja kalian semua," ucap seorang laki-laki yang menjadi dalang di balik itu semua.

"Benar. Tidak sia-sia kami membayar mahal atas jasa mu," sambung seorang perempuan yang jadi salah satu di antara dua dalang itu semua.

"Hmm. Misi memang berhasil di laksanakan, tapi saya kehilangan dua pleton pasukan saya, ini sungguh tidak bisa di percaya," jawab Jonson, komandan dari semua mercenery.

"Tenang saja Jonson. Saya akan membayar semuanya, tinggal satu langkah lagi sampai kami berhasil menguasai kekayaan Wijaya."

"Tepati janji kalian. Kalau tidak, saya tidak akan biarkan kalian hidup dengan tenang."

"Kamu tidak perlu risau. Kita ini partner bisnis, jadi sudah seharusnya saling menguntungkan."

"Hmmm."

Pembicaraan mereka kembali berlanjut, lebih tepatnya mereka hanya minum-minum sambil tertawa terbahak, mereka masih menikmati keberhasilan itu, euporia yang terlalu berlebihan untuk di rayakan.

Tidak lama, beberapa mercenery datang sambil membawa tiga orang perempuan, satu anak-anak, satu abg dan satu wanita dewasa yang usianya hampir setengah abad, mereka di bawa karna mereka adalah bagian dari rencana ini juga, mereka sudah melakukan tugasnya dengan baik.

"Dimana berkas-berkas yang saya minta?" tanya seorang wanita ke salah satu di antara ketiganya.

"T-tunggu!" tahan abg tersebut.

"Ada apa? Apa yang kamu tunggu?"

"Sebelum saya memberikan berkas-berkas ini, saya ingin memastikan kalau ayah saya baik-baik saja, saya ingin melihat keberadaan ayah saya."

"Lancang. Apa kau tidak percaya sama saya?"

"B-bukan begitu. Hanya saja kami ingin melihat belia---u."

"Siniin cepat!"

Wanita itu langsung merebut paksa berkas-berkas yang ada di tangan gadis itu, tidak ada sedikit perlawanan karna mereka sedang dalam tekanan, mereka tersudutkan oleh para mercenery yang ada disana, mereka sangat tertekan.

Wanita itu tersenyum kala memeriksa berkas-berkas itu, semuanya lengkap, surat-surat penting perusahaan dan yang lainnya, semua dokumen lengkap, tinggal tanda tangan dari Cassandra maka semua harta kekayaan Wijaya akan beralih ke tangan mereka.

"S-saya sudah melaksanakan tugas saya, t-tolong lepasin ayah saya," pinta gadis abg itu, urai air mata dari keluarga tersebut.

"Berani kamu memerintah saya? Lancang!"

Plak!

Sebuah tamparan di layangkan oleh wanita itu ke si gadis abg, tubuhnya terjatuh lalu di ikuti oleh ibu dan adiknya yang terduduk, menangis takut, takut akan keselamatan mereka dan kepala rumah tangga keluarga mereka.

Dengan tatapan nyalang, wanita itu menatap ketiga perempuan yang masih satu keluarga itu, dengan tatapan merendahkan dan juga jijik.

"Dengarkan saya! Kamu tidak punya hak memerintah saya, saya hanya akan melepas ayah kamu ketiga seluruh harta Wijaya sudah resmi beralih ke tangan saya, sampai saat itu kamu hanya bisa menunggu," tegas wanita itu.

"Sayang! Sudahlah," ujar sang laki-laki ikut bicara.
"Kamu tidak perlu memarahi mereka, lagian kalau tidak ada mereka, dokumen-dokumen itu belum tentu bisa kita dapatkan."

"Hmm. Sudahlah. Mungkin saya terlalu sensi terhadap mereka," pungkas wanita itu.

Sang laki-laki kemudian mendekat, lalu tersenyum ke arah ketiganya. "Kerja bagus, saya akan menepati janji saya nanti, untuk saat ini kaian tidak perlu cemas, kalian bisa istirahat disini. Dan juga, terima sekali lagi, Manda!"

Ya. Itu adalah Manda dan keluarganya yang menjadi bagian dari kelompok mereka, Manda yang di percaya oleh Cassandra adalah seorang penghianat dan kasus kebakaran yang terjadi di rumahnya itu juga sudah di rencanakan, mereka tau kalau Cassandra adalah orang baik yang tidak akan menelantarkan orangnya.

Mereka memanfaatkan hal itu, dari awal rencana mereka sudah sempurna dan berjalan mulus, meretas sistem perusahaan Wijaya dan juga sisten pertahanan negara, semua itu sudah di rencanakan oleh mereka, dan itu berhasil, Manda di percaya bergabung dengan perusahaan.

Bahkan Zain yang di kenal teliti saja dapat tertipu, itu yang mereka pikirkan, semua kejadian sudah di rencanakan sedari awal dengan sangat matang.

"Nghh..." Suara lenguhan dari Cassandra yang akhirnya tersadar.

Perlahan tapi pasti kedua mata Cassandra terbuka, namun pandangannya masih gelap, beberapa kali mencoba mengerjap namun pandangannya masih gelap, sedetik memudian penutup matanya di buka dan membuat Cassandra kaget karna cahaya yang menyilaukan.

Cahaya yang masuk ke pupil matanya membuat pandangannya menjadi kabur, Cassandra mengerjapkan kedua matanya beberapa kembali dan mulai mendapat penglihatannya lagi, kali ini Cassandra sudah sadar sepenuhnya, lakban yang menutup mulutnya juga di buka.

"Aws!" Cassandra meringis kala lakban itu di buka dengan paksa.

Otak Cassandra masih ngeblank dan tidak bisa fokus dengan apa yang terjadi padanya saat ini, Cassandra masih tidak sadar dengan keadaannya, keadaan yang sangat sulit dengan kedua tangan dan kaki terikat.

"D-dimana ini? Apa yang terjadi padaku?" Cassandra masih bingung dan merasa pusing.

"Ah! Rupanya kau sudah sadar sayang!"

Cassandra tersentak kaget kala mendengar suara yang familiar di telinganya, dan saat kedua matanya menoleh ke sumber suara, Cassandra di buat terkejut dengan sosok orang yang sangat familiar dan di kenal olehnya atau pun ayahnya.

Kedua mulut Cassandra menganga kala melihat dua sosok di depannya itu.

"T-tante Olivia! O-om Boris!"

* * *

...TO BE CONTINUE...

DANGEROUS HUSBAND ✅ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang