Bab 22 √

13.3K 872 17
                                    

Di dalam kamus anak kecil, tidak ada namanya lelah sebelum puas. Begitu juga dengan Ruby, anak kecil cantik itu tak merasa jera sehabis di diceramahi panjang lebar oleh sang ayah.

Kaki mungil Ruby terus berlari di atas rerumputan menikmati setiap rintikan air hujan yang terus berjatuhan.

"Uh dingin! tapi seru!" Di sela-sela langkah nya, Ruby bersenandung riang sembari meloncat-loncat senang.

Anak itu tak sadar di balkon kamar Alister tampak bersekedap dada memantau setiap kelakuannya. Iris hitam legam nya begitu tajam memandang punggung sang anak.

Baru saja di tinggal anaknya itu sudah membuat ulah? ingin menghukum nya namun Alister tak tega. Alister pun melangkah pergi meninggalkan balkon.

Tujuan nya sekarang menyusul sang anak.

"Tolong ambilkan saya payung" Kata Alister begitu berpapasan dengan Gina.

"Baik tuan" Gina beranjak dengan langkah terburu-buru. Tidak Membutuhkan waktu lama pelayan itu kembali dengan satu buah payung di tangan nya.

"Ini tuan"

"Hm, makasih" Alister mengambil payung tersebut lalu melangkah menuju pintu mansion.

Di luar, Ruby masih asik dengan dunia nya. Bahkan di saat bibir nya telah memucat anak itu tetap semangat seolah tak merasakan getaran dingin di tubuhnya.

Ruby duduk lesehan di rerumputan dengan sekumpulan bunga di depan nya. Dengan bantuan tangan mungilnya, Ruby merangkai bunga yang hampir membentuk R.

Sekilas Ruby melihat bayangan seseorang yang kini berjalan menuju nya. Tubuh nya seketika merinding saat merasakan bahaya akan mendekat. Dengan hati-hati ia mendongak.

Wajahnya tertegun.

"Mampus" batin nya melihat wajah tak mengenakan Alister.

Sebelum Alister berbicara, Ruby lebih dulu berdiri. Gigi-gigi mungil nya langsung terlihat ketika anak itu cengengesan. "Hehe, ayo pah...kita masuk" kata nya dengan mimik wajah polos.

Alister mengangkat alis satunya. Alister tau, anak nya itu berusaha menghindar. Alister terlalu paham dengan pikiran putrinya.

Tangan dingin Ruby menyentuh tangan Alister yang menganggur. Dengan mimik ceria seolah tak melakukan kesalahan, Ruby berjalan riang dengan menggandeng tangan besar Alister.

Setelah memasuki mansion keheningan melanda ayah dan anak itu. Ruby yang terlalu takut mengeluarkan suara dan Alister yang fokus mengecek suhu tubuh anak nya melalui gandengan yang belum terlepas itu.

"Pah" Ruby akhirnya bersuara dengan suara yang sedikit serak dan bergetar.

Tak mendapatkan respon dari Alister Ruby menggoyang-goyangkan lengan kekar itu. Keduanya tiba di kamar. Ruby menggigit bibir bawah nya takut. Selain itu Ruby juga menahan pusing yang tiba-tiba menyerang.

Tubuh anak itu terangkat membuat nya tersentak. Alister mambawa Ruby ke kamar mandi tanpa berkata apapun. Wajah nya bahkan tak berekspresi.

~oOo~

Di tengah malam, hujan kembali turun setelah berhenti di waktu magrib tadi. Kilat merah saling menyambar di atas langit bersamaan dengan hembusan angin kencang di luar sana.

"Uhuk hiks hiks uhuk papa hiks" seharusnya di jam-jam saat ini di tambah dengan hujan lebat hampir setiap orang tertidur dengan nyenyak. Namun berbeda dengan ayah dan anak ini, Alister sebagai seorang ayah merelakan waktu jam tidur nya untuk merawat anaknya yang tengah demam tinggi.

Alister menghembuskan nafasnya lelah. Tangan nya terulur mengambil gelas berisi air hangat yang tersisa setengah. Posisi tubuh Ruby yang kini tengah bersandar di pelukannya memudahkan Alister membantu anaknya itu untuk minum.

Tidak banyak yang bisa Alister lakukan. Di tengah malam seperti ini dan di tambah dengan cuaca yang cukup buruk membawa Ruby ke rumah sakit sangatlah tidak memungkinkan terutama menghubungi dokter. Alister masih memiliki rasa kemanusiaan.

"Uhuk uhuk!" Ruby kembali terbatuk. Rasa nya Alister begitu geram, obat batuk yang di minum anaknya sangatlah tidak mempan! oke, Alister menarik kembali ucapan tadi. Alister akan menghubungi dokter, biarkanlah dokter itu menghadapi cuaca buruk di luar sana.

Yang terpenting sekarang adalah keadaan anaknya.

"Segera ke kediaman saya, bawa peralatan medis mu itu!" Ujarnya tegas tanpa bantahan.

"Tapi-"

"Waktu paling lama dua puluh menit!" Tut, Alister mematikan sambungan telfon secara sepihak. Atensi nya kembali menghadap Ruby sepenuhnya.

"Uhuk!"

Dengan sabar dan telaten Alister mengusap punggung anaknya.

"Uhh papa"

"Kenapa sayang? hm? ada yang sakit?"

"Muntah uhh" ujarnya bergerak gelisah.

"Muntahin langsung"

Hoek! Hoek! Hoek! Tanpa henti isi perut Ruby terus keluar mengani selimut serta sedikit mengenai baju tidur Alister. Tangan Alister mengusap tengkuk Ruby dengan minyak telon.

"Huaaa hiks hiks papa hiks ga suka! uhh hiks ga enak hiks!" Ruby menangis kencang, wajah dan bibir nya semakin pucat membuat Alister cemas.

Melihat ke nakas, gelas telah kosong. Alister mengambil ponselnya, lalu menghubungi pelayan.

"Ke kamar saya sekarang! sekalian bawakan air hangat" Setelahnya Alister mematikan sambungan telfon.

"Bentar ya hmm?" jari jemari pria itu mengusap setiap jejak air mata yang terus mengalir.

Tok tok!

"Masuk!"

Seorang pelayan dan pria dengan baju tidur nya memasuki kamar Alister. Awalnya ketika masuk wajah pria itu begitu masam dan terkesan sinis namun berubah cepat begitu melihat keadaan gadis kecil di pelukan Alister.

"Anak lo kenapa?" Tanya pria itu, panggil saja Dikron Maheswara.

"Periksa!" Dikron mengangguk pelan,seraya mendudukkan dirinya di samping tempat tidur. Melihat kedatangan Dikron Ruby segera merapatkan diri pada sang ayah.

"Sayang di periksa dulu ya, papa mau ganti baju dulu ya hm?" Ruby menggeleng semakin mengeratkan pelukan.

"Baby mau sembuh?" Ruby mengangguk, "kalau gitu harus di periksa ya? papa mau ganti baju, liat baju papa kotor tau" ujar Alister lembut. Mendongak, menatap wajah Alister sebentar kemudian dengan hati tak rela Ruby menjauhi tubuhnya.

"Cepat periksa!" Seru Alister melihat Dikron, teman masa SMA nya hanya terbengong.

Dikron gelagapan, kemudian dengan cepat membuka kotak persegi yang berisi alat-alat pemeriksaan. Sambil menunggu teman nya memeriksa Ruby Alister menyuruh pelayan tadi untuk membawa selimut yang di muntahkan Ruby keluar dan membawa selimut yang baru, lalu Alister pergi ke walk in closet.

"39,4 derajat?" Gumam Dikron seraya geleng-geleng. Netra nya memandang wajah pucat Ruby, "mandi hujan ya cil?" tanya Dikron mendapatkan anggukan kecil dari sang empu.

"Lo takut jarum ga cil? tahan ya?" Dikron mengarahkan jarum tajam itu di bagian tangan Ruby. Mata sayu sontak Ruby terpejam saat merasakan jarum tersebut menembus kulit nya.

"Oke, langsung istirahat cil, gue nunggu bapak lo dulu" ujar nya Dikron sembari mengemasi barang-barangnya. Setelah dokter laki-laki itu mengucapkan hal itu, Ruby lantas tertidur tanpa memerlukan waktu yang lama.

Tak tak tak

"Gimana?"

"Demam anak lo tinggi, 39,4 derajat. Ini obat yang harus di beli, ada kok di apotek. Kalau besok anak lo demam nya juga belum turun langsung aja bawa ke RS takut nya anak lo terkena penyakit lain" jelas Dikron membuat Alister mengangguk paham.

"Oke thanks!"
.
.
.

TBC

RUBYWhere stories live. Discover now