HURTS ke-dua puluh

987 54 4
                                    

20. bersama Rio

"Jika nantinya aku sadar bahwa kamu memang selalu ada untukku, tidak terlambat untuk menyadarinya, kan?"

****

Sebenarnya Rizky tidak mau berangkat hari ini. Badannya pegal-pegal dan kakinya sedikit terkilir. Rasanya seperti habis dipukuli maling. Tapi usahanya tidak sia-sia. Kemarin, ia berhasil membanggakan sekolah dalam pertandingan tersebut. Sebenarnya kalah poin miris. 20 : 19. Tapi, Rizky membuktikan bahwa timnya patut mendapatkan juara.

Tapi dibalik kebahagiaannya, ia tidak melihat Chelsea kemarin. Pesannya pun tidak dibalas. Berkali-kali Rizky menelpon Chelsea, tapi tidak bernah diangkat. Ia sudah menghampiri rumah sahabatnya ini. Namun Rafif hanya mengatakan Chelsea kecapekan. Ia khawatir pada Chelsea. Alasannya untuk berangkat ke sekolah walaupun badannya remuk hanyalah untuk mengetahui kondisi Chelsea sekarang.

Rizky keluar dari kamarnya dan turun menuju ruangan makan dengan tas yang dipinggul di pundak kanan. Dengan gayanya yang simple namun keren, ia mengeluarkan seragamnya. Ketika sampai di tangga terakhir, Rizky tersenyum ketika disambut senyum hangat oleh Ofi, adiknya. Adiknya sudah siap dengan seragamnya dan rambutnya yang dikepang dua. Hari ini adiknya nampak imut.

"Pagi, Kak Rizkong!" sapa Ofi ketika Rizky menghampirinya.

"Pagi, Cantik," balas Rizky sambil mencubit pipi adiknya. Ofi sempat mengaduh, lalu nyengir malu dengan pipi merah.

Dari dapur, mamanya keluar sambil membawa cangkir teh. Mamanya tersenyum dan ikut bergabung dalam meja makan. "Hari ini sama Chelsea, gak?" tanya mamanya.

"Enggak," balas Rizky sembari mengambil pisang di tengah meja.

Mamanya dan Ofi menatap Rizky heran. "Kalian berantem?" tanya mamanya.

"Aelah, Ma," Rizky mengeluh. "Masa gak berangkat bareng dikira musuhan,"

Mamanya tertawa, lalu menyeruput tehnya dengan sangat hati-hati. "Ya, kan, kalian itu gak pernah terpisah. Nempel terus,"

Rizky hanya menghendikkan bahunya setuju. Sebenarnya Chelsea dan dirinya tidak pernah terpisah. Kemana-mana selalu bersama. Tapi, Rizky baru sadar bahwa hari-hari terakhir mereka sering terpisah. Rizky menghela napasnya. Benar. Ia sedang berada di ujung diantara jarak antara dirinya dan Chelsea.

Setelah menghabiskan pisang, Rizky bangkit, lalu meminggul tasnya kembali berniat untuk berangkat lebih awal. "Kak, mau kemana?" tanya Ofi.

"Berangkat, lah."

"Aku ikut kakak aja."

Rizky mengernyit heran. "Oh iya, Papa dimana?"

"Udah berangkat dari subuh. Katanya ada keperluan mendadak di kantornya." celetuk mamanya.

Rizky mengangguk, lalu mengajak Ofi untuk cepat menghabiskan rotinya. Rizky melangkah terlebih dahulu untuk menunggu adiknya di mobil. Beberapa menit kemudian, adiknya keluar dengan ceria dan masuk ke dalam mobil Rizky. Rizky langsung menancapkan gas dan berbaur dengan jalan Raya di pagi hari.

Pagi ini cerah. Masih sama macetnya seperti biasa. Matahari juga sudah muncul di ufuk timur dengan indahnya. Suara bising motor dan klakson mobil sudah berbaur menjadi satu dengan mereka. Di sepanjang perjalanan, keduanya tidak berbicara. Ofi asyik mengamati jalanan dengan senyumnya yang tidak kunjung surut. Rizky terus fokus menatap jalanan di hadapannya ini sambil berdoa semoga Chelsea baik-baik saja.

Ketika sampai di sekolah Ofi, Ofi turun setelah mencium tangan kakaknya. Setelah sosok Ofi hilang ditelan kerumunan anak SD, Rizky menuju sekolahnya. Rizky tidak tahu kenapa Chelsea bisa tidak ada kabarnya seperti ini. Kenapa? Chelsea sakit? Biasanya, jika sahabatnya itu sedang sakit, Rafif pasti panik mengabari Rizky untuk menjaga Chelsea. Tapi ini tidak. Jadi, Rizky yakin Chelsea baik-baik saja.

Laraحيث تعيش القصص. اكتشف الآن