60 | Taman Bermain (6)

9.5K 1.5K 152
                                    

cuma ngetes aja sih, haha, nekat banget upload malam-malam. masih ada yang berkeliaran nggak sih di watty jam segini? hohoho, yang masih, bisa dapet pertamax lho, sip gan, cendolnya ane tunggu ya #mohon maap bukan ka*kus

eh enggak kerasa 2000 kata lho chapter ini, emejing pollll yaa, hari ini alhamdulillah bisa produktif lagi, huehuehue XD

sama ini sih, yang spesial. ini tuh udah chapter yg ke-66 tauuk, angka yang cukup menyeramkan, karena kalau kamu lihat chapter ini adalah part keenam dari enam puluh enam bab yang keenamnya sendiri adalah bagian dari enam cerita yang berjudul sesuatu yang berhubungan dengan angka enam #oke stop doing Arvinisme, aku merinding, oke makin gajelas, bhayy

===============================================

<<<>>>

Sekedip, dua kedip, Evan menyadari ada yang salah dengan bulu kuduknya yang tiba-tiba berdiri serempak. Pelan ia memutar kepala ke belakang. Dan hal pertama yang Evan temukan adalah sebuah bentangan rambut berwarna coklat gelap yang setelah ditelusuri merupakan bagian dari perut seekor beruang Grizzly. Baru Evan sadari juga kalau ujung pedangnya telah mengenai kaki hewan itu sampai berdarah. Wajar bila saat Evan mendongak, wajah berang dari sang beruanglah yang menyambutnya.

Beruang berang. Beruang berang. Merasa bukan waktu yang tepat untuk bermain kata di dalam benaknya, Arvin segera menarik diri dan berteriak pada Evan dan Belva. "Goddammit! Everybody, run!"

Grizzly pun mengaum, dan mengayunkan cakarnya pada Evan. Pemuda itu sempat terjatuh karena ketidaksiapan sistem refleks motorik. Ia hampir mati kutu. Tapi beruntung sebelum si beruang menikamnya, Belva melempar batu sekepalan tangan, mengenai mata si beruang, dan membuat Evan sempat menyelamatkan diri.

Beberapa detik berlari, Belva baru bisa berpikir jernih. Gadis itu segera melompat dan naik ke atas pohon tinggi, menyelinap di antara dedaunan. Yang ia tahu, beruang coklat tidak ahli dalam memanjat.

Di pohon lain, Evan meniru gaya Belva. Namun tidak dengan Arvin. Satu-satunya mangsa yang malah mencebur ke sungai dangkal di dekat tempat itu. Mengetahuinya, Belva meringis memegangi kepalanya. "Arvin! Kau berurusan dengan beruang, bukan lebah! Keluar dari air!"

"Sial. Aku lupa kalau aku tidak pintar berenang." Arvin gelagapan di antara cipratan air di sungai dangkal itu. Sesekali ia menoleh ke belakang, hanya membuat jantungnya makin berdesir melihat seekor Grizzly bergerak lincah seolah tak sabar hendak menangkap ikan kecil yang terapung di sungai. Jarak mereka semakin dekat. Punggung Arvin terasa seperti diusap kain sutra yang menggelitik.

Arvin berharap bisa meraih sisi sungai secepat kilat. Ia menyesal sudah masuk ke dalam tempat yang malah menguntungkan si predator itu. Tiba-tiba bunyi benda melesat dari arah depan menarik perhatian Arvin. Sang beruang mengaum kesakitan begitu dua anak panah menancap di badannya. Arvin menoleh lagi ke depan, dan menemukan Peter yang mengarahkan busur pada beruang itu dari atas batu. Arvin buru-buru naik sebelum pemangsa itu kembali mengejar.

Dengan napas tersengal dan kepala basah kuyup, Arvin menyaksikan detik selanjutnya, saat dua anak, lelaki dan perempuan--yang sepertinya adalah teman Peter--berlarian membawa pedang lipat berwarna hitam mengilap di tangan masing-masing. Mereka mengepung dari dua arah. Dan sebagai ahli pedang, mereka langsung menusuk dan mencabik kulit punggung beruang itu tanpa ampun. Amukan dari sang beruang pun mereka imbangi dengan lompatan ringan di antara bebatuan sungai, saling berkolaborasi, mengecoh dan menyerang.

Arvin bingung harus melihat siapa, karena yang jelas, aksi mereka berdua terlalu hebat untuk dilewatkan. Hanya saja, perut Arvin serasa seperti diaduk saat harus menonton secara langsung darah yang tumpah berceceran, menodai sungai jernih itu dengan warna merah. Sejenak pikirannya berubah. Ia merasakan sebuah empati terhadap hewan tersebut. Walaupun Grizzly itu menang secara ukuran, tapi ia kalah dalam segi jumlah, serta kapasitas senjata dan otak. Sebelum Arvin berhasil menghentikan mereka agar tidak menghabisi beruang itu sekaligus, Evan di seberang sungai berteriak lebih dulu. "Stop!"

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang