5 | Pecahan Enigma (1)

25.8K 2.7K 187
                                    

[Jalan Briseis, Distrik Khusus Pasithea
| 21 Juli Z-19]

Pemuda berambut pirang mengedip-ngedipkan mata birunya yang masih terasa lengket. Gendang telinga anak itu telah diserbu oleh teriakan nada alarm. Jemarinya segera menggeser turun layar hologram yang menyembul dari meja di samping kasur sehingga alarm pun berhenti.

"Pukul enam tepat. Selamat pagi, Galant!" Kini giliran robot imut bertelinga panjang seperti kelinci bergerak-gerak, terbang di atas kepala pemuda bernama Galant itu. Suaranya mirip anak umur dua tahun yang baru berbicara, minus logat cadel tentu saja.

"Nolly, berhentilah membuatku pusing!" perintah Galant; merasa risi. Kemudian ia beranjak menuju pintu kamar mandi di sudut kamarnya yang sangat luas. Kamar itu sebagian besar berwarna abu-abu terang. Menunjukkan barang-barang mahal dengan teknologi mutakhir yang sebenarnya jarang Galant pakai. Paling banter hanya seperangkat movie player di sisi lurus dari arah ranjang. Sementara brainstation yang baru dibelikan ayahnya itu pun dianggurkan. Mengingat Galant bukan maniak games. Justru ia akan rela kalau waktu liburnya habis untuk membaca buku klasik. Tak heran kalau di sisi kanan ruangan ia punya perpustakaan kecil.

"Secangkir kopi mungkin bisa menstimulasimu agar lebih bersemangat lagi?" Nolly melayang tenang dan manis, menunggu jawaban Galant yang tengah menatapnya dengan bosan.

"Satu persen kafein--tidak lebih," ucapnya sembari menutup pintu kamar mandi. Sampai ia kembali membukanya kembali sedetik kemudian. "Ah, naikkan menjadi 1,5%!" Dan sebelum Nolly beranjak dari posisinya, Galant sudah membuka pintu lagi. "Dan tolong buatlah menjadi frappe! Aku tidak punya banyak waktu untuk menunggunya dingin."

Dan Galant kini benar-benar menutup pintu dan terdengar memutar keran shower di dalam. Barulah robot lucu itu terbang menuju papan dinding putih yang mirip meja bartender di sudut bagian belakang kamar itu, lantas memencet beberapa tombol di sana.

Lima belas menit, Galant sudah siap dengan Auttaxi yang memarkir di terminal khusus, di pinggir jalan Briseis. Mulutnya masih sibuk menyedot sisa kopi dingin, sementara rambut pirangnya sudah tertata rapi. Menurut praktis Galant, sebuah rambut dikatakan rapi apabila sudah berdiri acak-acakan seperti bulu landak yang menempel di kepala. Dan tanpa dia sadari, hal itu justru menambah daya pikatnya, selain mata tajam, wajah tampan, serta gaya cool yang tak dibuat-buat. Setidaknya itu yang ada di pikiran para kaum hawa yang sangat berangan-angan untuk menjadi orang pertama yang menggamit lengannya.

Sedetik kemudian, pria berambut cepak yang memakai tuksedo berwarna hitam, lengkap dengan kacamata tipisnya--yang juga berwarna hitam--menghampirinya dengan langkah terburu-buru. "Tuan Muda, apakah Anda yakin akan pergi dengan taksi? Kami sudah menyiapkan kendaraan--"

"Sudah kubilang berapa kali padamu, Alexander?" Galant menolehkan badan jangkungnya pada pria berkulit gelap tersebut. Matanya segera menelisik penampilan Alexander. "Dan, apakah kamu masih ingat dengan aturan tentang berhenti memakai pakaian itu ketika berada di dekatku?"

"Oh, maafkan saya, Tuan. Saya belum sempat mengganti baju dinas." Pria itu terkekeh dan buru-buru memencet sebuah tombol di bingkai kacamata hitamnya dan membuat perubahan seketika pada baju yang seolah terbuat dari rangkaian benda-benda berukuran atomik itu. Ia kini telah mengenakan pakaian yang cukup wajar--dengan masih memakai kacamata hitam tentunya. "Saya sudah siap mengantar Tuan Muda ke sekolah."

Galant mengangguk dan membuang wadah frappe-nya ke tempat sampah di sampingnya. "Tapi ingat, kamu tidak perlu keluar, ya? Dan aku baru saja membuat aturan baru. Meskipun baju dalammu tidak akan terlihat, tapi kumohon jangan berganti baju di tempat umum. Ibumu pasti juga akan melarangmu melakukan pelanggaran etika itu."

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang