19 | Pencarian Kristal (2)

15.9K 2K 103
                                    

Gavan tak terlihat secerah biasanya. Pemuda beriris mata biru gelap dengan rambut blonde yang disisir rapi ke belakang itu melangkahkan kaki dengan cepat di sebuah lorong-meninggalkan dua orang manusia terbang yang berjalan jauh di belakangnya. Beberapa orang terlihat menyambut kedatangannya di dalam sebuah ruangan dengan tatapan masygul.

"Apa kau berhasil?" Tanya seorang wanita yang memiliki rambut gelap bergelombang dengan bibir merah merona-Zamira.

Gavan tak menjawabnya, dan malah menghempaskan tubuhnya yang jenjang di kursi sofa. "Sudah kuduga cara ini tidak akan berhasil," ucapnya lesu sambil mengantuk-antukkan kepalanya di sandaran kursi.

"Jadi, kita harus bersiap-siap untuk menangkis serangan balik dari mereka? Apa aku harus mengaktifkan canon sekarang?" Seorang pemuda berkulit hitam dan berambut gimbal kini ikut duduk di sofa. Berat tubuhnya membuat sofa empuk itu berkerut.

Gavan terkekeh sebentar, "Tidak perlu sekhawatir itu, Tora. Aku yakin Soteria masih ada di bawah kendali Perserikatan Internasional. Mereka tidak akan secepat itu mengubah mode defensifnya. Lagipula, Soteria masih ada dalam krisis perang dingin antarnegara besar. Cedric tidak akan bertindak seceroboh itu. Kesimpulannya, kita masih punya cukup banyak waktu untuk menstabilkan negara kita. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan tim The Lights?"

"Sepuluh orang terkena laser. Rata-rata hanya terkena luka bakar 9%. Hebat bukan seragam baru buatanku?" ucap seorang laki-laki yang tingginya hanya sepundak Zamira itu pongah. Wajahnya nampak seperti anak kecil berumur 13 tahun, dan hanya dialah yang terlihat paling muda diantara yang lain.

"Untung saja hipotesismu benar, Stefan-tentang latex sintetis antipeluru itu. Kalau tidak, kau akan berakhir dengan ini..." ucap Tora menjambak rambut coklat Stefan pelan, sementara korbannya langsung meringis. "Ayolah, jangan lagi meragukan hipotesisku yang selalu benar!"

"Simpan dulu percakapan tidak penting kalian, aku punya informasi mengenai Hexagon!"

Suara tinggi khas perempuan itu mengalihkan perhatian seisi ruangan. Mereka berempat segera mendekat ke meja operator yang dipenuhi dengan layar hologram dan tombol berwarna-warni berjumlah ratusan. Operator yang duduk di kursi itu dengan tenang menyedot soda dari gelas stereofoam yang dipegangnya.

"Daiva, sudah kuperingatkan berapa kali untuk berhenti minum soda? Kau berniat memperpendek usia ginjalmu, ha?" ucap Stefan menghardik operator itu.

"Iya. Supaya kau mau mendonorkan ginjalmu untukku, dan satu bagian tubuhmu ada padaku. Dengan cara itu, kita bisa bersatu, Stefan. Bukankah itu sangat romantis? Aaah~" Daiva malah bergelayut manja sambil menggigiti sedotan soda, membuat wajah putih Stefan langsung bersemu.

"Berhenti menggoda anak di bawah umur, Daiva!" sahut Tora terlihat tidak terima dengan aksi dan reaksi menjijikkan mereka berdua.

"Hei, bulan lalu aku sudah berumur tujuh belas!" Stefan buru-buru menyanggahnya.

"Bilang saja kamu cemburu, Tora! Tapi maaf, hatiku hanya untuk Stefan," Daiva melengoskan kepalanya, membuat rambut lurus kuncir kudanya ikut bergoyang.

"Oke, kau tidak memanggil kami hanya untuk mendengarkan perdebatan kalian mengenai ginjalmu, umur Stefan, atau kecemburuan Tora, bukan?" Zamira yang tengah melipat tangannya kini bersuara ketus.

Daiva membunyikan hembusan nafasnya malas, kemudian berkata, "Jadi begini. Drone [*] A-29 telah berhasil mencapai perbatasan Dead Area of The Earth, dan mendeteksi adanya medan elektromagnetik yang sangat kuat disana. Spektrum panjang gelombangnya masih belum bisa kita amati. Dan drone itu sudah buru-buru lenyap setelah mengirimkan sinyal terakhirnya pada pukul 01:25 ante meridiem Waktu Rerata Greenwich -5."

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang