Bab 34 √

7.6K 533 30
                                    

Waktu terus berlalu, tak terasa seminggu sudah Ruby keluar dari rumah sakit. Dan seminggu itu juga Ruby habiskan bersama Alister. Anak itu tak ingin lepas dan jauh-jauh dari sang ayah.

Biarpun keadaan mau ramai sekalipun, gadis kecil cantik itu tetap tak ingin lepas sekalipun terus di bujuk keluarga.

Entahlah, semenjak Alister berkata yang tidak-tidak hingga membuat nya menangis, firasat Ruby menyuruh untuk selalu bersama sang ayah. Tidak peduli dimana tempat, keadaan, dan situasi.

Jika ada kejadian yang tidak diinginkan kepada Alister, setidaknya ada Ruby yang menemani.

"Papa diam disini ya! jangan kemana-mana, Ruby mau cuci tangan dulu!" Pinta nya berseru. Alister terkekeh, kepalanya mengangguk menuruti permintaan sang anak.

Manik hitam legam nya memandang kepergian sang putri dengan senyuman tulus. Kemudian matanya beralih menatap benda pipih yang tampak bergetar.

"Ada apa?" Tanya Alister the poin begitu telpon telah tersambung.

"..."

"Mengapa tidak kamu sendiri yang menghandle nya, Satria?" Alister berujar sembari menatap Ruby yang tampak berlari menuju nya.

"..."

"Baiklah, besok saya akan pergi" setelah mengatakan hal tersebut Alister lantas mematikan sambungan telfon.

"Kenapa, pah? siapa yang nelpon?" Tanya Ruby dengan raut wajah penasaran.

Alister membantu putrinya itu untuk duduk di atas pangkuan nya. Kemudian tangannya mengusap-usap rambut Ruby yang kini berubah coklat. Entahlah, awalnya rambut putrinya itu berwarna hitam namun perlahan-lahan, berlalu nya waktu rambut hitam itu kini berubah coklat.

Terlihat sekali menuruni ibunya.

"Udah cuci tangannya?" Ruby mengangguk pelan. Kedua kakinya ia goyang ke kenan kiri.

"Papa belum jawab pertanyaan Ruby. Siapa yang nelpon papa tadi?" Tanya anak itu lagi sembari memainkan jari jemari Alister yang tidak mengusap rambutnya.

"Dari om Satria" ujar Alister senantiasa mengusap rambut putrinya, sesekali menyisir nya juga.

"Besok papa keluar negeri, ada masalah di sana" sambungan Alister mengecup pucak kepala Ruby lembut. Pria itu juga meletakan dagunya di sana.

"Ruby ikut!" Seru anak itu cepat. Mendengar kata luar negeri perasaan gelisah nya semakin menjadi-jadi.

"Jangan ya? papa ga lama di sana sayang. Ruby di sini aja, sama papi mami" tolak Alister halus. Ekspresi Ruby langsung memelas, ia menggoyangkan-goyangkan tangan Alister dengan bibir dimajukan.

"Please! Ruby ga mau ditinggal!"

Alister menghela nafasnya. Sungguh ia bimbang, entah mengapa firasatnya tak enak. Ia tak ingin membahayakan sang putri, namun jika menolak pun hati Alister semakin gelisah, Alister takut anaknya itu kenapa-napa meskipun ada Kaisar yang sementara waktu akan tinggal di mansion nya.

Ah, mengapa ia merasa sendang dihadapi dua pilihan? batin Alister gelisah.

Jika Alister menggagalkan rencana nya untuk keluar negeri sama saja mencari masalah. Perusahaan yang memang dalam kendala sudah seharusnya diurus pemilik perusahaan itu sendiri. Jika menyuruh suruhan sama saja mencari masalah karena meskipun orang kepercayaan otomatis mereka dapat mengetahui kelemahan perusahaan. Siapa yang tau ada penghianat berkedok orang kepercayaan? kasus ini sudah sering terjadi di perusahaan-perusahaan besar.

Alister hanya mencari aman saja.

"Sayang beneran mau ikut?" Ruby mengangguk mengiyakan. Bibirnya kini menyinggung senyum manis. Hal itu mampu membuat hati Alister tenang, pria itu pun tersenyum.

RUBYOù les histoires vivent. Découvrez maintenant