Bab 28 √

11.6K 782 45
                                    

Yang namanya datang dan pergi itu pasti ada. Kehidupan dan kematian merupakan takdir tuhan yang sudah di tentukan.

Dulu, Alister pernah menyepelekan arti kematian. Kematian tak ada artinya bagi nya. Pikiran nya selalu berkata, Tuhan telah mentakdirkan hamba nya untuk hidup dan mati. Tidak perlu takut siapa yang pergi. Aku tak perlu menangis, apalagi di hadapan banyak orang.

Alister menempati perkataannya saat kematian sang ibu. Bukan nya tak sedih, anak siapa yang tak sedih dengan kepergian ibunda tercinta? Alister menyayangi ibunya lebih dari apapun. Namun prinsip nya, lelaki tak boleh menangis terutama di hadapan banyak orang!

Tapi, tepat di hari kematian sang istri disitulah Alister mematahkan prinsipnya. Alister menangis, kepergian sang istri dan kehadiran sang anak. Entah itu air mata kesedihan atau kebahagiaan bercampur menjadi satu.

Tidak sampai di situ kehancuran seorang Alister. setelah kematian sang istri, sang kakek ikut menyusul. Alister ingin menyerah namun sosok bayi mungil di sisi nya membangkitkan semangat hidup Alister. Harta satu-satunya hanya tersisa sang anak, Alister harus bertahan demi anak nya.

Alister harus membalas pelaku penyebab kematian istri nya. Melihat sosok itu berkeliaran bebas selama ini membuat hati Alister panas namun rencana nya selama ini tak boleh hancur begitu saja.

Dan sekarang Alister berhadapan dengan salah satu pelaku yang ikut adil dalam kematian Aruna. Emosi? tentu saja. Apalagi sosok itu juga yang selama ini ingin membahayakan anak nya.

Lean.

Allvadeo Lean Buana.

Segaris senyum licik terukir di bibir Lean, dengan tampang begitu menyebalkan menurut Alister. Dia duduk bak seorang raja di sofa panjang, menatap Alister menantang dengan manik coklat terang nya.

"Ada apa tuan Alister terhormat ini repot repot
menguji musuh nya sendiri?" Tanya pria yang lebih tua setahun dari Alister itu dengan nada mengejek. Salah satu alisnya terangkat dengan senyum miring yang terukir.

Alister diam menatap balik Lean tanpa ekspresi.

"Putri mu baik-baik saja kan?" Tanya nya menatap penuh ejekan kepada sosok pria yang berdiri bak patung di depan nya.

Alis Alister terangkat, pria itu sedikit terkekeh seolah menertawakan pertanyaan Lean. "Sure. Saya bukan anda yang menelantarkan putri nya sendiri" ujar Alister menusuk.

Lean terkekeh pelan. Kedua kaki yang semula nya di silang kini ia bujur kan, memberi jarak sedikit. Kedua lengan kekar itu di letakan di atas kedua paha nya. "Aku tidak membutuhkan sosok anak yang lemah seperti perempuan. Perempuan itu merepotkan" ujar pria itu santai seraya mengambil narkotika di atas meja.

"Benarkah?" Alister bertanya menatap penuh ejekan kepada Lean.

Lean berdehem menghisap kuat narkotika yang menyatu di kedua bibir nya kemudian menghembus kan nya santai. "Pengucilan untuk Aruna" gumam nya lirih.

Alister terkekeh menatap penuh ejekan sosok di depan nya. Walau hati nya terasa panas namun Alister tetap berdiri tenang. Lean itu menyukai Aruna, wajar bukan Alister panas? biarpun istrinya sudah tidak ada.

"Perlu apa anda ke sini?" Tanya Lean menatap Alister penuh.

"Menurutmu?" Tanya Alister balik.

Segaris senyuman kembali terukir di bibir pria itu. "Ingin membalas ku ya?" Ujar Lean mengangguk-angguk kan kepalanya. Manik coklat terang itu menatap Alister lagi namun dengan tatapan rumit. "Ya silahkan saja"

Alister akui saat-saat seperti ini pria itu mampu mengatur ekspresi dan emosi nya. Sayang nya ini Alister.

Mengangkat senjata nya, Alister menghadapkan ke arah Lean yang masih tenang di tempat. Alister menatap penuh ejek pria itu, dia kira Alister tak tau?

RUBYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang