68 | Spektrum Warna (4)

10.8K 1.5K 123
                                    

"Kami sudah tahu," tukas Galant membuat Tuan Kendrick tidak jadi beranjak dari tempatnya duduk. Pria itu menaikkan sebelah alis, lalu segera melayangkan pandangan interogatif kepada Arvin.

"I'm sorry, aku harus memberitahukan soal perang kepada mereka," jawab anak ikal yang tertambat di kursi sofa itu mengangkat kedua tangan dengan sedikit malas.

"Menarik," sahut Tuan Kendrick, "jadi selama ini kalian sudah tahu kalau kami sedang mempersiapkan kelompok transducer?"

Galant menggeleng. "Tidak juga. Sebelumnya kami hanya tahu jika akan dilibatkan dalam perang. Aku baru tahu perihal di balik program kalian setelah bertanya pada ayah tadi. Apa alasan sebenarnya sampai aku didiskualifikasi dari hasil akhir ujian militer. Ayah hanya tidak setuju dan bersikeras menarikku dari daftar kandidat. Ia tidak mau aku jadi transducer."

Perdana Menteri tertawa kecil. "Aku bangga karena kau akhirnya mengerti kebutuhan negara dan berani menentang ayahmu, Galant. Dari dulu aku sudah memperingatkan King. Tapi sekarang aku benar-benar kasihan padanya. Sekarang dia hanya punya dua generasi penerus yang sama-sama membangkang. Oh, dan aku turut berduka atas kematian Queen Kadisia. Aku belum sempat berkunjung ke makam beliau. Akhir-akhir ini aku terlalu sibuk menyiapkan garis-garis pertahanan terhadap para teroris," kata pria itu tanpa sedikit pun menunjukkan nada belas kasihan.

Mulut Galant hanya terkatup rapat-rapat. Sementara Carrie dan yang lain tidak bisa membayangkan betapa sulitnya hidup pemuda pirang itu saat ini. Dan duduk di tempat ini, serta menyingkirkan semua masalah pribadi, adalah hal yang cukup heroik.

Sementara Tuan Kendrick mendesah cepat. Jengkel dengan kelakuan sang kakak yang memang sudah kodratnya seperti itu. "Kalau begitu, bertanyalah padaku! Sudah tidak mungkin bagi kami untuk menyembunyikan sesuatu dari kalian. Kalian berhak tahu semua hal."

Keenam anak itu saling berpandangan. Butuh beberapa waktu untuk mereka mengumpulkan kembali keberanian dan rasa penasaran yang hampir lekang oleh waktu.

<<<>>>

"Pengeboman besar-besaran sedang berlangsung di wilayah Cassiopeia, Erebus, dan Ibycus. Beberapa orang yang diduga adalah transducer mulai memasuki area pusat kota Pasithea. Polisi dan satuan militer sudah bergerak menyebar. Warga diharapkan mematuhi arah untuk mengungsi ke tempat yang aman."

Soteria digerogoti mulai dari tepi. Negara putih yang kental dengan perayaan dan hingar-bingar itu kini layak bersedih karena beberapa gedung dan jalannya lenyap dimakan teroris. Jalanan sirkuit pun tak lagi sama. Transducer yang memiliki kemampuan magnokinesis menarik logam yang ada di dekatnya dan mementalkan benda-benda tersebut sesuka hati. Membuat kerusakan di sepanjang jangkauannya.

Namun pergerakan pria itu segera terhenti tatkala dari arah atas, laser merah berhasil membakar baju hitam dan bahu kanannya. Ia terpekik dan mendongak, lantas menengadahkan tangan ke arah seorang humandroid yang melayang di atas hoverboard. Bahan eksoskeleton yang sebagian besar terbuat dari logam feromagnetik pun tertarik. Humandroid itu kewalahan ketika tubuhnya dihempaskan kuat-kuat ke arah atas dan bawah. Tubuh humandroid itu segera tak bernyawa begitu mencapai tanah.

Sesaat sang pemilik magnokinesis menyeringai, sebelum tubuhnya diberondong peluru dari gerombolan tentara elit berpakaian merah yang melengkapi diri dengan perisai. Peluru timbal menjadi kelemahan si magnokinesis. Ia sama sekali tak bisa mengendalikan benda diamagnetik itu. Beruntung, baju pelindung yang didesain oleh Stefan masih bisa menyelamatkan nyawanya. Dua manusia terbang yang berpakaian hitam pun melesat dan segera menembakkan peluru mereka pada tentara-tentara itu. Mendapat kesempatan, pria transducer itu segera membentangkan tangan, menarik badan mobil dan serta bongkahan logam besar lain untuk menyapu bersih tubuh tentara-tentara tersebut.

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang