61 | Janji dan Tragedi (1)

9.6K 1.4K 130
                                    

<<<>>>

Udara pagi terasa menusuk seluruh persendian Evan. Matanya masih mencoba beradaptasi di dalam lingkungan gelap. Sedikit kabur walau sudah memasang kacamata dengan benar. Ia menengok arloji miliknya, menyadari bahwa indikator kesehatan di layar itu telah menurun drastis semenjak penyerangan kelompok Peter tadi malam. Evan mulai membayangkan, bagaimana jika ia tidak lolos dalam ujian ini.

Pemuda berwajah oval tersebut perlu udara segar untuk mengusir rasa kalut yang kian erat membalut. Susah payah ia berdiri, lantas berjalan ke luar tenda dengan menggunakan tongkat kayu yang dirangkai menyerupai kruk. Di depan api unggun yang menyala redup, Radhit menyambutnya dengan tenang, "Masih terlalu pagi untuk bangun, Evan."

"You ... don't sleep?" Evan sempat berhenti keheranan, namun akhirnya tetap mengambil duduk berseberangan dengan Radhit dengan langkahnya yang tertatih. Tanpa Radhit jawab pun, Evan sudah bisa menebak. Kantung di mata Radhit menandakan bahwa pemiliknya telah berusaha menekan rasa kantuk.

Dua anak laki-laki tersebut terdiam cukup lama, hingga fajar menyingsingkan pakaian gelapnya. Perpaduan hangat dari nyala api dan sinar mentari mulai melelehkan bekuan emosi di dalam benak Evan. "Well, I should say thank you."

Radhit sedikit kaget menyadari perubahan intonasi bicara Evan yang melunak. "For...?"

Pemuda berkacamata itu menunjuk tongkat kruk kayunya dalam seisyarat pandang. "Tapi, kau terlalu baik ... dan juga naif. Kenapa tidak membela diri sendiri waktu itu? Menyembunyikan kesalahan orang lain hanya akan membuatnya lemah. Itu akan membunuh keberaniannya untuk meminta maaf. Skenario paling buruk, dia akan terbiasa dengan kesalahan tersebut."

Radhit mengulum senyum perdananya. "Jadi kau sudah tahu, duduk masalahnya seperti apa, ya? Aku hanya tidak ingin membuatnya makin lemah, Evan. Kau tahu, membeberkan keburukan orang lain di depan umum juga berisiko membuat mentalnya down. Nasihatilah seseorang saat ia siap, dan bukan pula di depan orang lain."

Evan mengerjap. Sesuatu menohok jiwanya. Apakah ia sedang disindir? Ia pun hanya bisa bergeming memandangi api kecil yang kalah terang itu. Hingga suara teriakan perempuan dari arah samping membuat jantungnya serasa mau copot. Sumber keributan itu tak lain dan tak bukan berasal dari tenda kelompok Venus--tetangga sebelah.

Evan dan Radhit menoleh. Siluet hitam di antara bayang pepohonan tak bisa menyembunyikan peristiwa yang sedang terjadi. Mata Evan dan Radhit sama-sama menyaksikan dua tubuh manusia yang disatukan oleh sebilah pedang. Tangan menuju dada. Seseorang telah memutuskan untuk mencabik ketenangan pagu. Sebentuk ketakutan menjalar kepada siapa pun yang bisa melihat pemandangan itu. Dan dalam satu tarikan kasar, tubuh perempuan yang berambut panjang tersebut segera menggelepar tanpa daya. Bersujud di hadapan pemuda yang siap untuk korban selanjutnya.

Belum sempat Evan dan Radhit menangkap arti dari kejadian tersebut, teriakan-teriakan mulai bermunculan dari segala penjuru, menyerbu pendengaran mereka tanpa mau menunggu. Keadaan berubah drastis. Bom waktu meledak, mengawali hari ketiga. Anak-anak berhamburan ke luar tenda. Keberadaan para pembunuh pun kian hilang tak teridentifikasi, di balik hiruk-pikuk dan jerit tangis anak-anak McValen. Rupa-rupanya ada oknum yang berniat membantai tempat ini. Tapi apa maksud mereka sebenarnya? Apa ada sesuatu yang terjadi semalam?

"What the hell is going on!?" Arvin yang masih berusaha membuat matanya melek sempurna, berteriak di depan tenda. Tanpa basa-basi, Radhit melempari bocah itu sepotong kayu yang ujungnya terbakar berlilitkan kain. Lalu tangan Radhit kembali sibuk membuat obor yang kedua.

"Lindungi diri kalian dengan senjata apa pun, Teman-Teman!" Evan berteriak mengomando di atas tumpuan kruknya. Beberapa anak sudah langsung paham suasana dan segera mencari alat bantu. Sedosis adrenalin alami membuat mereka sepenuhnya terjaga tanpa perlu stimulus kafein.

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang