HURTS ke-dua puluh satu

913 50 7
                                    

21. Tak Ingin Tahu

"Terkadang tidak mengetahui kebenaran lebih baik dibanding tahu, bukan? Karena mengetahui kebenaran akan menjadi sebuah luka baru."

****

Tazkana : lo dimana woi, ellah.
Tazkana : gue ke rumah lo ye?
Tazkana : bu Winda minta tema buat pentas
Tazkana : si Sabrina gak bisa ke rumah lo sekarang
Tazkana : pokoknya gue ke rumah lo. Sekarang.

Chelsea merengut. Setelah ia ketahuan bolos oleh Rafif, ia tidak mendapat jatah makan malamnya. Sebenarnya jika ia dan Rio tidak pulang sebelum jam sekolah, ia bisa tidak ketahuan. Tapi bodohnya, mereka pulang sebelum jam 3.

Chelsea NP : bawain gue makanan juga ye.
Chelsea NP : jatah gue diambil sama Rafif

Tazkana : ada maunya langsung respon. Laknat.

Chelsea tersenyum samar. Jika tak ada Tazka, mungkin ia harus mengeluarkan uangnya untuk membeli makanan delevery. Ah, Tazka penyelamatnya.

Selang beberapa menit Chelsea berkutat dengan buku diary pemberian Rio, suara cempreng milik Tazka terdengar.  Chelsea sempat meneguk air liurnya karena takut jika ia akan diintograsi oleh sahabatnya ini. Karena Tazka tidak tahu Chelsea bolos dengan siapa atau kemana Chelsea bolos. Tazka hanya tahu Chelsea bolos, lalu ia memasrahkan tasnya pada Tazka. Dan sialnya, Tazka membawa tas itu saat ini. Sontak, suara Rafif ikut terdengar di telinganya.

Chelsea menduga, bahwa sahabatnya dan kakaknya ini berantem. Sebenarnya bukan hal biasa, mengingat Rafif pernah tak sengaja memergoki Tazka yang mengambil susu di kulkas tanpa sepengetahuan Rafif, padahal Chelsea sudah tau susu itu akan diminum sahabatnya. Mungkin permusuhan mereka tidak selesai sampai di situ.

"Lo nyuruh Chelsea bolos, nih?" ujar Rafif membuat Tazka nampak naik pitam.

Chelsea turun dari tangga. Retinanya menangkat Rafif sedang menyilangkan tangannya di depan dada, sedangkan Tazka melotot sembari memeluk tasnya. "Enak aja. Gue ke sini mau bahas teater, kak. Gue gak mau nyari masalah mulu sama lo, ish!" balas Tazka.

"Tapi kenapa Chelsea bisa sama Rio--"

"Woi, Taz. Masuk," sela Chelsea, membuat suasana semakin canggung.

"Rio?" Tazka bertanya pada Rafif dengan sebelah alisnya yang naik. "Chelsea bolos sama ...,"

Rafif mengangguk, lalu menatap adiknya ini. Di samping Rafif, Tazka juga menatap sinis Chelsea. Chelsea meneguk ludahnya sendiri. Bagaimana ini?

"Udah, masuk aja. Gue jelasin nanti," ujar Chelsea menarik tangan Tazka untuk menjauh dari kakaknya.

Tazka awalnya menolak. Ia berusah menepis tangan Chelsea dan menatap Rafif dengan penuh tanya. Rafif hanya menghendikkaan bahunya dan melirik Chelsea dengan seringai jahil. Chelsea tahu kakaknya ini tak pernah bisa berhenti membuatnya kuatir.

Sesampainya di kamar, Chelsea membanting tubuh sahabatnya ke atas kasurnya, sementara ia duduk di meja belajar dengan mendesah. Tazka bangkit, lalu menatapnya penuh penjelasan. "Lo beneran ...,"

"Argh!" desah Chelsea. "Ceritanya panjang."

Tazka menyeringai, meminta lebih penjelasannya.

"Lo mau tanya apa?" elak Chelsea,  "kalo menurut gue, temanya soal kebudayaan Indonesia yang udah--"

"Lo suka ya sama Rio?"

Chelsea sontak melotot pada Tazka. "ENGGAK!"

"Dih, ngegas," ujar Tazka masih sama dengan seringai jahilnya.

LaraKde žijí příběhy. Začni objevovat