36 | Pangeran Soteria (4)

11.6K 1.7K 93
                                    

Delapan tahun sudah Galant terkurung dalam penjara berwujud istana. Menjadi satu-satunya pewaris tunggal kerajaan adalah hal yang berat. Tak seharusnya ia menjadi harta yang dikarunkan, sehingga siapapun yang menyentuhnya tanpa seizin sang empu, harus besiap meregang nyawa.

Ingatannya telah pulih sempurna. Bahkan terlalu sempurna untuk mengingat betapa sakitnya perpisahan. Setiap kali ia merengkuh kenangan itu, semakin terperosok lah ia ke pusat kehampaan. Bahkan pengalaman terperosok ke jurang tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan ini.

Dalam diam, Galant masih berharap kehidupannya akan kembali seperti dulu lagi. Walaupun harapannya hanya berujung pada suatu kenisbian. Tentang ruang yang menaungi kakaknya sekarang. Tentang waktu yang tak kunjung selesai memisahkan keduanya. Sungguh tak ada kabar baik apapun yang didapat dari usaha pencarian Gavan.

Dunianya tak lagi sama. Galant menjadi penghuni tetap istana semenjak kejadian itu. Orang tuanya menjadikan kebohongan sebagai dinding proteksi dari tajamnya pedang media massa kala itu. Ia ditarik dari peradaban, disembunyikan dari kebiadaban perang. Ia tak diizinkan pergi berkeliaran lagi. Bahkan tak bisa mencium aroma bangku sekolah, karena yang diciumnya setiap hari hanyalah bau napas tutor dalam proses home schooling, tanpa interaksi teman sebaya.

Keadaannya tak jauh beda dengan udara yang dikondensasikan menjadi sebuah bentuk cair, bahkan siap untuk dibekukan. Karena itulah dirinya mulai menjadi padatan yang statis dan tak dikenali oleh banyak orang lagi. Ia dijejali dengan ilmu pengetahuan, serta norma-norma yang hanya dapat didapatkan oleh seorang calon pemimpin. Ia telah dibentuk menjadi patung es yang kehilangan hawa panas. Dipaksa untuk menekan perasaan apapun yang dianggap melemahkan.

Di usianya yang merangkak menuju remaja, Galant akhirnya berhasil imun dari bayangan masa lalunya. Dan di saat itulah kakanya tiba-tiba muncul. Bukan sebagai objek halusinasi, namun sebagai bentuk nyata. Tangan Gavan segera meraih rambut Galant dan mengacaknya dengan lembut. Melontarkan kembali waktu mereka ke belakang. Ternyata emosi itu masih ada, walaupun letaknya bukan di permukaan.

Perasaan campur aduk meletup-letup dari dalam rongga hati Galant. Ia ingin sekali memeluk erat tubuh kakaknya, namun ego menentangnya habis-habisan. Amarah dan kekecewaan muncul tiba-tiba. Rasanya Galant tengah dipermainkan oleh realita.

Kemana saja Gavan selama ini? Kenapa ia baru muncul sekarang? Apakah ia sudah melupakan janjinya dulu ketika di tebing? Tidakkah ia mengerti, bahwa itu semua sangat berarti bagi Galant?

Di tengah jeda panjang, Gavan lah yang memeluk Galant lebih dulu, "It's been a long time, Galantes." Galant hanya berdiri kaku di balik lengan kakaknya. Es yang ada di hatinya masih cukup keras untuk dicairkan.

*

Kehadiran Gavan disambut sorak sorai seluruh warga kerajaan, tujuh hari tujuh malam. Putra mahkota telah kembali. Itu artinya, Galant tidak akan menjadi calon tunggal penerus kepemimpinan kakek dan ayahnya. Sungguh melegakan, pikirnya.

Walaupun yang terjadi pada kakaknya selama delapan tahun ini bukanlah bagian dari pengetahuan Galant, kakaknya telah jauh berbeda dari apa yang Galant kenali. Ia nampak lebih dewasa, berpenampilan rapi, dan berwibawa. Sudah sepantasnya bila Gavan yang akan menjadi King Wannabe. Namun entah mengapa, Galant mampu merasakan ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh kakaknya.

Sehari menjelang hari pelantikan, Galant mendengar keributan dari lantai satu rumahnya. Dari balik dinding ruang lain, ia mengamati kakaknya bersama dengan kedua orang tuanya tengah bergelut argumen.

"Aku ingin mengakhiri kekejaman ini, Ayah."

"Apa maksudmu berkata seperti itu?!" King Cedric membentak, namun suaranya teredam kumis tebal yang masih berwarna pirang pudar.

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang