HURTS ke-Enam Belas

923 57 1
                                    

16. Luka

"Jika nyatanya setiap harapanku selalu berujung pahit, mengapa aku harus mengenal harapan?"

****


Siang ini, Chelsea sedang duduk di salah satu sofa milik cafe Hobs. Setelah beberapa minggu Chelsea tidak menengok Bagas, pelayan cafe yang akrab dengan dirinya dan Rizky, akhirnya memutuskan untuk nongkrong di cafe tersebut. Namun, bukan dengan Rizky. Melainkan dengan Rio.

Chelsea kini bersandar di sandaran sofa. Sambil memegang hape sehari tersenyum ketika ada chat masuk dari temannya. Rio sedang mengantre di meja pesanan. Memang cafe ini selalu ramai. Apalagi hari Sabtu seperti hari ini.

Setelah beberapa menit kemudian, Rio kembali ke meja semula dengan membawa nampan berisi minuman yang mereka pesan. Chelsea langsung mendongak dan tersenyum menyambut Rio. "Ini buat Rival gue yang paling nyebelin," ucap Rio sembari meletakan minuman pesanan Chelsea ke meja. "Ini buat orang ganteng," ia meletakan minumannya ke meja, lalu duduk dengan senyum menyeringai.

Chelsea berdecak pelan, lalu kembali tersenyum. "Lo kenapa, sih, senyam senyum? Grogi ya minum sama orang ganteng?" tanya Rio berusaha untuk bergurau.

"ISH!" Chelsea melotot. "Hari ini hari spesial gue,"

Rio menaikan kedua alisnya. "Hari Sabtu, kan? Gak ada spesial-spesialnya, ah."

Chelsea cemberut. "Tepat 17 tahun yang lalu, gue hadir di dunia,"

"Oh,"

Chelsea sontak melotot. Namun Rio malah menyeruput minumannya. Memang Chelsea salah jika harus berkata cowok dihadapannya ini orang yang menyenangkan. Anggapan Chelsea soal sisi baik Rio selalu salah disaat seperti ini. "Oh doang, sih? Kasih gue ucapan, kek, atau apa, kek."

"Buat apa?" Rio mendongak, menatap Chelsea dnegan wajah datar. "Sweet seventeen gak sespesial yang lo pikirin, Chels."

Chelsea merengut. Posisi duduknya kini lemas dan tangannya bersidekap di dada. Maksud Chelsea tidak begini. Ia yakin di umurnya yang ke-17 akan ada kejutan yang tidak ia duga. Chelsea juga sudah mempunyai janji dengan Rizky. Jadi, Chelsea pikir dihari ini tidak ada yang tidak spesial.

Keheningan sempat memasuki atmosfer mereka. Selama beberapa menit, Chelsea hanya membuka locksreen ponselnya dan mematikannya kembali. Rio yang mengawasi gerak-gerik Chelsea sempat bingung. Tetapi Rio juga tidak ingin merusak imagenya sebagai cowok yang dingin. Ia tidak ingin bertanya pada Chelsea. Setelah beberapa kali Chelsea melirik ponselnya, layar tersebut menyala menunjukan telepon masuk. Rio kaget ketika melihat nama ibu Chelsea terpampang dilayar ponselnya.

Bukan hanya Rio, Chelsea juga kaget. Ia sempat menjadi patung sesaat ketika melihat nama ibunya muncul di layar ponselnya. Chelsea mendongak, menatap Rio penuh pertanyaan. Rio juga tahu arti tatapan cewek di hadapannya ini. Lalu Rio mengangguk. Mencoba hal yang tidak pernah dilakukan tidak salah, kan?

"Ha--halo?" Chelsea memulai percakapan setelah diam sesaat. Chelsea deg-degan. Apa ibunya akan memberikan selamat ulang tahun untuknya? Chelsea harap iya.

"Halo, Nak," Chelsea tersenyum. Rio menatap Chelsea dengan helaan napas lega. "Kamu dimana?"

Chelsea jadi semangat. "Di cafe Hobs, Ma." katanya. "Mama tahu, kan?"

"Iya, Mama tahu. Mama kesana ya?"

Chelsea mengangguk. "Iya, Ma," lalu sambungan telepon dimatikan oleh ibunya.

Chelsea menjerit, membuat beberapa orang di dalam ruangan tersebut sempat menoleh dan menatap mereka sinis. Rio malah santai saja menanggapi teriakan Chelsea. "MAMA GUE MAU KESINI. DIA BAKAL NGUCAPIN SELAMAT ULANG TAHUN BUAT GUE, YO!"

LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang