HURTS ke-dua puluh tiga

977 54 1
                                    

23. Terselip Kebahagiaan

"Aku masih saja tidak sadar perihal perasaan tulusmu. Apalagi alasanku untuk bertahan padanya yang sama sekali tak menghiraukan aku. Maaf."

****

Rafif : Chels, itu kunci rumah di pot. Gue lagi ngedate sama There. Jangan lupa dikunci yaa, gue pulangnya maleman. Gue bawa kunci kok.

Helaan napas Chelsea terdengar parau. Cukup sudah penderitaannya kali ini. Setelah melewati kejadian yang tak pernah ia inginkan tadi, kini ia akan sendirian di rumah semalaman. Tapi setidaknya, diantara kepedihannya terselip kebahagiaan bersama Rio.

Seperti yang tadi Chelsea pinta pada Rio, Rio mengajaknya pergi ke sebuah kedai burger. Kebetulan, Chelsea ingin menyantap Cheese burger. Dan di sinilah mereka, dalam perjalanan pulang dari kedai. Kedainya tidak jauh dari rumah Chelsea, maka mereka hanya perlu berjalan beberapa meter untuk sampai ke rumahnya.

Rio melirik Chelsea dengan khawatir karena cewek ini mendesah dan jalannya kini melambat, hingga akhirnya Chelsea berhenti. Rio juga ikut berhenti, lalu menyampingkan tubuhnya menghadap Chelsea. "Kenapa?"

Chelsea menghela napasnya lagi, "Rafif. Dia ngedate sama pacarnya,"

"Oh," Rio mengangguk, lalu memasukan tangannya ke dalam saku jaket yang ia pakai. Chelsea melangkah kembali. Begitu pun dengan Rio. Mereka kembali berjalan beriringan. Keduanya saling bungkam, tak ada yang ingin membuka suara hingga akhirnya Rio memberanikan diri menghibur Chelsea lagi. "Mau gue nyanyiin gak?" tanya Rio.

Chelsea berhenti tiba-tiba. Ia menyampingkan posisinya dan menatap Rio dengan tatapan meremehkan. Ia mendecih lalu berkata, "lo jadi songong, ya, dapet nilai seni B."

Rio terkekeh. "Gue kebanyakan main sama lo, sih,"

"Ha?"

"Jadi ikutan songong."

"Gila apa lo, ya?" Chelsea meninju bahu Rio dengan kekehan samar. Kemudian mereka kembali melangkah. "Kalo jelek, traktir cheese burger lagi, ya? Dua. Eh, engga. Dua yang jumbo. Oke?"

Rio kembali terkekeh, "rakus lo, Mak Lampir,"

Chelsea terkekeh samar sembari menutup mulutnya menahan tawanya. Ia melangkah dengan lambat sambil memainkan kakinya selagi ia melangkah.
Di sampingnya, Rio sedang menghirup napasnya lalu membuangnya dengan perlahan. Ia mengulanginya beberapa kali, hingga yang keempat kalinya, suara Rio mulai terdengar.

I close my eyes, only for the moment, and the moment's gone
All my dream, pass before my eye a curiosity
Dust in the wind, all they are is dust in the wind

Suaranya terbilang merdu. Mungkin karena nadanya rendah. Tapi sudah cukup. Sudah cukup bagi Chelsea untuk menerbitkan senyumnya yang manis di samping Rio. Sudah cukup bagi Rio untuk menghibur Chelsea di saat ia rapuh. Sudah cukup bagi Rio untuk membuat Chelsea kembali bangkit dari keterpurukannya. Hanya dengan hal sepele, Chelsea bisa tersenyum.

Same old song just a drop of water in an endless sea
All we do, crumbles to the ground, though we refuse to see
Dust in the wind, all we are is dust in the wind

Rio berhenti melantunkan lagu. Chelsea masih tersenyum senang. Suaranya Indah. Walaupun Chelsea tak tahu siapa sang pencipta lagu tersebut, tapi cukup baginya untuk memulihkan kembali hatinya yang rusak. Rio menghela napasnya dengan lega, lalu kembali menatap Chelsea. Ketika Chelsea balas menatapnya, kedua alis Rio naik turun menanyakan pendapat Chelsea tentang lagu barusan yang ia nyanyikan.

LaraWhere stories live. Discover now