14 - Someone

23.5K 1.8K 54
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


alooo, selamat pagi maniezz~

enjoy~ (づ ̄ ³ ̄)づ



***



Satu minggu terlewati yang berarti sudah waktunya para Dominic kembali ke Mansion, dan pagi ini mereka akan meninggalkan si bungsu untuk menikmati sisa waktunya di Panti Asuhan.

Ziel berdiri di ujung tangga, melihat daddy dan keempat kakaknya sedang bersiap untuk pulang. Seketika ia merasa sedih, entah kenapa perasaannya menjadi kosong, ia ditinggal lagi.

Hendrick yang menyadari kehadiran sang bungsu pun berjalan mendekat, "Baby? "

Ziel diam dan menatap lurus ke arah sang daddy, menunggu pria dewasa itu melanjutkan kalimatnya.

"Daddy bersama keempat kakakmu akan pulang. Nikmatilah waktumu dan jangan lupa untuk mengabari kami. Minggu depan daddy akan kembali ke sini untuk menjemputmu."

Hendrick mengecup dahi Ziel, satu minggu akan ia lalui tanpa kehadiran sang bungsu. Sebenarnya Hendrick bisa saja menolak keinginan Sinta, yang menginginkan agar Ziel menghabiskan waktu terakhir bersama warga Panti, namun Hendrick memilih untuk menghargai keinginan wanita yang sudah mengurus dan membesarkan bungsunya, bagaimana pun mereka lah yang lebih dulu mengenal dan tinggal bersama Ziel. Ia tidak boleh egois.

"Heum?" Ziel memiringkan kepalanya, merasa bingung dengan kalimat yang dilontarkan sang daddy.

"Nanti dirimu akan tau." Hendrick mengelus surai si bungsu, lalu menyingkir, memberikan ruang bagi keempat putranya untuk berpamitan pada Ziel.

"Adek jangan nakal, kalau mau main atau pergi, jangan lupa izin sama yang lain." Ucap Zergan.

"Abang udah nyetok susu cokelat kesukaan adek di dapur, jangan lupa di minum." Ujar William.

"Jangan main terlalu jauh, atau Shiro abang buang." Damian mengatakan itu sambil menunjuk Shiro yang sedang berbaring di atas alas kaki.

"Ancam terosss," cibir Ziel.

Lalu yang terakhir ada Theine, sulung itu mendekat dan memeluk erat sang adik.

"Kakak pergi dulu, jangan nakal dan jaga kesehatan, minggu depan kita akan bertemu lagi."

Hendrick mengangguk dan mengajak antek-anteknya untuk pulang, Ziel bersama Sinta dan Tristan berdiri di depan pintu, melihat mobil mewah yang berisikan keluarga konglomerat itu satu per satu pergi meninggalkan Panti.

Begitu mobil itu menghilang dari pandangan, dapat Sinta lihat Ziel yang tertunduk lesu, wanita paruh baya itu mengulas senyum, itu berarti putranya sudah nyaman bersama calon keluarganya.

"Ziel?" Panggilnya.

"Iya bun?"

"Kesayangan bunta kenapa? Masih pagi udah cemberut aja nih," Goda Sinta kepada Ziel.

"Ga tuh, Ziel ga cemberut," bantahnya dengan bibir mencebik.

Ziel Alexander DominicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang