EPILOG

1.5K 79 24
                                    

"Long time no see, huh?"

Perempuan dengan balutan kaus polos dan jaket denim itu tersenyum senang ke lawan bicaranya. Snikers yang melindungi kakinya itu mendadak maju selangkah, kemudian memeluk laki-laki itu dengan erat. Rasa hangat, sama seperti lima tahun yang lalu.  Cukup lama tangan kecil itu merengkuh tubuh laki-laki tinggi yang kini terpaut jauh dari tinggi badannya. Lalu, mereka melepas pelukkan dengan rasa lega.

"Lo makin pendek, atau gue yang makin tinggi ya, Chels?" ucap Rizky, dengan kekehan yang hangat.

Chelsea merengut. Ia memukul pundak Rizky dengan perlahan, kemudian terkekeh bersama. Keduanya mengukir senyuman di wajah mereka masing-masing. Tak ada tangis yang tercipta diantara mereka, bahkan tangis bahagia pun tidak. Keduanya terdiam hingga Rizky memberanikan diri untuk membuka suara.

"Maaf," ucapnya. Singkat. Sederhana. Tapi sukses membuat Cheslea terpaku di tempat. Rumah pohon yang menjadi tempat pertemuan mereka setelah lima tahun mereka berpisah pun menjadi saksi bisu, bahwa selama apapun rasa itu bersama, jika takdir sudah berkehendak demikian, rasa itu tak bisa bersatu. "Maaf gue pergi tanpa salam perpisahan,"

Chelsea terdiam. Ia menatap langit jingga yang kini menggelap ditelan sang malam.  "Gak pa-pa, Ky," ujar Chelsea, akhirnya.

"Maaf buat luka yang gak bisa gue sembuhin—"

"Gue gak pa-pa, Rizkong,"

Kini giliran Rizky yang bisu.

"Lo tahu apa kata Fiersa Besari?" tanya Chelsea pada Rizky yang kini menatapnya penuh tanya. "Kita adalah rasa yang tepat, di waktu yang salah,"

Rizky diam seribu bahasa. Tenggorokannya tercekat mendengar kalimat tersebut. Satu kalimat yang menurutnya memiliki banyak makna yang dalam. Tanpa ia sadari, hari ini seharusnya menjadi moment berharga, tapi ia malah membuat Chelsea sesak kembali. Seperti Rizky dihantui penyesalan yang kerap kali menghantuinya selama lima tahun terakhir.

Chelsea tersenyum. Ia mengambil tasnya yang ia letakkan di sebelahnya, kemudian mengeluarkan buku yang berarti baginya. Buku diary yang telah menemaninya dalam segala keterpurukannya. Buku yang sudah bertahun-tahun menemaninya dalam luka dan lara. Buku yang menjadi torehan luka di hatinya. Buku yang benar-benar menjadi saksi bisu betapa besarnya Chelsea memendam perasaannya untuk Rizky. Buku yang menjadi saksi bisu atas proses patah hatinya, kemudian penyembuhannya pula.

Lalu, Chelsea memberikan buku tersebut pada Rizky.

Rizky menerimanya dengan tatapan bingung. Ia sempat menaikkan sebelah alisnya untuk meminta penjelasan.

"Perasaan gue udah selesai, Ky," ucap Chelsea tenang. "Lo bilang kalau lo tahu segalanya soal gue, kan?" tanya Chelsea, sementara Rizky mengangguk perlahan. Chelsea tersenyum kecil. "Lo salah."

Rizky termengu.

"Lo gak tahu perasaan gue selama itu ke lo," lanjut Chelsea, membuat dada Rizky sesak. "Dan supaya lo tahu segalanya tentang gue, buku ini adalah panduannya.  Dan gue rasa, lo juga gak bakal peduli soal perasaan gue, karena itu perasaan gue lima tahun yang lalu," Chelsea terkekeh sendiri sementara Rizky masih meminta penjelasan lebih lanjut. "Perasaan gue sekarang netral. Gue gak mau keadaan berubah lagi kayak dulu. Selama lima tahun ini, gue belajar mengikhlaskan kepergian lo, Ky. Gue mencoba memaafkan kesalahan yang gue pendem. Dan gue..., bisa menerima keadaan Mama gue."

Sebenarnya bnyak pertanyaan yang muncul di pikiran Rizky. Tapi rasanya sesak untuk mengetahui segalanya. Ia menyesal, meninggalkan Chelsea selama lima tahun ini.

"Udah dulu, ya," ucap Chelsea, membuat keadaan kembali normal. "Gue ada janji sama Rio."

Dan Rizky melupakan satu hal. Di samping Chelsea, sudah ada Rio. Sang penyembuh luka yang ia toreh sendiri di hati Chelsea. Ia menghela napas lega mengingatnya. "Iya, Chels," jawabnya. "Gue juga ada janji sama Vanya,"

"Oke," Chelsea mengangguk paham. "Sampai ketemu lagi, Ky,"

"Sampai ketemu lagi, Chelsong."

Sore itu, sepasang remaja adam dan hawa dipertemukan kembali. Mereka mengukir makna, bahwa persahabatan antara laki-laki dan perempuan tak bisa netral. Langit senja kala itu menjadi saksi bisu bahwa sekuat-kuatnya orang memperjuangkan cintanya, jika takdir menentanganya, tak ada yang bisa dilakukan lagi. Usaha yang dikeluarkan untuk membuat cinta terbiasa, kini sia-sia.

Sementara Chelsea yang mengutuk semesta, ia salah besar. Benar apa kata Rio. Semesta punya alasan untuk memisahkan mereka. Semesta menginginkan Chelsea mengistirahatkan hatinya yang terlalu lama tersakiti. Semesta menghendaki Chelsea menyembuhkan hatinya yang sudah rapuh dan rengkuh itu. Dan obatnya adalah Rio, bukan orang lain.

Chelsea sadar, Cinta tak bisa dipaksakan tumbuh.

TAMAT.

****

Ps. AKHIRNYA SETELAH SETAHUN LEBIH MEMBUAT DUNIA BARU, GUE SELESAI.

Sebelum ada salam perpisahan, kalau ada part tambahan? Boleh juga ya? Dari sudut panjang Rizky aja kok. Siapa tahu ada keajaiban yang gak diprediksi.

Hehe :)

LaraWhere stories live. Discover now