53 | Reposisi Materi (5)

11K 1.5K 96
                                    

<<<>>>

Terabot berbunyi panjang untuk terakhir kali. "Engagement, successful."

Arvin memerhatikan tangan-tangan robot itu mulai terangkat. Piston injeksi beserta jarum logam seukuran 25 Gauge pun lepas dari lengan bawah Arvin. Sementara tangan mekanik yang lain mengusap kulitnya dengan kain bersavlon setengah basah. Dan terakhir, sejumlah gelombang ultrasonik tak kasat mata ditembakkan dari jarak dua senti menggunakan alat yang mirip pengering rambut. Bekas luka suntikan pun menutup dengan cepat. Dalam hitungan detik, kulit bocah ikal tersebut kembali seperti sedia kala.

Arvin keluar dengan tenang dari laboratorium biologi yang telah dialihfungsikan menjadi klinik sementara itu. Matanya menemukan anak Saturnus sedang berdiri menggerombol. Arvin rasa ia adalah anggota terakhir yang keluar.

" ... baru saja diizinkan pulang, karena Queen Kadisia kondisinya makin memburuk," ungkap Rei yang suaranya makin terdengar jelas di telinga Arvin.

"Oh, kuharap kita bisa menjenguknya. Aku kasihan pada Galant. Bebannya pasti bertambah." Carrie hanya sebatas berharap. Ia tahu, mendapatkan izin pergi dari sekolah adalah hal yang sangat sulit sekarang. Sementara Arvin hanya menarik ujung bibirnya ke dalam. Pernahkah Carrie mengkhawatirkan dirinya selama ia pergi? Arvin jadi penasaran.

"Maka dari itu, kita diberi flu shot barusan agar tidak terkena virus H23N7. Ayo?" Radhit mengajak semua untuk kembali ke kelas.

"Hmm ... memangnya obat macam apa yang sudah ditemukan oleh Soteria? Kabarnya, virus influenza itu sudah resisten terhadap segala macam antivirus," sanggah Belva penuh prediksi.

"Flu shot adalah vaksin, bukan obat, Belva." Rei menyanggah. Kalau sudah menyangkut sains, Arvin tidak akan heran kalau mereka berdua akan membahasnya dari pucuk daun sampai akar. "Vaksin merangsang sistem imun, membuat tubuh kita mandiri dengan sistem pertahanannya. Sementara obat, adalah bala bantuan yang didapatkan dari luar tubuh. Membuat tubuh menjadi cenderung manja. Bahkan golongan kortikosteroid--yang dari zaman kuno sudah mendapat julukan penyembuh segala penyakit--itu punya sifat menekan sistem imun, membuat penggunanya otomatis ketergantungan, kan?"

"Tidak ada argumen untuk itu, dokter," jawab Belva sambil melempar pandangan malas kepada Rei. "But now, look at the reality. Entah itu vaksin atau obat yang diberikan pada kita, kita tetap punya satu masalah besar yang menunggu kita di gerbang kematian."

Carl meremas kepalanya. "Itu dia. Kenapa masalah kita semakin bertambah di saat bendera perang siap berkibar?"

Nico yang semula malas melihat wajah anak-anak Saturnus, langsung melengos begitu pendengarannya terusik oleh sebuah kata ganjil.

"Hey!" seru Nico sambil menarik kerah leher si peternak jerawat. "Coba ulangi kalimat terakhirmu?"

"B-b-b ... p-p-pe-per...."

Sementara Carl gelagapan dan yang lain siap siaga untuk mengambil peran, cengkeraman kuku di kerah Carl mengendur lebih dulu. Tangan anak berambut hitam runcing itu beralih mengusap batok kepalanya sendiri karena baru saja terbentur benda keras. Ia meringis dan segera membelalak ketika mendapati seseorang sudah berdiri di belakangnya.

"Jangan berhenti di tengah jalan! Sekarang giliran kelompok kalian." Jasper berbicara tegas sembari memegangi tongkat hitam yang pernah dipakainya untuk memukul Arvin.

Kedua regu itu akhirnya terpisah dengan masih dengan tatapan sinis satu sama lain. Entah apa yang sudah didengar oleh kelompok Jupiter, yang jelas mereka sedang berbisik-bisik tidak jelas.

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang