HURTS ke-dua

2.4K 96 2
                                    

2. Awal Pertemuan


"Setiap pertemuan selalu ada perpisahan kan? Tapi jika aku ingin menentang takdir, apakah boleh? Aku tidak ingin berpisah denganmu."

****

Upacara bendera sudah menjadi musuh umum dalam setiap murid. Seperti hari ini, walaupun Chelsea malas ber-upacara, ia tetap saja sudah siap pukul enam pagi, seperti biasanya. Rambut yang sengaja digerai membuat Chelsea nampak manis. Ia kini sedang duduk di depan kaca, menatap dirinya di cermin. Ia menghela napas dan memutuskan untuk menunggu Rizky di bawah.

Jika memang dirimulah, tulang rusukku!
Kau akan kembali pada tubuh ini.. ¤¤

Chelsea mengambil tasnya sambil berseru menyanyikan salah satu lagu favoritnya. Walau hanya dia dan Rafif di rumah, akan terasa ramai jika Chelsea mulai bernyanyi seperti di karaoke. Sesampainya di ruang tamu, ia tidak melihat siapa-siapa. Ruang tamu bahkan ruang keluarga yang biasanya terdapat Rafif duduk sedang menonton TV pun tidak ada. Chelsea mengernyit heran melihat kesepian ini.

Chelsea tidak perlu menanyakan keberadaan ibunya. Chelsea sudah hapal diluar kepala. Ibunya sedang sibuk di kantor dengan segala urusan pekerjaannya tanpa mempedulikan dirinya dan Rafif. Ia sudah mandiri. Bahkan madiri dan menganggap tidak ada orang tua yang mengasuh dan memberinya kasih sayang. Semua itu sudah Chelsea anggap sebagai pemikiran yang logis.

Chelsea pun tambah menaikan sebelah alisnya, heran, lantaran kakaknya keluar dari dapur dengan sekotak bekal makanan di tangannya. Jarang, bahkan tidak pernah Rafif memasak. Atau ... sudah disiapkan mamanya? Tidak. Mamanya juga tidak mungkin menyempatkan waktunya sebentar untuk memasakan sarapan untuk anaknya. Atau ... Bi Minah? Bukannya kemarin pembantunya itu pulang kampung menjenguk anaknya yang sakit?

"Bekal buat siapa?"

Rafif nyengir lebar sambil meletakan kotak itu di atas meja ruang tamu, lalu duduk menggeledah tasnya. "Buat gebetan, dong. Emangnya lo, gak punya gebetan?" katanya meremehkan Chelsea dan tetap menggeledah tasnya.

Chelsea mendengus dan mendekati kakaknya ini. Kotak makan yang ada di atas meja, ia buka dan melihat isinya. Chelsea melebarkan matanya seketika. "Gila apa lo?" pekiknya. "Serius mau ngasih gebetan telor gosong kayak gini? Demi apaan deh!"

Chelsea kaget melihat nasi goreng---yang Chelsea tidak tahu rasanya bagaimana---dengan diatasnya terdapat telur ceplok gosong. Kakaknya tidak bisa memasak. Chelsea akhirnya menghela napas dan membawa kotak makan itu ke dapur.

"Eh, mau diapain itu!"

"Gue masakin lagi," serunya dari dapur. "Gak tega gue kalau gebetan lo diracun."

"Tapi Rizky udah di depan!"

Chelsea menghela napas. Oh iya. Rizky pasti sudah datang. "Suruh tunggu aja! Gak lama kok!"

Tidak ada balasan dari ruang tamu lagi. Chelsea pun mulai men-ceplok telor dan membuat nasi goreng. Walau ia bukan ahlinya, tapi rasanya lumayan untuk ukuran orang. Chelsea membolak-balik telor sambil tertawa sendiri mengingat tingkah kakaknya yang sama absurdnya dengan sahabatnya itu. Lucu.

Setelah selesai memasukannya di kotak makan, ia keluar dan menemui Rizky sudah duduk di sofa sedang berbincang dengan Rafif. Niatnya ingin mengageti, tapi Rafif sudah dulu menyadari jika adiknya sudah selesai. Maka ia menoleh dan malah membuat Chelsea kaget.

"Tuhan, Adik gue baik banget, sih. Jadi makin sayang, deh!"

Chelsea menaruh kotak di meja dengan senyum jijik menyambut Rizky. Rizky geleng-geleng kepala melihat kakak beradik ini bersiteru. "Udah gue masakin. Gantinya, ntar malem beliin gue cokelat kayak biasa,"

LaraDonde viven las historias. Descúbrelo ahora