HURTS ke-dua belas

922 52 1
                                    

12. Nyaman?

"Yang dulunya aku pikir kamu akan menambah luka, malah kini kamu yang menambalnya sedikit demi sedikit. Maaf terlambat menyadarinya."

****

Minimarket seberang sekolah Chelsea sepi lenggang tanpa pembeli. Chelsea memakai jaketnya saat akan masuk ke dalam minimarket. Ia menyusuri bagian makanan ringan dan juga lemari pendingin soft drink. Sepulang sekolah, ia mendapatkan pesan dari Rafif untuk membelikan sedikit jajanan. Chelsea tidak tahu untuk apa jajanan tersebut. Namun apa yang Rafif minta kelihatannya jarang dimakan oleh Rafif. Kakaknya ini sangat pemilih dalam hal jajanan. Ia tidak suka yang berbumbu, apalagi yang manis. Tapi kali ini jajanan tersebut yang Rafif minta.

Setelah mengambil empat jenis makanan ringan, tangannya mencomot tiga teh botolan yang dingin. Sambil tangan kirinya yang penuh menampung makanan ringan, tangan kanannya pun ikut susah untuk menggenggam tiga botol. Satu botol nyaris terjatuh dan mungkin akan pecah jika seseorang tidak menangkap botol tersebut. Tangan yang meraih botol tersebut langsung menghela napas disusul dengan helaan lega dari Chelsea juga.

"Makanya, jangan serakah beli semua yang ada di lemari pedingin."

Chelsea memekik kaget ketika sadar orang yang membantunya adalah Rio. Ia tidak menyangka jika ia bertemu dengan rivalnya secara tidak sengaja begini. "Lo ngapain ke sini?" tanya Chelsea, sambil mengambil botol yang ada di tangan Rio.

Rio menggeleng-gelengkan kepalanya lalu tersenyum. "Sini gue bawain," ia mengambil separuh jajanan di dekapan Chelsea. "Lo ngapain beli banyak banget gini, sih? Kelewat rakus lo."

Chelsea melotot. "Udah diem aja lo. Bawain ke kasir sana,"

Rio mengangguk patuh lalu melenggang menuju kasir, meninggalkan Chelsea berdiri memantung di tempat. Chelsea tidak habis pikir kenapa Rio bisa merubah sikapnya 360 derajat disaat yang tidak terduga. Kadang rasa sesal karena Rio yang terus mengganggunya bisa dilupakan sejenak karena secuil senyum manis dari Rio. Kadang pula hatinya ikut tersenyum ketika melihat Rio tersenyum, walau hatinya sedang murung.

Tanpa pikir panjang, Chelsea mengikuti langkah Rio. Di meja kasir, perempuan berseragam merah menyala langsung tersenyum menyambut mereka. Rio menyodorkan jajanan yang ia bawa serta diikuti Chelsea yang ikut menyodorkan sisanya. Perempuan tersebut langsung cekatan menghitung jumlah harga, lalu kembali tersenyum dan menyebut harganya. Chelsea menarik tas di punggungnya dan membukanya untuk mencari dompetnya, namun Rio sudah dahulu membuka dompetnya dan membayar jajan yang Chelsea beli.

Chelsea lagi-lagi termengu.

Chelsea tidak mau terlambat, ia terus mencari dompetnya hingga benda berwarna biru itu sudah berada di tangannya. Tapi ia terlambat. Rio sudah menenteng belanjaan, lalu menarik tangannya keluar dari minimarket. Chelsea hanya bisa pasrah dan menatap Rio tidak percaya. Rio menariknya hingga berada di depan mobil sedan miliknya terparkir. Rio berbalik menghadap Chelsea dan menatapnya datar. Chelsea tidak tahu tatapannya seperti melihat apa. Chelsea tahu, Rio menatapnya dengan datar. Namun ada makna dibaliknya.

"Gue anterin mau?"

Chelsea memantung di tempat.

Cowok di hadapannya ini benar-benar tidak bisa diprediksi. Masih dengan balutan seragam yang dilapisi oleh hoodie tosca, ia mulai menggenggam tangan Chelsea dan akan menariknya lagi. Jantung Chelsea berdetak sangat kencang. Mulutnya hanya bisa bungkam. Perasaan yang tidak Chelsea sukai mulai menjalar di hatinya. Chelsea tidak bisa memikirkan hal yang lain kecuali jantungnya yang terus berdetak melebihi ritme sewajarnya. Ini tidak wajar. Chelsea menarik tangannya lalu menatap Rio lekat.

LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang