10 | Pecahan Enigma (6)

18.3K 2.3K 333
                                    

Masih belum bosan kan dengan cerita absurd ini?
Semoga nggak #ngarep pake banget.

yaudah lah yuk, cekidot

========================================================================

Di sebuah kursi kayu, Rei tengah duduk dengan gusar. Kakinya menggeliat-geliat di dalam sepatu hitamnya. Sementara ia terus mengusap telapak tangannya yang basah akibat keringat. Dan pikirannya semakin tak karuan ketika menyadari reputasinya sebagai anak baik-baik di sekolah akan segera lenyap. Bagaimana jika Mamanya sampai dipanggil ke sekolah? Arvin, makhluk yang duduk di sampingnya kini lah yang patut dipersalahkan.

Masih lekat diingatannya ketika wajah garang-usia setengah abad yang berkerut-kerut-tiba-tiba muncul di hadapannya, menyergapnya dan menyeret telinga mereka berdua kemari tanpa ampun. Disini, di ruang guru. Tepat dimana Tuan Kendrick sedang berjalan mondar-mandir di hadapan mereka.

"Kira-kira, ada yang ingin menjelaskan alasan kalian mengendap-endap ke ruang khusus perpustakaan?"

Rei dan Arvin beradu pandang, saling mengedikkan dagu ke arah Tuan Kendrick.

"Arvin!"

Sebuah gebrakan meja membuat keduanya langsung melonjak, "Kamu mendapat giliran pertama."

Arvin menggaruk rambutnya yang sebenarnya tidak gatal, sementara bola matanya menyerong ke arah kiri, "Emh-e-uhm, kami tadi tersesat. Kami kira pintu besi itu adalah pintu keluar, Pak." Ucapnya lancar.

Namun diluar harapan, wajah Tuan Kendrick malah semakin masam, mendeteksi kebohongan Arvin itu dengan mudahnya.

"Alasan klasik! Apa kalian tidak mengikuti masa orientasi dengan baik, ha? Katakan yang sejujurnya, atau aku akan menyengat mulut kalian dengan mesin Tesla[*]!"

[*] Mesin Tesla: sebuah senjata yang dapat mengeluarkan kilatan listrik berkekuatan ribuan volt dan mampu menyambar habis konduktor yang mendekati sensornya.

"Jujur kami merasa penasaran, Tuan Kendrick." ungkap Rei jujur tanpa berani mendongakkan kepalanya. Mungkin darahnya bisa langsung habis jika menatap vampir di depannya itu lama-lama. Ya, Tuan Kendrick memang mirip vampir. Sejenak terpikirkan oleh Rei untuk mengeceknya dengan bawang putih. Ah, tapi buru-buru ia menampik pikiran anehnya itu.

"Kami penasaran dengan buku yang Tuan Kendrick pernah katakan pada Arvin."

Arvin segera menendang tulang kering Rei, karena telah bertindak sejujur itu. Ayolah, Rei benar-benar orang yang tidak seru sekarang.

"K-kalian nekat mencari buku itu?! Astaga!" pekik Kendrick sambil meremas rambutnya sendiri dengan konyol. "Jadi, kalian sudah tahu tentang itu?" ucapnya sambil menggerak-gerakkan jarinya membentuk tanda petik, ketika ia berkata 'itu'. Volume suaranya juga sangat pelan. Tuan Kendrick sadar, bahwa di ruangan guru itu masih ada beberapa orang, termasuk Tuan Richard yang kini tengah menoleh dan menangkap gelagat aneh pada mereka bertiga.

"Itu?" Rei bertanya,

"Itu yang mana, pak?" Arvin mengimbuhi,

"Itu yang itu." Jawab Tuan Kendrick dengan serius,

"Itunya, yang itu atau yang itu?" Arvin berbalik bertanya dengan memasang muka yang sama-sama serius,

"Iya, yang itu! Pokoknya yang itu!" jawab Tuan Kendrick mencoba berteriak, namun rahangnya terkatup. Sementara Rei hanya bisa menepuk jidatnya hingga terasa sakit.

"Oke, tolong hentikan! Aku asumsikan kalian berdua tidak -dan jangan sampai-mengetahui apa-apa mengenai buku hijau itu. Dengar, bapak peringatkan pada kalian. Keingintahuan dapat membunuh seseorang, bahkan sebelum ia bisa mengetahui hal tersebut." Tukas Tuan Kendrick dengan tegas, membuat Arvin dan Rei menelan ludah secara bersamaan. Tentu yang disembunyikan oleh Tuan Kendrick ini bukanlah main-main.

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang