HURTS ke-tiga puluh dua

1K 77 4
                                    

32. Kebenaran Yang Terungkap

"Aku tidak pernah menyesal mencintaimu. Aku tidak pernah menyesal merindukanmu. Aku tidak pernah menyesal menginginkanmu. Tapi, aku menyesal telah memberikan kamu semuanya, sedangkan kamu memberiku seadanya."

*****


"Kok lo malah nyuruh gue ke sini?" tanya Rio dengan alis yang naik sebelah.

Sebenarnya jadwal malam ini adalah ia akan ke rumah pohon dengan Rizky, bukan Rio. Ia akan bercerita dengan Rizky, bukan Rio. Dia akan duduk di samping Rizky, bukan Rio. Alasannya adalah karena ia tidak siap jika hatinya akan tersakiti kembali. Ia tidak siap jika kenangan yang berusaha Chelsea lupakan itu malah terus terngiang di otaknya. Ia tidak siap jika usahanya selama ini gagal hanya karena melihat senyum Rizky. Ia tidak siap jika jatuh Cinta kembali pada Rizky.

Chelsea tersenyum kikuk tanpa menjawab pertanyaan cowok di sebelahnya ini. Di rumah pohon, angin terasa sejuk, sehingga Chelsea memeluk tubuhnya sendiri padahal jaket sudah menyelimutinya. Sementara Rio, ia terus menatap Chelsea, meminta jawaban. Sebenarnya juga Rio ada acara. Ia harus menjemput mamanya, yang katanya akan pulang. Tapi ia ingat kejadian sebelumnya. Ia takut jika apa yang ia alami dulu juga terulang. Maka, ia
Memilih untuk menemani Chelsea di rumah pohon. Lagi pula, Rio juga merasa bosan di rumah yang sunyi.

"Jangan-jangan, lo nyuruh gue ke sini karena lo udah jatuh cinta sama
Gue, ya?" celetuk Rio, disela-sela keheningan yang Chelsea nikmati.

Sontak, Chelsea menoleh. Matanya melotot dan raut mukanya datar. "Gila apa lo, ya?" ucapnya seperti biasa.

Rio terkekeh, "udah lama gue gak denger slogan lo,"

"Apaan, sih," Chelsea ikutan terkekeh, namun samar. Tapi Rio masih bisa melihatnya. Chelsea kembali
Memanglingkan pandangannya ke pandangan awal. Langit yang kosong tanpa awan dan bintang. Hanya bulan yang bertengger di atas, yang jika diperhatikan terdapat kelinci di bulan.

"Tapi seriusan, loh," Rio ikut menengadah, memandang bulan. "Awal gue ketemu, kata pertama yang lo ucap itu 'Gila apa lo, ya'. Remember?"

Chelsea mengingatnya. Ruang musik. Jendela. Dan koridor ruang musik. Semuanya terekam jelas. Chelsea terkekeh geli mengingatnya. Sosok Rio yang Chelsea benci, kini ada di sampingnya bermetamorfosa menjadi seorang pahlawannya. Rio yang kelewat cuek berubah menjadi orang yang paling peduli terhadapnya. Rio yang tidak pernah peduli dengan keadaan sekitar, kini berubah menjadi obat patah hatinya. Betapa naifnya dulu Chelsea mengecap Rio sebagai orang tidak tahu diri. Rasanya ia ingin mengulang masa lalu untuk mengembalikan ucapan-ucapan buruknya tentang Rio.

Chelsea juga merasakan perubahaan itu. Perlahan perubahan Rio menjadi semakin membuat dirinya menyesal mengecapnya sebagai laki-laki tak tahu etika. Ia merasakan perubahaan suasana ketika berada di dekat Rio. Suasana yang dulunya selalu Chelsea benci, kini berubah menjadi suasana yang selalu Chelsea nantikan. Satu kesimpulan, Rio menjelma menjadi laki-laki yang Chelsea nanti kedatangannya.

"Oiya," Chelsea menempatkan posisinya dengan menyilakan duduknya, "yang Eri omongin kemarin, apa?"

Rio menautkan kedua alisnya. Chelsea yang melihat perubahan ekspresi tersebut ingin membatalkan apa yang ia akan tanyakan. Sebenarnya masih banyak teka-teki yang belum ia tahu jawabannya. Tapi ia yakin, satu persatu ia akan tahu jawabannya—walau untuk bertanya ia memerlukan keberanian yang cukup.

"Yang Eri bilang; 'inget pesen gue' itu," balas Chelsea menegaskan.

"Ooh," Rio ber-o ria sembari senyumnya mengembang perlahan. Ia melirik cewek di sebelahnya dengan tatapan jahil. Chelsea yang sadar akan tatapan itu, pipinya memerah, dan ia tidak tahu bagaimana cara untuk menutupinya. Chelsea benar-benar malu. "Dia nitip lo ke gue," kata Rio.

LaraWhere stories live. Discover now