9 | Pecahan Enigma (5)

17.7K 2.4K 129
                                    

Siang itu, Arvin menunggu dengan cemas di sebuah ruangan yang cukup lebar dan amat sunyi. Hanya bunyi ringan dari pendulum yang bergerak ke kanan dan ke kiri, semakin membuatnya berkeringat dingin. Sementara jarum jam analog yang tertempel di dinding terus mengejeknya dengan bunyi 'tik'-nya.

Di depannya kini berdiri plakat kecil di atas meja bertuliskan 'Prof. Ignitus Demetria'. Ia tahu, ia berada di ruang kepala sekolah sekarang, menantikan saat-saat eksekusinya. Ia barusan sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk memperhatikan pelajaran Filsafat setelah keluar dari ruangan ini.

Dua orang masuk ke ruangan itu dari pintu di depan Arvin, sambil berbincang tidak jelas. Mereka berhenti disaat menemukan Arvin yang membungkuk sebentar kemudian menatap mereka berdua dengan wajah polos.

"Duduklah!" Wanita tua itu tersenyum kecil. Di sampingnya kini berdiri seorang pria yang berbadan tinggi, berambut putih dan ikal bergelombang. Membuatnya terlihat seperti bangsawan Eropa di zaman klasik.

"Bisa kau ceritakan lagi bagaimana Hexagon itu, Arvin?" Prof. Ignitus Demetria yang merupakan kepala sekolah sekaligus guru Filsafat di McValen itu membuat Arvin seketika terpojok dengan pertanyaan to the point-nya.

"Tapi, bu-"

"Ceritakan saja apa yang kamu ketahui tentang batu itu!" tukas si Pria tinggi yang sepertinya juga merupakan guru di sekolah ini. Namun, Arvin belum pernah diajar olehnya.

"Batu Hexagon." Arvin memulainya dengan ragu, "Saya sama sekali belum pernah melihat wujudnya. Hanya-saya pernah melihat beberapa orang bisa mengendalikan kekuatannya. Tapi saya rasa, itu hanya ada di dalam mimpi."

"Kau yakin, itu berasal dari mimpi? Kau yakin tidak pernah mencuri buku-buku terlarang di perpustakaan, bukan?" Pria tinggi itu mencecar Arvin.

Arvin menggeleng dengan cepat. Sedikit merasa tersinggung, bukan karena dituduh mencuri, tapi lebih karena ia bukanlah seorang kutu buku seperti Carl yang sesering itu pergi ke perpustakaan sampai mengetahui keberadaan buku rahasia disana. Tunggu, apakah guru itu baru saja memberi tahu Arvin sebuah petunjuk tentang suatu rahasia?

"Atau ayahmu pernah berbicara sesuatu padamu, Arvin?" sambung si Pria tinggi itu lagi, masih tidak puas dengan pertanyaannya yang bertubi-tubi. Sementara Prof. Ignitus hanya diam. Ia sudah menduga, membawa Pria 'gila' ini kemari, akan menghasilkan momen seperti ini.

"B-Bapak mengenal ayah saya?" sahut Arvin.

"Averus Monomardi. Si pria berkebangsaan Euthania -bermata merah gelap, segelap hatinya, dan menganggap rambut ungu hasil mutasi genetiknya itu adalah sebuah keajaiban dan karunia Tuhan-telah berhasil membuat keadaan dunia ini semakin berantakan dengan penelitian bodohnya. Dan kau! Adalah anak-"

"Kendrick! Cukup!" Profesor Ignitus menghentikan suara pria bernama Kendrick itu seketika, tepat disaat nada bicaranya sudah mencapai fortississimo[*].

[*] Fortississimo : dinamika dalam lagu yang terdengar amat keras

Sementara di dalam hati Arvin, api kemarahan sudah berkobar. Arvin merasa tidak terima ayahnya diolok-olok seperti itu. Ayahnya adalah seorang peneliti terkenal dari Euthania, tanah kelahirannya. Tentu ia tidak bodoh seperti Arvin-yang mungkin tidak mewarisi sifat genetik itu. Dan hey, pria itu sudah berani menganggap mata merah gelap dan rambut ungunya itu buruk. Apakah menurut pria ini kepala botak dan rambut keriting ubanan itu lebih bagus?

"Arvin. Apa yang telah kau sampaikan ini telah lama menjadi kasus terlarang dan bersifat rahasia. Tentang orang-orang yang bisa mengendalikan kekuatan itu. Ibu harap kamu berhenti membicarakan hal ini." tutur Profesor Ignitus dengan pelan.

Arvin berpikir keras. Apakah benar bualannya di kelas menjadi sepenting ini. Tentang orang yang bisa mengendalikan kekuatan Hexagon?

Beberapa saat kemudian, Arvin diperbolehkan keluar dari ruang kepala sekolah, tentunya dengan masih membawa pikirannya yang berkecamuk.

"Kamu dihukum lagi!!!"

Suara Rei tiba-tiba muncul, membuat jantung Arvin hampir meledak.

"Rei! Aku pikir kamu perlu mengecilkan suaramu ketika berbicara di dekat telinga orang."

Seketika Tuan Kendrick terlihat keluar dari ruangan kepala sekolah dan hendak mendahului langkah mereka yang masih tertahan di sekitar situ.

"Selamat siang, Tuan Kendrick." Rei menyapa guru itu dengan sopan.

"Siang, DAVSKI!" Jawabnya dengan ketus sambil menekankan intonasi pada nama keluarga Rei. Kemudian Tuan Kendrick segera melangkah pergi meninggalkan tempat itu. Apa dia selalu berperilaku seolah-olah dia membenci semua orang?

"Kamu kenal dengannya?" Arvin berbisik, takut jika telinga Tuan Kendrick bisa mendengar dari radius satu kilometer dan kemudian berbalik menghampirinya. "Dia menyebalkan sekali!"

"Ya, beliau mengajar Fisika di kelasku. Aku rasa dia sedikit 'gila' dan terobsesi dengan penelitiannya mengenai batu Hexagon. Kau tahu, jarang bersosialisasi."

Mulut Arvin membulat. Jadi itu alasan Tuan Kendrick menyerangnya dengan pertanyaan-pertanyaan kasar dan penilaian yang tidak rasional. Karena Arvin pikir dia memang gila.

"Memangnya dia berbicara apa padamu?" Tanya Rei penasaran.

"Hexagon! Kita harus ke perpustakaan sekarang!" ucap Arvin yang langsung menarik tangan Rei.

Ada suatu percikan yang tiba-tiba mengusik hatinya untuk mengetahui segalanya lebih jauh. Tak salah lagi, ada sejarah yang bersembunyi dari dunia tentang batu itu.

<<<>>>

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang