22 | Membuka Jubah (1)

12.9K 1.9K 216
                                    

Halo-halo, maafkan saya karena kemarin tidak sempat menyapa kalian. Dan sekarang sudah saatnya saya membayar hutang saya beberapa hari yang lalu. Ya, di part ini akan saya mulai proses pencabulan identitas Galant. Hehehe. So, happy scrolling ;)

Spesial untuk yang sudah kebelet, haha: 95Widya; steefoy; DillaSheeza; Keldrick_lamiant; DF_Rost; bayunirwana; missdinda; Kinalru;

==============================


Arvin menatap sekelilingnya dengan tatapan ganjil antara ketakutan dan keberanian yang dipaksakan. Beberapa orang telah beralih tempat untuk mengerumuninya,

"Arvin, kuharap kau menyesali perbuatanmu." Carrie menegurnya pada urutan pertama.

"What?! I did the right thing!"

"Kau baru saja menyebarkan isu tentang Galant, kau tidak ingat?" Belva menaikkan sebelah alisnya.

"Kalau sampai terjadi sesuatu pada calon suamiku, kau akan mati, Arvin," sahut Lucy tajam sambil mengibaskan tangannya seolah menyeret anggota gengnya untuk pergi dari situ.

Kini beralih Nico yang mendorong dada Arvin dengan telunjuknya, "Hei, baru kali ini aku menyenangi tindakan bodohmu. Aku tidak terlalu suka Galant, apalagi kamu. Dan sekarang kalian sama-sama terancam krisis kepercayaan. Itu cukup menghiburku, hahaha," tutur Nico seolah memang bermaksud memperjelas masalah Arvin.

Sepeninggalnya Nico, hanya tersisa Carrie, Rei, dan Belva di hadapan Arvin yang mulai resah dan terlihat tolol.

Rei yang merasa kasihan melihat bocah itu segera menepuk pundaknya. Bagaimanapun Arvin tidak memiliki niat yang buruk. Baginya, mencurigai sosok Galant adalah hal yang cukup beralasan. Hanya sikapnya yang terlalu enggan berpikir panjang itu memang berisiko menghancurkan apapun.

"Sebaiknya kita tunggu saja apa yang akan terjadi selanjutnya," kata Rei yang segera disambut oleh suara speaker yang dipasang di sudut-sudut dinding sekolah.

"Perhatian. Bagi seluruh siswa McValen, diharapkan segera menuju ke aula sekarang juga. Sekali lagi bagi seluruh..."

"Ada apa lagi sekarang?!" rutuk Arvin di sela-sela suara itu.

Mereka akhirnya berjalan menuju aula. Gedung utama pusat kegiatan indoor di McValen itu nampak biasa-biasa saja. Gedung yang cenderung berinterior sederhana ini hanya terhiasi oleh beberapa kain kelambu berwarna biru muda terpasang di jendela-jendela kacanya. Selebihnya adalah tumpukan kursi dan meja-meja bekas acara sebelumnya.

Seluruh siswa menampakkan wajah tegangnya, seraya saling berbisik satu sama lain-menimbulkan suara gaduh.

Profesor Ignitus telah siap di atas mimbar dan segera melahap udara di muara mikrofon, "Perhatian semuanya." Suara berat khas orang tua miliknya itu segera melemahkan suara lainnya. Seisi aula segera menjinakkan rasa penasaran mereka untuk fokus ke badan panggung.

"Kami akan menyampaikan beberapa pengumuman yang sangat penting. Pengumuman pertama. Untuk hari ini, kalian bisa pulang lebih awal."

Sebagian besar murid riuh bersorak, seperti mendapat keberuntungan lotre hari ini. Siapa yang tidak suka pulang lebih awal?

Namun, keadaan segera berputar terbalik ketika Profesor Ignitus melanjutkan pengumumannya, "Pengumuman kedua." Suara-suara itu surut kembali, "Mulai besok, siswa kelas satu diwajibkan untuk mengikuti wajib militer selama satu tahun, tanpa terkecuali."

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang