31 | Detransducer (3)

11.8K 1.8K 66
                                    

Tidak banyak waktu lagi yang mereka punyai untuk sekadar berkumpul membahas transducer-yang sekarang sudah ada "pasangannya": detransducer. Apalagi Sora semakin susah keluar dari rumah semenjak malam itu. Akhirnya grup sosial media adalah satu-satunya titik tengah-walaupun sempat menjadi "tempat angker" bagi Galant.

Sementara Rei dan Arvin disibukkan dengan teka-teki pyrokinesis tanpa sepengetahuan teman-temannya. Ditambah dengan gejala demam aneh-yang sekarang menyerupai premenstrual syndrome-pada Arvin pun semakin menjadi-jadi. Ia kerap kali berperilaku kasar dan sentimen terhadap perkataan orang. Namun hal itu hanya terjadi ketika malam. Dan paginya, Arvin merasa seperti orang yang tidak menderita penyakit apapun.

Dan setiap malam, Rei harus mengarang argumen untuk memenangi mamanya. Ia mencoba meyakinkan mamanya bahwa tidak terjadi kutukan apapun di rumah itu. Tidak ada acara kemasukan setan, hantu, dan sebangsanya. C'mon, tahun Zeta, dan eksistensi takhayul masih dibawa-bawa?

Reaksi Mama yang berlebihan itu adalah salah satu jenis ketakutan Rei. Ia bahkan muak ketika Nyonya Pitta sempat mendatangkan "orang pintar" ke rumah. Dengan membuang segala rasa hormat, Rei mengusir orang berpakaian warna-warni cerah, beraksesoris serbaaneh tersebut, sebelum ia selesai merapalkan mantra-mantra sambil mengguncang-guncang kepala Arvin. Ya, paranormal-jauh dari normal, dengan kata lain: tidak waras, jika ia membuat Arvin gegar otak setelah kejadian ini.

"Demam Arvin masih tergolong common cold, karena penyebabnya belum jelas. Sepertinya ia mengalami infeksi virus yang kuat atau reaksi hipersensitivitas terhadap paparan tertentu." Diagnosis dokter yang masih "sepertinya" itu paling tidak bisa membungkam mulut Mama. Dengan dibekali obat yang Rei rasa tidak akan diminum oleh Arvin, mereka pun pulang.

Hari bergulir secepat observasi Rei mengenai keadaan Arvin. Bahkan setelah membaca banyak literatur mengenai aura, kinesis, teori dawai kuantum, alkemis, bahkan sampai menjurus ke okultisme alias pemujaan setan sekalipun, ia tetap tak bisa bergerak maju menuju kesimpulan. Setahunya, Arvin tidak pernah melakukan ritual aneh melibatkan ribuan simbol yang bisa menaikkan bulu kuduk, ataupun mengonsumsi makanan yang membuat kesadarannya berubah, walaupun Arvin adalah omnivora sejati.

Satu-satunya benda yang bisa dianggap keramat olehnya adalah kalung Arvin. Namun liontin perak itu senantiasa meledek Rei dengan wajah innocentnya. Liontin abu-abu polos tanpa gambar, tanpa tombol, tanpa buku manual cara penggunaan.

Rei mulai melebarkan observasinya terhadap kristal Hexagon. Bagaimana sebuah batu kristal bisa menjadi misteri dunia? Rei meminta Galant untuk mengirim foto beberapa halaman dari buku hijau yang disimpannya. Ia ingin membacanya, namun takut bila membawa buku setebal itu kemana-mana.

Dan naasnya, orang pertama yang berhasil memergoki kegiatan itu adalah Tuan Kendrick sendiri. Kala itu, Rei lupa menutup halaman galeri di unigetnya. Dan halaman itu tengah menunjukkan foto-foto yang dimintanya dari Galant.

Setelah uniget di tangannya raib, kini "vampir" itu beralih menatap Rei lurus-lurus, membuat wajahnya tertulari pucat, "Apa Arvin yang memberitahumu tentang ini?" bisiknya tajam. Kalimat itu seperti sebuah retorika yang jawabannya memang sudah diketahui oleh keduanya.

"Bawa dia bersamamu ke kantor bapak, dan kau akan mendapat unigetmu kembali," ucapnya tenang tapi cukup mengoyak. Sepeninggal tuan Kendrick dari kelas X-2, jam pelajaran Fisika pun selesai. Namun masalah Rei baru akan dimulai.

Siang itu, Rei dan Arvin memasuki ruang guru (lagi). Seolah mereka sudah rindu rasanya datang kemari. Senyap, lembab, temaram. Kondisi yang sangat cocok untuk membuat keringat dingin keluar dengan cepat.

"Mengapa kalian ngotot untuk terus mencari tahu? Tidakkah kalian bisa berperilaku wajar seperti siswa lain? Belajarlah untuk akademik, dan jangan ganggu pekerjaan orang lain! Kalian mengerti?"

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang